Kalau ditanya tentang apa hal baru yang ingin benar-benar saya lakukan, saya akan jawab: “Mampir ke kedai kopi di seluruh dunia dan men...



Kalau ditanya tentang apa hal baru yang ingin benar-benar saya lakukan, saya akan jawab: “Mampir ke kedai kopi di seluruh dunia dan menuliskannya di sophiamega.com!” Ini sebagai bentuk ingin keluar dari zona nyaman yang selalu ada di tempat itu-itu aja, kalau sudah nyaman di satu tempat, males ke tempat lainnya.

Tapi kali ini, akhirnya terwujud pelan-pelan meskipun masih di zona Malang.

Sore itu saya lagi down banget karena Mega masih dengan kebiasaan ngaretnya. Kesel! Selain itu ada beberapa hal yang bertengger di pikiran saya, mulai dari gagal ber-partner hingga chat nggak dibalas narasumber tapi di-read. Duh! Syumpek!

Ini pertanda waktunya… ME TIME! Saya naik motor tanpa tujuan, jalan aja, sampai tau-tau udah di Kasin, sedangkan rumah saya di Tlogomas. Jauh banget deh pokoknya, ujung ke ujung. Parah, parah, parah. Relaxing banget sih naik motor sambil lihat suasana sekitar, bangunan yang sama sekali nggak dikenal.

Terus muter balik dan ingin mengopi, sampai daerah Kawi, akhirnya terhenti di sebuah kedai kopi ala-ala Itali gitu, Latte House Coffee & Pasta. Lokasinya di belakang KFC Kawi di sebelah KEY LABS. Meskipun tak ada siapapun di dalam kecuali pegawai, saya memberanikan masuk. 


Pas banget untuk me time :D
Saya memesan satu cangkir Mochaccino dan satu piring dada ayam yang dipenuhi sayuran. Mohon maaf ya, saya emang newbie dalam me-review kedai kopi dan kafe-kafe gitu, SAYA LUPA NAMA MENU DAN HARGANYA! :(


Parah sih, tapi mohon maklumi untuk kali ini ya. Untuk Mochaccino-nya kalau nggak salah harganya sekitar 16rb-20rb, sedangkan dada ayamnya… ini enaaaak, ayam yang sehaaaaat sekali dikelilingi sayuran dengan perasan lemon, sekitar 28rb-40rban lah ya. Enak banget masyaAllah!

Tempatnya sendiri ada yang indoor dan semi-outdoor. Lebih seru yang outdoor sih, tapi sore itu saya nggak ingin ambil pusing mau duduk di mana. 

Me Time starter kit!
Kalau Mochaccinonya enak kok, karena bukan penggemar Mochaccino ya kurang nampol buat saya rasanya, asik lah tapi buat nemenin yang lagi galau dan gabut sendirian. Oh ya, waktu saya datang memang hanya saya seorang sih pelanggannya, tapi setelah itu hadir satu persatu, maklum lagi bulan puasa dan hari itu saya nggak puasa.

Suasananya cukup nyaman, nggak ramai lah untuk me time. Kalau untuk me time, saya mending ke kedai kopi yang sepi atau yang emang udah nyaman di situ (yang meski ramai pun tetap bisa me time). Beberapa rekomendasi kedai kopi asyik buat me time: Boim Koffie, 8ozcoffeestudio dan DW Coffee (kalau pagi aja, kalau malam asyik buat nongkrong atau mampir nyelesein deadline tulisan dan nunut alias numpang Wi Fi)

Berkat mengopi, akhirnya mendadak ada ide sebagai pelipur lara, “Gimana kalau mengubah sudut kerja yang selama ini berantakan?” Karena lokasi Latte House Coffee & Pasta ini nggak jauh dari Toko Buku Togamas, meluncurlah saya ke sana.

Meskipun sedikit kerepotan membawa belanjaannya, akhirnya sudut kerja yang saya beri nama Ruang Syahdu ini jadi juga. Ini before-nya:

Super banyak buku yang tidak tertata rapi dan itu punya Ayah
Ini afternya:

Bedanya hanya lebih rapi aja sih. Saya tipe orang yang cuek sama dekorasi, lebih suka simpel dan minimalis.
Terima kasih secangkir kopi Mochacino! Setiap kopi selalu punya cerita dan punya perannya sendiri. Terima kasih sudah membuatku tidak fokus ke hal-hal yang bikin sedih, malah menumpuk penyakit hati dan hal nggak baik lainnya tapi melemparkanku pada hal yang cukup produktif malam itu.

Kopi memang punya kemampuan untuk melancarkan peredaran darah di otak, jadi bisa bikin fresh. Kalau butuh inspirasi, mengopilah!

Soon: Kopi Letek untuk menikmati rooftop-nya terus.. apalagi ya…. Sebenernya sih ingin ke Klinik Kopi di Yogyakarta, tapi Mega ini anak yang selalu dilarang untuk traveling bersama teman. Hiks. Jadi doakan saja ya bisa ke sana. Aamiin aamiin. 


Udah tau kapankamunikah.com belum?  Beberapa teman-teman yang follow akun media sosial saya pasti tahu apa kapankamunikah.com. Sengaja...

Udah tau kapankamunikah.com belum? 
Beberapa teman-teman yang follow akun media sosial saya pasti tahu apa kapankamunikah.com. Sengaja saya nggak pernah cerita di blog ini, alasannya beragam. Masih malu-malu aja untuk diceritakan di sini, belum ada apa-apanya dan belum tepat aja waktunya.

Kemarin, 21 Mei 2016 memang sudah launching, kami membuat sebuah event bertajuk “Nikah? Mulai dari Nol, Ya!” Entah kenapa belum ingin aja menulis cerita, kemarin sudah sih bikin video di Youtube. Tapi buat saya, menulis itu lebih syahdu dan krusial daripada bikin video.

Di sini mau share sedikit soal beberapa hal yang penting dalam membangun sebuah startup, khususnya gimana sih cari tim yang solid. Tulisan kali ini cocok banget buat yang awam dunia startup tapi sudah atau akan memulai. Karena ‘startup’ itu sekarang identik dengan keren-kerenan, semoga teman-teman tidak terjebak di sana. Artikel ini untuk sharing aja lho ya, bukan untuk niat yang lain, kalau ada salah monggo dikoreksi. 

Tim acara Nikah Dari Nol. Makasih Firda yang selalu punya ide keren, Sheren Dyo Dinar yang udah mau direpotin untuk jadi tim event jangan kapok lho ke depan akan lebih baik insyaAllah, Mas Fito dan Mas Juned makasiiih sudah jadi MC dan Mas Sandie keluarga sudah selalu ada di balik kapankamunikah.com dan mengikuti up & down-nya.
Bukan soal siapa saya, tapi apa kemampuan dan kontribusi yang bisa saya berikan.

Mungkin sudah budaya Indonesia yang selalu menekankan value atau nilai, berbeda dengan Negara barat yang lebih menekankan pada ‘sudah menciptakan apa’. Kadang, para pembuat startup ini hanyut dengan sebutan ‘founder’ ‘CEO’ ‘CTO’ ‘CMO’ yang sebenarnya embuh artinya apa dan jobdesknya apa. Pokoknya keren!

Saya selalu ragu untuk menuliskan label di media sosial (kecuali Linkedin), hingga pada akhirnya saya diminta oleh Mas Sandie (pembicara di Nikah Dari Nol) untuk menuliskannya. Saya udah jawab, “Kok masih sungkan ya, Mas.” Tapi didorong terus untuk percaya diri. Akhirnya saya gunakan tapi nggak lama setelah itu, saya lebih nyaman dengan ‘Make movements with kapankamunikah.com’.

(Ya meskipun ada sih yang bilang saya maunya diakui blablabla, tapi yowes mereka gitu itu gak pernah konfirmasi ke saya toh gimana ceritanya, semakin dipikirin semakin pusying, jadi ya dibiarkan saja).

Kalau dibilang CEO, saya juga nggak terlalu merasa sebagai CEO, kadang saya berpikir bisa nggak sih sebutan ini diubah menjadi ‘director’ aja biar nyaman. Tapi kayaknya makin ruwet hahaha, nggak jadi deh. Yang saya maksud di sini, bukan soal kita sebagai siapa, tapi udah merasa pantas belum jadi ‘CEO’ atau sebutan lainnya? Semuanya tuh ada ilmunya nggak hanya ‘nama’, makanya saya nggak akan pernah bosan untuk beli buku tentang startup, bisnis, ngepoin para penggiat startup, baca berbagai macam media dan sebagainya.

Kadang, ini juga jadi masalah dalam mencari tim, pasti ingin tim yang bisa diajak berproses dengan kontribusinya, bukan sekadar ‘pokoknya keren’. Buat saya, caranya simpel sih, lihat aja sudut pandangnya terhadap IP (kalau kuliah ya). Apakah dia pengejar IP sejati atau berusaha mendapatkan yang terbaik dengan benar-benar menuntut ilmu? Gimana cara lihatnya?

Tanyakan temannya, dia di kelas ‘aktif mengikuti kelas beneran atau hanya cari muka ke dosen’. Kalau memang dia aktif beneran di kelas atau dia nggak aktif di kelas tapi giat belajar sesuatu di luar, itu artinya dia bisa diajak berproses, jadikan partner kalau bisa dan cocok secara kepribadian. Kalau hanya cari muka ke dosen, sebaiknya jangan dimasukkan tim, yang dibutuhkan hanya 'nama'. 

Atau bisa dilihat dari track record-nya dalam berkarya apa yang ia kuasai. Apakah hanya sekadar mengikuti trend, atau benar-benar ada passionate di dalamnya. Mau terus belajar, berbagi, konsisten terus meskipun badai menghadang. Halah.

Ini hitungannya startup yang masih nol putul lho ya. Gak punya apa-apa kecuali tim yang kuat. Selain itu, bisa dengan gimana sih interest-nya dia dengan startup ini. Sejak launching kemarin, saya mulai lebih pemilih, lebih pemilih daripada cari pacar deh.

Saya nulis ini berdasarkan kebanyakan kasus sih, nggak dari pengalaman pribadi banget. Tapi kadang saya bisa ngelihat sudut pandang IP-nya gimana dengan progress yang didapatkan. 

Kalau kapankamunikah.com selalu berusaha untuk mengajak teman-teman untuk sadar bahwa pernikahan ada ilmunya, saya juga sedang disadarkan develop tim ada ilmunya, salah satunya: trial & error. 
Memang startup yang nol putul, tapi jangan lupa kontrak kerja.

Ini adalah kesalahan fatal yang saya perbuat, mampus lah Mega. Kontrak kerja adalah satu poin penting dalam merekrut siapapun untuk menjadi bagian apapun. Ketika ada perjanjian di awal yang sebatas obrolan dan target yang terdistorsi dengan berbagai noise lalu tidak ditulis dalam kontrak kerja.. mati saja lah. Akan ada rasa sungkan ketika target yang tidak terpenuhi, banyak bawa perasaan dan penyelesaiannya jadi rumit. Kalau udah ada kontrak, semuanya jelas, kamu ngapain, dapet apa, harus nerima konsekuensi apa, dsb. 

Startup kecil nggak akan jalan ketika yang punya nggak menerapkan kerja professional, kerja sesuai target, kerja sesuai deadline, kerja sesuai apa yang seharusnya dikejar. Fatal deh pokoknya, jangan lupa kontrak kerja, agar jelas siapa kamu dan siapa tim, jobdesknya apa aja, sanksi dan perjanjiannya apa.

Saya akhirnya mencoba adaptasi dari tempat saya kerja dan contohnya di berbagai sumber. Buat yang nggak paham dengan Surat Perjanjian Kerja dan Surat Keterangan Kerja, monggo, boleh leave comment di bawah ini. Saya coba kirim ke e-mailnya, karena kerja atas nama pertemanan bikin super repot deh. 

Jangan ngawur milih partner.

Memilih partner bisnis atau startup itu harus lebih pemilih daripada cari pacar. Kalau pacar ada yang bisa mengalah dan penuh pengertian serta kasih sayang, kalau bisnis ya beda. Kerja dengan penuh suasana positif tapi ya jelas duitnya siapa, haknya siapa, semuanya kudu jelas.

Sejak awal kapankamunikah.com ada, tahun 2014, saya nggak pernah rekrut siapa pun. Waktu itu saya masih SMA dan maklum kan kalau nggak berani develop tim? Saya juga sadar diri, mengatur diri sendiri aja belum bisa, memahami pola startup yang main di konten gimana, sampai akhinya di tahun 2016 saya berani karena saya sudah kerja juga di ngalam.co jadi bisa belajar banyak mekanismenya.

Yang saya lihat waktu kemarin memilih partner adalah: kompetensinya saja. Saya belum lihat secara luas lagi. Menurut saya, jadi partner itu harus ‘cocok’. Cocok dari segi pandangan, langkah ke depan, kepribadiannya sejalan atau paling enggak melengkapi, ya buat saya itu. Kadang si dia yang punya kompetensi bagus, gak bisa cocok sama kita, cocoknya sama orang lain, ini kalau partner lho ya, kalau karyawan beda lagi.

Kemarin saya gagal menjalin kerja sama dengan partner, kontraknya gak ada jadi gak kekejar lah targetnya. Terus saya cukup egois, nggak mau melihat secara luas, harusnya nggak berhenti lihat: "Dia jago di apa sih?" tapi harus kembali melihat apakah kepribadian, visi misi, cara berpikir, cara bekerjanya bisa sejalan sama kita sebagai partner. Sebenernya dia jago banget, kreatif banget, tapi yang namanya partner harus sejalan, kadang saling melengkapi pun nggak bisa. 

Beberapa cara yang bisa kamu adaptasi untuk menentukan siapa partner atau tim terbaikmu:
  • Pertama, kemampuannya apa, apakah saling melengkapi atau enggak.
  • Kedua, coba beberapa kali meeting dan ngobrol soal pemecahan masalah, sejalan nggak
  • Ketiga, paling penting, coba tanyakan ke teman-teman yang ada di sebuah tempat yang sama dengan dia mulai kampus, tempat kerja, tempat nongkrong, semuanya deh kalau bisa.
    • Coba tanyakan dia orang yang seperti apa, mungkin saya bisa dicerca, "Kok menilai apa yang diomongkan orang yang belum tentu benar?" Nah ini, jangan tanyakan di satu tempat saja, kalau bisa dua hingga tiga.
    • Agak susah sih menguliknya, apalagi mereka yang luar biasa polos. Awalnya orang ini cuma memberitahu sedikit, tapi ketika saya sudah kena masalah dan urusannya sudah selesai, semuanya diceritain. Jadi harus sabar pelan-pelan, daripada terburu-buru di awal tapi belakangnya berantakan.
    • Ketika beberapa kabar sudah terkumpul, telaah mana yang netral mana yang terbawa emosi. Kesimpulannya gimana, rata-rata gimana, apakah dia seseorang yang punya kerja tim yang baik atau bukan.
Mungkin langkah ini sedikit repot kalau hanya untuk cari tim tambahan, bukan tim inti. Kalau sekadar di luar tim inti, cukup cek aja sih media sosialnya, ini biasa sih diaplikasikan di beberapa perusahaan. Tapi bukan berarti karena ini kalian jadi pencitraan di media sosial, cukup memfilter saja. 

Bahkan, ada media partner di Malang yang cukup besar sensitif dengan orang yang waktu wawancara dianterin pacarnya. Indikasinya satu sih: nggak mandiri. Kalian ada cara lainnya nggak? Yuk leave comment di bawah!

Anyway, saya sekarang punya banyak partner kok. Mbak Ardien sebagai contentwriter dan tiga tim lainnya yang masih dikulik nih CV-nya. Semoga saya banyak belajar dari yang lalu-lalu agar semakin cakep ya tim kapankamunikah.com

Ada satu hal lagi sih, harus jujur.

Jujur akan apapun, jujur dalam hal jobdesk, duit dan segalanya.

Saya merupakan orang yang terus belajar soal leadership dan develop tim, rasanya sangat naif sekali ketika saya mendeklarasikan kalau, “Si doi gak jago memimpinnya, gua nih yang paling jago.” Kalau saya bilang seperti itu, saya siap dibegoin orang sekampung deh :p. Ini pun masih trial & error, doain ajah. Tapi, semoga tulisan ini bisa bemanfaat buat teman-teman yang kebingungan develop tim, semoga sih gak ada yang parah kayak saya deeeh. Buat yang jago, kasih saran dan tambahan tips lainnya ya! Ditunggu!

Akan ada tulisan tentang startup di sini, terus tungguin ya, kalau diminta cerita asal muasal kapankamunikah.com, gak mau ah, capek. Capek ngomong asal usulnya terus, mending ngomongin ke depannya nih gimana. Doain terus dan tunggu cerita terbaru, terakhir, terima kasih sudah membaca ya.

Udah pernah ke sini belum?  Kemarin Senin (25/6) baru aja hunting foto di sebuah pasar yang dulunya tradisional sekarang jadi modern,...


Udah pernah ke sini belum? 
Kemarin Senin (25/6) baru aja hunting foto di sebuah pasar yang dulunya tradisional sekarang jadi modern, Pasar Oro-oro Dowo. Sebenernya saya nggak tertarik dengan gaya fotografi human interest, karena susah aja sih. Saya lebih suka motret kopi dan apapun yang ada di panggung dengan pencahayaan berwarna warni dan performance keren. Kalau dua hal itu saya mau deh belajar dan explore lebih.

Hunting kali ini pun bukan karena iseng dan tak beralasan. Editor saya, Mas Abi pernah meminta saya untuk bikin artikel yang isinya galeri foto di berbagai pasar yang ada di Malang. Pada dasarnya saya hampir gak pernah ke pasar, selama saya masak di rumah selalu ditolong oleh sebuah kedai yang bernama ‘Istana Sayur’ di daerah Tlogomas, Malang. Ya karena dekat, ngapain harus jauh-jauh ke pasar lain yang lokasinya cukup jauh.

Akupuntur Sehat Harmoni. Biar badan sehat dan kerja tubuh berjalan harmoni. Halah. Nggak sakit kok. 
Akhirnya permintaan Mas Abi ini gak saya kerjain hahaha. Sampai akhirnya Senin pagi ada janji untuk akupuntur dan Ibu sekaligus mau belanja ke Pasar Oro-oro Dowo. Ingat permintaan artikel tersebut, saya bawa kamera deh. (Iya akupuntur, yang pakai jarum kecil-kecil itu lho, ya maklum tiap hari ngetik dengan posisi yang kadang-kadang kurang bener, biar nyeri di punggung nggak mengganggu kegiatan ya akupuntur deh).


Terakhir saya ke Pasar Oro-oro Dowo, lantainya masih paving tapi cukup bersih, kemarin semuanya udah lebih bersih, rapi dan lantainya menggunakan ubin. Pasar ini memang dari dulu jadi pasar percontohan yang memang menomor satukan kebersihan. Kalau menurut saya emang cukup mudah sih merenovasi pasar ini, karena pasarnya kecil, kalau udah ke Pasar Karangploso, Pasar Dinoyo (dulu banget) atau Pasar Besar pasti lebih susah.

Pasar Oro-oro Dowo ini punya beberapa prinsip yang dimiliki pedagang pasarnya, lho (sumber dari media lain). Prinsip tersebut adalah: Pertama, soal kebersihan pasar, lalu kualitas barang dagangan, dan tata krama atau sopan santun pedagang saat melayani pembeli. Kalau detail, di depan sendiri, di sebelah tulisan 'Pasar Oro-oro Dowo' ada tulisan 'Pasar Rakyat, Bersih, Segar dan Terpercaya'.

Pasar rasa mall kali yaaa...
Soal sejarah sendiri, Pasar Oro-oro Dowo ini merupakan pasar yang pertama kali dibangun oleh kolonial Belanda bersamaan dengan Pasar Bunulrejo dan Pasar Kebalen pada 1932. Sedangkan Pasar Pecinan atau Pasar Besar itu emang udah dari dulu ada, kolonial Belanda cuma renovasi. Banyak juga para backpacker yang mampir ke sini untuk melihat bangunan pasar bersejarah ini, tapi sekarang berubah total sih. 

Begitu lah sekelumit cerita dari Pasar Oro-oro Dowo, saya pribadi sejak kerja di ngalam.co jadi makin kenal sama Malang yang merupakan tempat kelahiran saya. Bertahan di Malang juga karena pingin kenal lebih dalam sama Malang, ternyata diwujudkan dengan ditawarin kerja di ngalam.co. Alhamdulillah.

Nah, selanjutnya, yuk lihat-lihat lebih dalam lagi suasana Pasar Oro-oro Dowo di Jalan Guntur 20 Malang (Lokasinya di depan BVGIL Gelato, eskrim yang laziz sekali, so yummy).


Lapo to nduuuuuk, pikiran Ibu satu ini.
Ada pengalaman menggelitik ketika main ke pasar ini. Ibu-ibu dan bapak-bapak pedagang heboh gitu ngelihat orang pegang kamera. Ibu penjual ikan yang saya foto di atas ini karena ada mas-mas tiba-tiba agak teriak gitu bilang ke saya, “Ini lho Mbak di foto.” Saya respon aja, “Ooooh iya-iya, di foto ya.”

Gede sekaleeee tempenyaaaa.
Atau Bapak penjual tempe satu ini, ceria dan narsis sekali. Pak Sanusi, sukses ya jualan tempenya, kapan-kapan ke sana beli tempenya deh, buat oseng-oseng tempe atau tempe penyet.

1, 2, 3 cekreeek.
Ibu ini juga, sebenernya sadar kamera dan nggak sama sekali saya minta sadar kamera. Setelah saya ngacir, saya sempet denger percakapan Ibu ini dengan temannya. Katanya bingung mau senyum apa nggak, hahahaha senyum aja kali, Bu.

Ayo nduuuk, dibeli kuenya.
Ada juga di bagian penjual bumbu-bumbu gitu, saya nggak tau kalau Ibunya bercadar, saya foto aja. Terus Ibunya bilang, “Tolong saya jangan difoto ya.” Waduh. Saya iyakan dan minta maaf lalu ngacir. Ya ada kepercayaan, kalau sebaiknya kita tidak difoto, entah karena mengurangi umur, saya kurang paham sih, bagi kamu yang tau, kasih tau di kolom komentar di bawah, ya. Terus sempet juga ketemu Bu Dewi, guru matematika yang waktu SMA dulu selalu gemes sama saya karena hobi tidur hahaha.

Kamu mau buah apa? Di sini ada.
Seru sih, kapan-kapan bisa lah sekadar hunting untuk nulis di ngalam.co dan di sini untuk share cerita dan semoga aja berguna buat temen-temen yang lagi butuh foto atau pingin tau suasana pasar di Malang. Buat yang muda dan di Malang nih, biasanya males ya belanja ke pasar, entah rumit atau kotor. Latihan aja dulu ke pasar ini, kalau udah berani, bisa tuh main ke pasar tradisional. Untuk lihat foto yang lebih lengkap, bisa baca tulisan saya di ngalam.co: Potret Oro-oro Dowo yang Semakin Nyaman.


Segitu dulu cerita kali ini, yah! Tunggu cerita nyobain OTW Foodstreet-nya Malang dan main ke Pasar Parkiran di Batu. Abis lebaran semoga bisa mampir ke event, ya! Hampir lebaran nih, kalau Mega ada salah, nggak balas komentar, jarang blogwalking, atau salah sebut di post (atau kesalahan yang lain) mohon dimaafkan ya teman-teman. Sampai jumpa di post selanjutnya.