“Oleh karena itulah mendaftarkan anak untuk ikut les piano atau kegiatan olahraga sangat penting. Ini bukan soal membentuk musisi yang bagu...

“Oleh karena itulah mendaftarkan anak untuk ikut les piano atau kegiatan olahraga sangat penting. Ini bukan soal membentuk musisi yang bagus atau bintang sepakbola berusia lima tahun. Sewaktu kita belajar memaksa diri berlatih sejam atau berlari lima belas putaran, kita mulai membangun kekuatan regulasi diri. Seorang anak berusia lima tahun yang bisa mengikuti bola selama sepuluh menit nantinya menjadi anak kelas enam yang bisa mulai mengerjakan PR tepat waktu,” Heatherton, The Power of Habit by Charles Duhigg.
Terkait dengan apa yang dibicarakan Heatherton, membuat saya merasa beruntung datang ke Piano Street Concert yang diselenggarakan DOVER MUSIC di depan My Kopi O! (depan MX Mall) hari Sabtu, 8 November 2014 yang lalu.
PIano Street Concert
Lokasi Piano Street Concert.

Akhirnya saya datang ke lokasi Piano Street Concert, setelah diingetin berkali-kali oleh temen-temen kalau udah ditungguin owner Dover, hehehe. Sebelumnya abis meeting kelanjutan BudalSist sih, terlebih untuk CEO selanjutnya. 

Dimulai lah sesi wawancara, nama ownernya Eddy Suprapto. Saya kira orang luar Indonesia, ternyata enggak. Arek Malang, ker! Iya, katanya sih orang Malang asli.
Owner DOVER Art & Music School
Nah ini waktu lagi wawancara.

Yang menarik dari Om Eddy dan tim Dover lainnya adalah… niat tulusnya memperkenalkan musik. Jadi nggak ada unsur strategi marketing sama sekali, mereka iseng aja bikin Piano Street Concert, karena biasanya hal semacam ini seringnya ada di luar Indonesia.

Alasannya sederhana banget, nggak semua orang pernah pegang piano asli, dan Om Eddy pengin ngajakin orang-orang tau dan pegang langsung piano yang asli.

Om Eddy ini 10 tahun di Amerika, kuliah di sana dan berilmu tentang musik juga. Hingga akhirnya beliau kembali ke Malang, bikin DOVER MUSIC PRODUCTION dan sekarang juga ada DOVER SCHOOL OF MUSIC & ART.

Mungkin ini bukan menjadi opini Om Eddy aja, saya pun sepaham, dan mungkin beberapa di antara kalian juga sepakat. Di Indonesia kesadaran pentingnya bermain musik itu kurang banget, nggak semua orang tau kalau musik baik untuk pertumbuhan.  

Contoh kecilnya, ulasan dari Heatherton tadi, mungkin kalau saya belum baca buku The Power of Habit, saya masih bingung terhadap orang tua yang kekeuh agar anaknya ikut kursus musik. Mungkin saya nggak percaya bahwa ada anak kelas 5 SD yang bosan dengan rutinitas sekolahnya, udah sekolah sampai siang di sekolah, terus harus les lagi, akhirnya memutuskan ikut kursus musik dan berdampak baik di prestasi sekolahnya yang meningkat sesuai kisah nyata yang diceritakan Om Eddy.

Apalagi ada yang menganggap musik itu sama sekali nggak penting, iya beneran. Bahkan orang semacam itu ada di dekat saya. Saya sempat mendapati beberapa kali gitar ringsek karena dibanting hanya karena teman-teman saya bermain gitar malam-malam.

Memang, musik bisa membuat orang lalai menurut beberapa kepercayaan. Bukan berarti nggak baik, kan? Hanya bisa membuat lalai. Huh, ngeselin!

Setau saya sih, kamu adalah lagu yang kamu dengar. Kalau terlalu sering mendengarkan lagu galau, pasti deh orangnya galau. Tapi, open up your mind guys, banyak banget kok musik yang mencerdaskan, ketika kita main atau mendengarkan musik dampaknya bepengaruh positif untuk pertumbuhan secara jasmani maupun rohani.  

Bahkan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah aja main biola! Ahmad Dahlan lewat alunan musiknya bisa mengajarkan anak-anaknya untuk berbudi pekerti yang baik lho. Luar biasaaaahhhhh!! Salah satunya lewat lagu Lir Ilir, itu bukan sekedar lagu yang dihafalkan anak SD dan ada di buku lagu-lagu daerah, ada pesan yang mendalam.

Bukan karena apa-apa sih, mungkin di antara kalian lagi bimbang tentang baik dan nggak baiknya musik karena beberapa opini dan prinsip orang lain. Mungkin opini saya bisa kalian pertimbangkan juga. Asek.

Atau ada beberapa orang tua yang nggak suka anaknya main musik. Hanya karena akademik adalah segalanya, nilai 100 hanya bisa diraih jika setiap harinya menghafalkan buku pelajaran. 

Padahal.. nggak juga, banyak cara lain yang kalau di The Power of Habit itu dikenal dengan istilah ‘small wins’, ada sebuah rutinitas yang sebenernya nggak nyambung tapi bisa menunjang dan mendukung kita secara tidak langsung untuk menjadi sukses. Nanti bakal bahas bukunya di sini deh, tungguin ajah!

Nah, mungkin kesadaran yang semacam itu yang ingin Om Eddy sampaikan untuk Indonesia, lebih khususnya di Malang. Musik adalah kebutuhan, musik baik untuk pertumbuhan. Banyak orang sukses yang bermain musik! 

Jadi gimana sih konsep acara Piano Street Concert ini?



Jadi ada sebuah piano, yang katanya mindahin dari studio ke lokasi Piano Street Concertnya aja udah sejuta. Orang-orang yang lewat di depan My Kopi O! boleh nyoba main, bebas, semuanya boleh. Mulai dari yang jago sampai yang sekedar pengin nyoba.

Free to try
Iya, coba aja! Mumpung gratis!
DOVER MUSIC PRODUCTION

Ini Om Eddy dan temennya lagi main piano dengan asyiknya, bahkan sesudah itu, temen Om Eddy yang pakai kemeja putih main biola. Keren!

Musik adalah kebutuhan

Yang pakai kerudung biru itu temen saya, kalau saya sih biasa panggil Cece, kalau orang lain kebanyakan manggil dia Icha. Dia main bareng sama cewek yang kami kira seumuran, ternyata dia baru kelas X. Di sini semuanya menyatu, dia beda agama dan berasal dari sekolah yang ada label agamanya, dan kami pun dari ‘madrasah’ bisa main bareng dengan akrab. Ini baru Indonesia!



Tiba-tiba ada mas ini yang ikut main, suaranya enak, dan kacamata fullframe itemnya bikin langsung autofocus hahahaha. Hai, Mas! Suaranya… keren!

Violin Street Concert
Ini jadinya nggak cuma Piano Street Concert,
tapi sekaligus Violin Street Concert hehehe.
Udah bisa bayangin gimana seru acaranya? Udah pengin main musik? Jangan ragu! Main ajah! Saya juga main gitar, ya meskipun main 'se-kena-nya'. Atau paling nggak, selain memperkaya baca buku, memperkaya referensi musik yang mencerdaskan oke juga. 

Kalau tentang musik, saya sih suka The Tree and The Wild, kalau denger musik mereka atau ketika mereka main musik, kerasa banget mereka menikmati musiknya. Kedua, Payung Teduh, bener-bener bikin teduh! Banda Neira, lah ya ini, musiknya unyu, bahasanya ringan tapi bermakna. Atau yang kebanyakan kalian tau, Tulus! Ah, Tulus, super deh! Dan semuanya yang baru saya sebutin, orang Indonesia semua. :) 

Writing with passion

Setelah menikmati permainan musik mereka, saya duduk nggak jauh dari sana. Nulis draft untuk postingan ini, yang baru punya kesempatan dipublish sekarang. Ada yang saya dapatkan lagi dari DOVER selain pentingnya musik untuk kehidupan. Tim mereka nggak ada yang nggak bisa main musik, emang dicari yang passionnya di musik. Emang yaaa, kerja menggunakan passion itu luar biasa hasilnya! Sukses terus ya Dover! *langsung semangat nulis lagi*

Oh iya, kamu bisa dapetin cerita Piano Street Concert versi temen saya, namanya Ira. Nih klik aja: PIANO STREET CONCERT.  Dan info ter-up-to-date tentang Dover, cek ajah twitternya: @Dover_Music.

Kayaknya… ini waktu yang tepat untuk cerita Taken by Mas Kesayangan. For more photo, check his instagram: @rezaiqbal. Sebagai manus...

Kayaknya… ini waktu yang tepat untuk cerita
Road to Makkah
Taken by Mas Kesayangan. For more photo, check his instagram: @rezaiqbal.

Sebagai manusia yang menjadi bagian dari muslim dan muslimah, atau penganut agama islam ibadah haji adalah salah satu hal yang katanya ‘nggak afdhol’ kalau nggak bisa ke sana. Terutama orang Indonesia, kalau udah ke haji panggilan Ayah dan Ibu jadi berubah. Yang awalnya panggilannya Ayah, berubah jadi Abah. Yang awalnya panggilannya Ibu, berubah jadi Ummi. Atau yang paling bikin geli, ada orang yang nggak mau kalau gelar H. alias Hajj ketinggalan ketika dituliskan atau disebutkan.

Ibadah haji menjadi impian setiap muslim dan muslimah. Bahkan ada guru saya yang memasang foto dengan tulisan ‘Road to Makkah’ di meja gurunya. Ketika saya melihat beberapa fenomena sosial tersebut, yang ada dipikiran saya, “Ada apa sebenarnya di Makkah?”

Iman saya memang masih cupu.

Namun, Allah SWT rupanya sayang sama saya, hingga suatu hari Ayah dan Ibu bertanya, “Mega, kamu mau umroh, nggak?” Saya diam dan membatin, pertanyaan konyol macam apa ini? Jelas mau lah!

Tapi seiring berjalannya waktu mengurus paspor dan lain sebagainya, saya sempat berpikir ingin menggagalkan rencana perjalanan ini. Kenapa? Hmm… ini sedikit konyol. Alasannya adalah, saya nggak pede. Iman saya masih cupu, gaya banget umroh segala. Takutnya, ketika saya udah selesai umroh, iman saya segitu-gitu aja. Ini nggak keren!

Keresahan itu saya pendam begitu lama hingga akhirnya saya menemukan orang yang tepat untuk diajak sharing, saya pun cerita. Dia pun bilang, “Hus, jangan gitu, Meg. Udah anggep aja rezeki, insha Allah barokah,”

Akhirnya saya menepis pikiran negatif itu dan berangkat ke Madinah pada bulan Februari 2014.
Masjid Nabawi
Ini foto kakak saya di Masjid Nabawi. Saya nggak mau foto di depan masjid.
Saya dan Ayah sepakat dan sepaham, foto di depan masjid itu nggak keren.
Huahahaha. Maap ya mas. :p
Makkah
Ya emang sih......
Pelajaran agama yang saya dapatkan mengenai budaya yang di Madinah, bener banget. Negaranya tertata rapi, masyarakatnya ramah, dan suasananya bikin adem di hati. Kebetulan Madinah juga lagi musim dingin, lebih dingin dari pada di Malang!

Katanya, sesuai janji Allah, Madinah dilindungi oleh tiga hal. Seinget saya dan sepaham saya nih ya, kalau salah, ingetin aja. Yang pertama dihindarkan dari banjir. Kedua, hmm semacam dihindarkan dari perperangan dalam Negara kalau nggak salah. Yang ketiga, dihindarkan dari kelaparan. 

Yang paling menarik menurut saya yang ketiga, dihindarkan dari kelaparan. Jadi kalau misalnya nih ada lima orang lagi kelaparan di Madinah, ternyata adanya nasi bungkus satu doang.. Berkat mukjizat Allah SWT, nasi bungkus itu bakal cukup untuk lima orang tersebut!

Madinah Food
Rasanya… luar biasaaahhhhh permisaaahhh! Ladzziiizzzzzz!!!
Sayangnya saya nggak pernah kelaparan di sana, jadi belum bisa membuktikan mukjizat tersebut. Yang ada saya malah makan terus, nggak ada makanan nggak enak di sana! Gitu kata Ayah saya. Bahkan pisang yang dijual di depan Masjid Nabawi aja cantik dan enak rasanya.

Banyak cerita yang saya dapatkan di Madinah, mulai dari nekat ke makam Nabi Muhammad sendirian sampai tersesat di golongan orang Turki, didorong sekelompok orang India dan berujung diomelin Ayah gara-gara saya ninggal Ibu, sampai.. dikira istri Ayah saya ketika lagi beli gamis.  Ah, tapi kapan-kapan aja ah ceritanya.

Beberapa hari setelah di Madinah, akhirnya kami sekeluarga dan rombongan yang lain berangkat ke Makkah, di mana ibadah umroh berlangsung. Ketika kami usai melakukan berbagai ibadah mulai tawaf, sa’i, tahalul dan baru selesai saat subuh, yah sekalian aja solat subuh di Masjidil Haram.

Yang paling menyebalkan di momen solat subuh itu adalah… Masjidil Haram lebih rame daripada Masjid Nabawi. Hingga akhirnya saya mengeluh ke Ibu, “Kenapa sih, Bu mereka ini rame banget, nggak santai. Ya tau ini Makkah, emang mereka bisa apa ibadah khusyuk kalau kayak gini?”

Rupanya Allah mendengar keluhan saya… akhirnya kami nggak dapet tempat di dalam masjid, tapi di luar. Padahal lagi dingin banget, empat kali lipat dinginnya Malang Kota kalau subuh dan musim dingin, serius! Selain dingin, saya kepelet pipis, beneran kan nggak khusyuk jadinya.

Nggak selesai sampai itu aja, ketika kami akan kembali ke hotel, kalau di Indonesia adanya macet karena kendaraan, ini beda, macet karena manusia! Jarak antar orang nggak sampai ada lima centimeter, bener-bener deh sempit! Padahal di jalan raya lho ya.

“Aduh, Yaaaah aku kebelet pipis banget, nih,” serius ini ngomong sambil pengin nangis, saking kebelet pipisnya. 

Mungkin ada hampir setengah jam perjalanan ke Masjidil Haram ke hotel, padahal lumayan deket! Sampai akhirnya ketika berhasil keluar, saya udah nggak kebelet pipis. Parah! Dan entah dari mana asalnya saya tiba-tiba memiliki pemikiran ini:

“Ya mungkin ini spesialnya Makkah, spesialnya ketika ibadah haji atau umroh. Di mana lagi tempat yang semuanya bener-bener mau beribadah, berbondong-bondong sampe masjid segede itu aja nggak cukup? Masjid di sekolah aja yang deketnya beberapa langkah, masih aja males ke masjid.”
Keren, gilak, sumpah. Mukjizat! Nggak sia-sia saya ada di situ.

Banyak juga cerita yang menarik di Makkah. Nggak secantik Madinah, sih. Tapi, mallnya meeen! Keren! Mau cari apa? KFC? Pizza Hut? Baskin Robbin? Mc Donnalds? Starbucks? Ada!

Ini saya mau ibadah apa belanja sih sebenernya…

Saya mencoba menepis ide gila untuk memanfaatkan waktu ini untuk sekedar ngeliatin mallnya. Tapi apa daya… tour leader saya ini.. hobi main ke mall. Saya kenal beliau sejak kecil, saya sering main ke rumahnya dan selalu dikasih mainan dan permen. Bahkan, ketika sekeluarga main ke Surabaya, beberapa kali disediakan tempat tinggal di apartmentnya, kalau nggak salah di daerah Pakuwon. Super baik. Namanya Om Masykur.

Onta
Lebih enak susu onta daripada susu sapi, gaes!

Di suatu hari, setelah minum susu onta yang enak banget, kami diajakin jalan-jalan ke berbagai mall. Nggak cuma satu mall aja! Iya, serius!

Saking capeknya diajakin jalan, kami laper banget! Om Masykur akhirnya peka, hampir saja kami akan mati. Beliau ngajakin makan ayam, saya lupa merknya apa. Tapi kami ditolak mentah-mentah, karena ketika kami mau makan… ada adzan dhuhur.

Setelah kami solat, entah mengapa Om Masykur menghampiri saya.

“Mega, kamu yang pesen makanan aja, ya. Di sana. Yang laki-laki antri.”

Padahal yang cewek juga antri. Karena saya pede dan menganggap semua akan baik-baik saja, saya mengiyakan dengan mantap. Saya dicatatkan sebuah menu dengan bahasa arab, okay! No problem! La ba’sah!

La ba’sah itu… bahasa arabnya ‘nggak papa’.

Saya ditemani satu cewek yang masih SMP, dia dari Surabaya, kami satu rombongan. Dia bilang, “Nanti… Mbak aja ya yang ngomong.” Saya menganggukan kepala dengan mantap.

Banyak gaya.

Ketika sudah di depan kasir, saya nyoba pake ilmu bahasa arab yang diajarkan di sekolah. KAMPRET!!!! KASIRNYA GAK NGERTI WOY, HIY#(*^(&68^^!!!!!!!!!! Saya blank, nggak ada kepikiran buat ngomong bahasa inggris.

Beberapa detik setelah saya diam dan kasirnya mulai memasang muka pengin gampar saya. Saya mencoba improvisasi, melihat buku menu dan menyebutkan yang dipesan ‘se-kena-nya’. Setelah semuanya terpesan, usai sudah penderitaan saya.

Makanan pun datang, kami makan ngemper, gembel banget pokoknya. Dengan ragu-ragu saya tanya, “Om, nggak salah kan yang saya pesenin?”

Omnya jawab, “Bener, kok. Yah, kalau nggak Mega yang pesan, nggak punya cerita nanti kamu.” Allahuakbar! How great! Ma ajmal!

Akhirnya saya makan berdua sama mas saya dengan khusyuk. Isinya ada beberapa ayam goreng, kentang, dan roti burger. Nggak ada nasi. Nggak ada sambel, adanya mayonnaise.

Atau cerita ketika saya, Ayah, dan Ibu beli sajadah. Tiba-tiba pundak saya dicolek seseorang yang ada di belakang saya. Oh, orang Turki nih. Sebut saja namanya A.

A: “Kam?”

Sebenernya saya tau artinya ‘Kam’ itu ‘berapa’. Tapi saya ngeblank, dan ngelihatin mbak-mbak Turki itu beberapa detik dengan tatapan kosong. Hingga akhirnya saya ngomong dengan putus-putus, “Arba’ah riyalaats.” Artinya, empat real. 

Dan yunowhat gaes, saya diciein sama si penjual yang tadi sibuk godain Ayah percaya menuduh bahwa Ayah saya bukan orang Indonesia, padahal face Ayah nggak ada bule-bulenya, madura asli hahaha. Ya nggak ngomong cie juga sih, kayak kaget gitu. Tapi saya bisa membaca dari sudut matanya ingin berkata, “CIE BISA YA LO! BISA YA!!!”

Saya terpukul karena pengalaman tersebut. Belajar bahasa arab sejak 4 SD belum cukup untuk bisa ngobrol pakai bahasa arab. Paling maksimal ngelihat ayat al-qur’an dan bisa ngartiin se-kata-dua-kata. Tapi karena itu juga sih saya jadi pengin terus belajar bahasa arab.

Meskipun saya sering ngantuk dan berujung tidur di kelas ketika pelajaran bahasa arab. Meskipun ketika ujian nahwu sorof (tata bahasa dalam bahasa arab) saya menjawab dengan menuliskan soalnya kembali…

THAT DOES’NT MATTER!

Nggak mau tau, pokoknya ketika saya udah kembali ke sana lagi, saya udah jago dan bisa sok akrab dengan mereka pakai bahasa arab! Karena… bisa ngomong sama mereka pakai bahasa arab itu.. keren! Ya, keren aja gitu. Hehe.

Adek saya, Rafi namanya. 


Tungguin cerita lainnya! :D

OUT OF SPACE adalah sebutan saya di kelas ketika nggak mau ada yang ganggu. Bagaimana pun mereka memanggil saya ketika lagi ngerjain sesuat...

OUT OF SPACE adalah sebutan saya di kelas ketika nggak mau ada yang ganggu. Bagaimana pun mereka memanggil saya ketika lagi ngerjain sesuatu yang butuh fokus, saya selalu memilih diam dan tidak peduli. Hehehehe. 

Kemarin aja saya diledekin, "Meg, kamu melewatkan banyak hal! OUT OF SPACE!" Saya cuma jawab sekenanya dengan, "Lebay, lebaaaay." Ya, mau gimana lagi? Mau-nggak-mau harus fokus dulu. 

Bisa dibilang, out of space menjadi momen yang menyebalkan untuk orang lain, bahkan saya sendiri juga nggak suka karena nggak bisa multitasking. Kenapa segitunya? Karena ini...

Mind mapping
Challenge on November
Akhir bulan November ini mau-nggak-mau harus fokus ke sekolah, banyak tugas akhir, remedial, dan tugas-tugas yang menyusul lainnya. Belum lagi di asrama lagi ada ujian juga, sedangkan seminggu lagi udah UAS (Ujian Akhir Sekolah)...

Setiap ada akibat, selalu ada sebab.

Ya, sebab! Semua ini disebabkan ke-tidak-fokus-an. Ada kegiatan di luar sekolah yang bukan passion saya, eh tapi masih aja dikerjain. Awal November akhirnya saya selesaikan berbagai kegiatan yang nggak ada hubungannya sama tujuan awal, daripada nantinya ketika saya udah gede masih terjebak dengan ke-tidak-fokus-an dan parahnya nggak sadar. 

Lebih baik sekarang ngerasainnya, waktu masih muda, ya begini lah proses kehidupan. Kata Hayley Williams, "Sometimes it takes a good fall to really know where you stand."

Nah itu semua yang mengakibatkan saya mau-nggak-mau harus mengkhianati komitmen rajin posting. Sampai "Challenge on November" di atas tadi ada tulisan: "BLOGMU MEG!!!". Maaf bloggy, bukan maksudku. Sistem yang membuat ini terjadi. Halah alesan tok ae.

Kebetulan kemarin dan hari ini... saya lagi jenuh banget buat belajar dan ngerjain tugas. Akhirnya saya main photoshop dan menghasilkan ini...

Header Sophia Mega

Iya, header baru lagi. Sebenernya sih udah pesen ke temen, biar keren. Cuma dia lagi sibuk, sedangkan saya udah nggak betah sama header yang sebelumnya. Ah, yaudah, daripada dianya merasa direpotkan, saya iseng-iseng bikin sendiri, dan rasanya.. unyu juga punya header simpel. :D

Yang kedua..

Sophia Mega CV

Berawal dari tugas makalah studi etnografi Antropologi, di dalamnya ada bagian profil penulis. Saya nyoba browsing, gimana sih profil penulis untuk makalah.. dan semuanya membosankan. Kalau pun saya bikin yang keren.. takutnya nggak match sama makalahnya. Akhirnya saya menuangkan ide tersebut untuk page 'Author' di blog.

Kejenuhan ini... ajaib sekali. 

Biasanya saya males kalo disuruh buka photoshop. Kalau nggak terpaksa dan nggak butuh banget, saya jarang iseng tiba-tiba bikin desain. 

Selain ajaib, saya jadi lupa waktu dan aturan. Kemarin, saya ada meet up bareng @kabarMLG, harusnya sih jam 5 udah balik ke asrama. Tapi karena lagi asik meeting, saya jadi males balik. Padahal.. saya gowes ke lokasi meet up, saya nggak tau harus gimana baliknya. Bisa-bisa saya kena satpam dan entah apa ujung ceritanya.

Setelah meet up selesai, saya memberanikan diri untuk pergi ke kantor Ayah saya yang nggak jauh dari sekolah. Mungkin yang anak Malang tau, saya sekolah di MAN 3 Malang dan kantor Ayah saya di Pascasarjana UMM I, kedua tempat itu sama-sama ada di Jalan Bandung. 

Terakhir kabar yang saya tau, Ayah masih di Balikpapan. Jadi agak konyol juga kalau saya nitipin sepeda. Daripada saya masuk ke sekolah menarik perhatian karena bawa sepeda, mending saya malu di depan satpam.

Saya: "Pak... saya anaknya Pak Syamsul....."
Pak S: "Oh iyaaa, itu udah dateng. Oleh-olehnya tiga tas..."
Saya: (Siapa yang nanya oleh-oleh....) "Lho udah pulang, Pak? Oke! Makasih ya Pak!"

Akhirnya saya balik ke asrama dengan selamat karena Ayah, terimakasih, Yah! Waktu saya manggil Ayah... responnya hanya, "Hih, kaget Ayah. Kamu ini, anak pondok malah keluyuran terus." HEHEHEHEHE.  

Balik lagi ke desain, hari ini saya main photoshop lagi, karena nggak puas sama "The Author" yang kemarin. Akhirnya jadi lah seperti ini: 



Banyak sih referensi yang lebih keren lainnya, tapi kebanyakan dari desain mereka susah banget sedangkan waktunya terbatas. Jadi deh desain sederhana ini, hah, lega banget. Setidaknya kejenuhan buat nyelesaikan tugas-tugas sekolah bisa hilang sebentar. 

Karena istirahat itu bukan berarti tidur, tapi banyak kegiatan lainnya yang bisa jadi salah satu cara untuk istirahat.

Udah lega curhatnya....

Ya udah, segitu dulu gaes. Harus out of space dulu, doakan saya selamat. Maaf ya nggak sempet mampir ke blog kalian, bukannya sombong, tapi ya gitu, belum ada waktu. Banyak banget yang mau diceritain, bahkan yang di "Challenge on November" itu baru beberapa, masih ada cerita yang lainnya. Sabar dulu ya ceman-ceman! See you! *kecup mesra satu-satu*

Makin ke sini, kehidupan kelas dua belas makin nggak bersahabat. Tujuh belas pelajaran yang harus dipelajari, setiap pelajaran satu persatu...

Makin ke sini, kehidupan kelas dua belas makin nggak bersahabat. Tujuh belas pelajaran yang harus dipelajari, setiap pelajaran satu persatu menyumbangkan list ulangan atau pun tugas. Alhamdulillah, sampai sekarang masih hidup sedia kala, meskipun tanpa pacar. No boyfriend, no cry.

Tapi nggak bisa dipungkiri setiap weekend bener-bener bersyukur, ada perasaan lega dan syukur yang sama kalau ulangan nggak remedia. Setiap pulang sekolah di hari Sabtu rasanya luar biasa bahagia. Padahal nggak ada yang ngajak main buat malem-mingguan, padahal ujung-ujungnya di kamar asrama dan bercengkrama dengan benda mati.

Untungnya, Minggu, 2 November 2014 weekend saya terselamatkan dengan beberapa kegiatan yang nggak lagi berhubungan dengan sekolah. Yay!

Di tengah-tengah temen-temen asrama berangkat ke lapangan untuk senam yang dijadwalkan asrama, saya menyetrika baju dengan cuek. Seolah-olah nggak ada yang teriak-teriak di luar kamar untuk segera ke lapangan.

Setelah siap semua, udah mandi, cantik, dan menggemaskan. Bawa kamera, banner, gitar, dan tas saya berangkat bareng dua temen lainnya yang ikutan juga ke Gathering Jemari Indonesia Muda di Car Free Day, Jalan Ijen kota Malang.


Jemari Indonesia Muda

Sebagai komunitas yang punya niat pingin bikin pemuda di Indonesia semangat produktif berkarya untuk Indonesia, kita kumpul ngobrol santai tentang Indonesia baru dengan presiden baru, nulis harapan untuk Pak Jokowi, sekalian show off beberapa karya dari anggota JIM.


*nulis harapan buat Pak Jokowi* 
Yang jadi perhatian selama ngumpul, ini nih:



Karya dari @octavian yang sekarang jadi Maba Desain Komunikasi Visual, Universitas Brawijaya. Keren banget! Tungguin aja, dua minggu lagi Jemari Indonesia Muda bakal kumpul lagi, kalau mau gabung mention aja di @jemarimuda. Welcome banget buat kamu yang masih muda.

Nggak sadar ternyata udah ada empat missed call dari Ira, waktunya beralih ke Jamban Blogger Random Charity. Acaranya dimulai jam 9 pagi di Universitas Muhammadiyah Malang Kampus III. Sampai ketemu lagi temen-temen JIM!


Jamban Blogger Charity

Jadi konsep charitynya gini, kami keliling Malang buat nemuin strong-survival orang yang udah tua tapi tetep mau bekerja keras, nggak cuma berpangku tangan. Senemu kita di jalan deh, namanya juga random.

Sebenernya saya bagian dokumentasi video, kalau untuk foto, Mas Arul dan Mbak Dike. Karena selama ini kebiasaan pake kamera Canon dan nggak biasa pake Nikon di tambah lagi naik sepeda motor, banyak video yang failed. Maaf gaes, daku tidak bermaksud.

Nggak sekedar dapet ibadah amalnya aja, bisa dibilang sekalian mengamati fenomena-fenomena sosial secara langsung. Banyak yang sebelumnya saya nggak tau, gara-gara Random Charity jadi tau.

Misalnya, ada pemulung dengan keterbatasan fisik yang kita jadikan target. Tapi menurut beberapa temen-temen orang yang semacam itu… agak gila. Karena kita ragu, dan takutnya malah ada kejadian yang enggak-enggak, akhirnya mencari target lainnya.


JB Random Charity
Istirahat. Gitu banget muka saya.
Nggak lama sesudah itu, dan Mas Arul sempet terpisah, kami istirahat di Alun-alun Kota Malang. Duduk sambil minum es degan dan makan jajan yang baru kita beli dari target strong-survival sebelumnya, saya lupa nama jajannya apa. Abis perjalanan dari ujung ke ujung, es degannya jadi kerasa nikmat banget.


Wajah lagi mikir skripsi.. SEMANGAT YA MAS! :3
Target selanjutnya adalah bapak-bapak yang jualan tahu petis, kita sok-sok-an beli tahu petis. Makan rame-rame emang jadi lebih nikmat, ya? Setelah kita makan tahu petis, Mas Hena pun membayar dengan “Nggak perlu kembalian, Pak.”

Jadi begitulah cerita Jamban Blogger Random Charity kali ini, bener-bener random. Tapi seru banget pake tanda seru tiga. Iya, tanda seru tiga, jangan lupa ditambahin. Untuk cerita Jamban Blogger Random Charity, bisa cek blognya Mas Arul: http://arulivan.blogspot.com

Yuk bikin kegiatan yang lain lagi! Kalau kamu blogger Malang, ayok ikutan kalau ada KumpulKeblog, follow aja @JambanBlogger untuk informasi ter-update. Kali aja nemu jodoh, uhuk.

Saya nggak bisa ikut kegiatan Random Charity sampai selesai, karena ada janji sama Ayah. Setelah sampai di Mall Olympic Garden (MOG), Ayah ngabarin kalau baru dateng jam tiga. Saya mencari-cari tempat yang agak sepian, dan saya menemukan.. Excelso.
Sumber

Ayah sering ngajak ngopi, sekalian aja deh hari ini, biar nggak jadi wacana. Pikir saya sih gitu awalnya. Tiga detik pertama buka buku menu… biasa aja. Sepuluh detik setelah bolak balik baca buku menunya… Mampus. Bayangan Excelso tidak sama seperti apa yang saya pikirkan.. harganya itu lho, gaes. 

Di situasi seperti ini, saya nggak tau harus ngapain lagi selain mengeluarkan kata-kata yang Ayah saya pakai kalau udah terlanjur duduk di tempat makan yang harganya ngajak berantem: “Ah, yaudah, sekali-sekali.”

Sekali-sekali yang mengancam kehidupan saya di asrama.

Saking sekali-sekalinya, saya hafal nama menu dan harganya. Iced Coffee 27.500 dan Banana Wrap 32.500. Total jadi 66.000 plus pajaknya. Kalau ke toko buku bisa beli majalah Gogirl dua edisi spesial, kalau nonton di hari kerja bisa nonton berdua, dan banyak kalau-kalau yang lain. Tapi untungnya sih dibayarin hehehehehe.

Untung aja keluarga udah dateng beberapa menit setelah saya menghabiskan Banana Wrapnya. Ayah saya pun pesen Toraja Coffee, enak, gaes! Apalagi saya minumnya disuapin Ayah, hehehehe.

Harganya… aduh nggak tau dan nggak mau tau deh hahahaha. Tapi emang, harga dan rasa sebanding, pelayanannya pun ramah. Waktu saya bayar di kasir, beberapa di antara mereka ngajak ngobrol dan bercanda.

Ah, tapi tetep aja, masih lebih nikmat es degan dan tahu petis yang dimakan bareng Jamban Blogger.

Minggu kemarin berhasil refresh otak, minggu ini saya mulai mencoba hidup normal. Mandi pagi-pagi sekali, dan udah di sekolah setengah enam buat belajar. Belajar pagi lebih nyaman dan gampang masuknya. Tiga hari ini selalu posting, Seninya posting di tumblr, hehe.


Makasih ya, gaes. Ayo, kumpul-kumpul lagi!

Lanjutan dari postingan yang sebelumnya: Tips SuksesnyaAcara , akhirnya saya dateng ke acara Blogger VS. Vlogger, dalam rangka memperin...

BLOGGER VS VLOGGER

Lanjutan dari postingan yang sebelumnya: Tips SuksesnyaAcara, akhirnya saya dateng ke acara Blogger VS. Vlogger, dalam rangka memperingati Bulan Bahasa yang diselenggarakan kelas jurusan bahasa angkatan 24 dan 25. Acara yang cukup spesial juga sih, karena cuma jurusan bahasa yang punya acara khusus semacam ini.

Bosen juga kalau ngomongin acaranya doang, biar lebih bermanfaat untuk saya pribadi dan temen-temen semua, sekalian sharing aja deh ya permasalahan di lapangan ketika bikin event. Buat kalian yang udah expert bikin acara, boleh banget sharing di kolom komentar.

****

Sabtu, 1 November 2014, sesudah saya menyelesaikan tugas bikin video bahasa arab yang naskahnya aja saya nggak tau artinya, di group Line Jamban Blogger Malang Mas Hena, Mbak Dike, dan Mbak Ardien udah rame pada minta dijemput di depan sekolah, karena kebetulan acara dilaksanakan di dalam aula sekolah saya. Berasa sopir.

Sebelum acara hari H ada beberapa lomba yang mendatangkan juri di luar sekolah: lomba blog, vlog, dan broadcasting. Blog: Hena Wirasatya dan Mochammad Nasrulloh. Vlog: Bayu Skak. Broadcasting: Mas Robbi.

Hena Wirasatya
Hena Wirasatya dengan wajah unyunya.
Yang saya tahu dari acara bulan bahasa sebelumnya (panitianya bahasa angkatan 23 & 24), udah sepantasnya sebagai juri diundang dan ketika dateng tetap ada yang nemenin harus ke ruangan mana dahulu, parkirnya di mana, duduknya di mana, dan seterusnya. Tahun ini mereka punya kekurangan di sini, terlalu sibuk dengan guest star dan lupa dengan juri-jurinya yang udah membantu meluangkan waktu.

Tahun lalu ada kejadian yang sama, Mas Hena jadi salah satu guest star nggak ada panitia yang nemenin. Jadinya micnya kurang keras, padahal seharusnya sebelum tampil harusnya panitia tanya volume dan aturan micnya seberapa. Saya pikir nggak akan lagi kayak gitu, karena mereka udah belajar dari acara tahun lalu.

Balik lagi ke permasalahannya, panitia yang lupa dengan juri-jurinya. Akhirnya ketiga juri tidak diundang datang ke acara (kecuali Bayu Skak yang jadi guest star), Mas Hena dateng pun karena abis ngode. Bahkan panitia sempat menganggap bahwa Mas Hena datang seperti tamu eksternal biasanya, atau setidaknya mengajak lima orang temen yang beli tiket. Karena itu di meja registrasi saya kelepasan ngomong, Nggak sopan lah kalo kayak gitu!”

Selama tiga hari tiga malam saya mikir kenapa bisa-bisanya saya kelepasan ngomong nyolot kayak gitu, meskipun saya kakak kelasnya nggak elegan banget kalau harus gitu. Hiks. Maafin, gaes, khilaf…

Akhirnya Mas Hena pun datang, dan saya diminta jemput dia di gerbang. Sebenernya saya nggak tau harus ke mana, dan seharusnya ada panitia yang nemenin Mas Hena. Akhirnya saya ajak Mas Hena ke ruangan guest star.

Tips #1: Juri udah sepantasnya dateng ke acara utama.

Tips #2: Meskipun juri, harus ada penanggung jawabnya. Mau tidak mau, suka tidak suka, mereka udah membantu kita meluangkan waktu sebelumnya dan mereka adalah tamu, tamu adalah orang yang harus dihormati.

Saya jadi inget ketika bikin acara dan evaluasinya pedes banget.

“Sebenernya saya tadi itu nggak dateng di acaranya nggak papa lho, saya nggak punya kewajiban. Nggak ada yang menghubungi saya jam berapa, persiapannya gimana, dan bahkan tadi saya ngatur sendiri ukuran mic untuk saya. Terus saya cuma dikasih tau untuk mengisi acara ini tanpa mempertanyakan saya bisa atau enggak. Jujur aja saya kesusahan untuk materi yang ini.”

Tips #3: Jangan pernah takut dan sebel dikritik, karena dari situ lah kamu belajar.

Tips #4: Check sound itu mahapenting, meskipun guest star cuma ngomong doang. Biar suaranya nggak cempreng dan guest star nyaman. Biasanya sih guest star udah tau settingan micnya, bassnya harus seberapa, dan lain sebagainya.  

Tips #5: Sebelum acara dimulai, berdoa lah agar lancar. Kalau agama saya sih, The Power of Al-Fatihah. Ampuh banget. Sempet ada acara yang udah ada tanda-tanda hujan, padahal acaranya outdoor. Saya ngajak kumpul beberapa panitia buat baca alfatihah, dan.. mendungnya hilang. Itu terjadi dua kali tanpa pakai pawang hujan.

****

Overall, special standing applause buat kepanitiaan Bulan Bahasa 2014! Keren banget meskipun ada kekurangan, namanya juga belajar. Dulu aku lebih cupu kok hahahaha. Kalian berani ambil resiko untuk memperjuangkan acara ini dan banyak banget yang lebih keren daripada Bulan Bahasa tahun lalu! Terutama yang angkatan 25, tahun depan waktunya kalian bikin event bareng angkatan 26. Jangan lupa belajar dari pengalaman yang sebelumnya.

Sukses terus, gaes. Kalau ada yang bilang jadi jurusan bahasa itu enak, nggak harus belajar rajin, balas lah dengan: sok tau kamu, pernah lho ulangan disuruh bikin naskah drama dalam waktu 90 menit, atau emang mau belajar tata bahasa? Frasa, klausa, fonem? Emang dikira gampang memaknai puisi terjemahan? Hiks.

Lah, curhat.

Yang menarik di acara Blogger VS Vlogger kemarin adalah… ketiga cowok yang ada di belakang saya. Mereka ngefans banget sama Bayu Skak, mata mereka berbinar-binar selama acara berlangsung. Karena kepo, akhirnya saya tanya ke mereka dari mana.

Saya: “Kalian ini kelas berapa sih? Kok ngefans banget sama Bayu Skak? SMP?”
Adek: “SD mbak….”
Saya: “…”

Di acara kali ini nggak ada foto bareng guest star, tapi karena saya nggak tega ngelihat ketiga cowok yang rupanya masih SD ngefaaaaans banget sama Bayu Skak bahkan ketika MC bilang Bayu Skak nggak jadi dateng mereka sedih banget.... akhirnya saya tawarin foto bareng.

Saya: “Hey, kalian nggak pingin foto bareng Bayu Skak?”
Adek: “Mau, tapi gimana caranya?”
Saya: “Udah wes, ayo ikut aku.”

Akhirnya saya ajak mereka keluar dan menghadang Bayu Skak yang akan pulang.

“Mas Bayu, ini ada tiga anak SD ngefaaaaans banget sama Mas Bayu, foto bareng dulu ya?”
Tau apa respon Bayu Skak? Dia cuma bilang iya dengan pelan dan berujung dia dikerubungi massa yang mau foto bareng. Bayu pun bilang, “Ini panitianya tolong diantriin aja yang mau foto.”

Akhirnya mereka foto bareng.


Cukup sebel juga sih Bayu Skak cuek gitu, sedangkan saya udah heboh nggak jelas. Tapi kata banyak orang... aslinya dia sosok yang pemalu, apalagi kalau sama cewek. Emang iya, ya?

Sit down comedy
Sit down comedy
Yang bikin nggak nyesel dateng di acara itu adalah.. ada sesi di mana Bayu Skak di panggung seolah-olah lagi bikin video di Youtube. Kalau dia bilang sih sit down comedy. Ada-ada aja, tapi sukses bikin ngakak.

Mas Hena rapopo. 
Spesialnya lagi Mas Hena ngajakin Indra Widjaya buat dateng, dan dengan sukses Mas Indra dikerubungi untuk dimintain foto bareng dan tanda tangan. Sebenernya saya ngefans sama Mas Indra, sexy banget waktu nyanyi sambil main gitar. Tapi momen dimana ketika saya ngefans orang terkenal yang pingin dapet tanda tangan dan foto bareng itu udah dihabiskan ketika saya jadi Nidjiholic empat tahun silam. Iya, Nidjiholic.

Ketika jadi Nidjiholic saya khilaf banget, hobi pakai sorban, nyanyi di segala tempat, selalu update jadwal Nidji konser, heroik pokoknya. Sampai adek kelas saya di SMP mengenal saya dengan cara seperti ini:

Adek1: “Kamu tau Mbak Mega nggak?”
Adek2: “Itu lho, yang kemana-mana pake sorban.”

Allahuakbar… bahkan ketika Nidji ke Malang di acara ulang tahun SMAN 4 Malang, temen-temen SMP saya semuanya tanya ke temen deket saya dengan pertanyaan yang sama, “Lho, Mega mana? Bukannya dia fansnya Nidji?”

Dari situ saya nggak pingin berlebihan aja sih, kalau ngefans ya saya nikmati aja karyanya. Kalau penulis, beli buku yang nggak bajakan. Kalau aktor film, ke bioskop buat nonton filmnya. Untuk tanda tangan dan foto bareng urusan belakangan, yang keren itu bukan lagi dapet foto dan tanda tangan terus selesai gitu aja, tapi bisa kenal dan ngobrol bareng dan segera menyusul kesuksesannya.

Tapi pada akhirnya saya selfie bareng Mas Hena dan Mas Indra bareng temen-temen Jamban Blogger yang lain. Muehehehehe.

Selfie Hena Wirasatya dan Indra Widjaya

Foto bareng Bena Kribo? Hehehe, nggak dapet. Tapi saya fotoin temen-temen Jamban Blogger sama Bena Kribo, udah ditawarin tapi nggak deh. Yang lain aja dulu yang udah antri. Bukan nggak ngefans, saya punya bukunya dan suka banget, bahkan sampai lupa kalau besoknya ada ulangan. Tapi ya gitu.. banyak yang antri. Next time lah, kalau ada waktu yang lebih enak dibuat foto bareng. Iya, next time.

Waktu temen-temen Jamban Blogger minta difoto bareng buku GALAU: Unrequited Love dengan Bang Bena, dia bilang, “Kalau gitu fotonya harus gaya kayak eek dong.” *rotfl*

Makasih banyak ya Bahasa Angkatan 24 & 25 MAN 3 Malang! Ditunggu acara Bulan Bahasa selanjutnya! Besok bakal posting tentang acaranya Jemari Indonesia Muda dan Random Charitynya Jamban Blogger. Untuk Wedding Moment… setelah ulangan matematika program linier dan remedial matriks aja ya gaes. Hiks. Sampai jumpa lagi! *kecup mesra*