Sebagai anak rumahan, sebenernya nggak selalu suka di rumah terus,
di Malang terus. Rasanya main keluar kota atau sekadar main ke alam bakal enak
banget deh. Ngilang di daerah baru selalu menyenangkan. Tapi ya gitu, ada
banyak hal yang selalu menjadi prioritas utama dan nggak bisa ditinggalin gitu
aja.
Terdengar aneh, tapi saya selalu melakukan ini ketika stres, semoga ada yang seperti saya hahaha. Daripada pusing lihat to-do-list di belakang, mending cari tiket murah hihi.
Sekalinya mau keluar jauh atau keluar kota banyak banget
pantangannya, padahal pengalaman kemarin ke Depok tuh bener-bener relaxing banget.
Bisa lupa beberapa rutinitas dan total main di sana. Banyaknya halangan untuk
main keluar bikin cuma bisa scrolling aplikasi macamTraveloka
setiap hari, seriusan deh. Tiap galau dan stres, selalu buka Traveloka buat
cari tiket, lihat-lihat hotel di luar kota. Meski kebiasaan aneh ini terlihat
menyedihkan karena cuma bisa lihat-lihat, tapi bisa lah jadi obat hati.
Dan.. saya pernah beneran pesan hotel cuma buat kabur rutinitas.
Setelah ragu karena buang-buang uang, saya rasa kenapa enggak melakukan hal
gila sekali aja dan gak ada yang tahu (saat itu). Saya emang gak check
in di segala media sosial, ya tau lah kalau ke hotel pasti anggapannya
aneh-aneh kan? Tapi hari itu mentok, saya banyak kerjaan dan berbagai problem,
ngelakuin hal nekat sekali gak masalah lah ya.
Biar di masa depan ketawa dan bilang ke diri sendiri, “Waktu muda
dulu.. gua bego ya ternyata.” Buat kabur kemarin jauh-jauh lah dari balesin chat temen-temen,
nggak ngabarin siapa pun, fokus ke kerjaan dan leha-leha di kasur. Ya.. meski
sendirian sih.
Kan udah nih ke hotel cuma buat nulis doang.. next time bakal
coba naik kereta dari Malang-Surabaya terus balik lagi Surabaya-Malang cuma
buat nulis doang. Ada teman saya yang gitu, katanya seru dan bakal jadi experience baru. Januari
insyaAllah bakal ke Jogja, semoga nggak wacana, doain ajah, Sophia Mega butuh
tersesat di kota orang nih.
Hal-hal yang bikin saya nagih buat ke hotel (dan pesawat) karena experience ke
Arab kemarin. Makanan di pesawat enak-enak, pun dengan di hotel yang ada di
Madinah. Kalau kebanyakan orang bilang makanan di pesawat itu nggak enak, saya
malah sebaliknya, kangen malah! Apalagi di hotel Madinah yang bener-bener mulai
dari makanan pembuka, main course sampai penutupnya super
lezat.
Ada beberapa hotel di Indonesia sih yang sepertinya keren untuk
dikunjungi, ya.. hasil scrolling di Traveloka sih. Ya kali
dari lihat-lihat jadi beneran ke sana. Buat kalian yang mau ke Jakarta dan
menikmati fasilitas keren boleh nih, The Sultan Hotel Residence
Jakarta.
Hotel daerah Senayan, Jakarta Selatan ini ternyata termasuk 5
hotel termahal di Jakarta. Gila gila gila. Ya gimana enggak, luasnya aja 3,2 hektar,
emang banyak banget lapangan golf di sana. Kelas banget lah. Kalau dari atas
gini deh:
Dari segi tempat emang oke banget, apalagi lokasinya yang gak jauh dari tiga bandara terkenal yaitu Halim Perdana Kusuma Airport, Pondok Cabe Airport dan Soekarno-Hatta International Airport. (Foto:sultan-hotel-jakarta.booked.net)
Masih muda, jangan bilang enggak mungkin ke sana dooooong! Banyak
kemungkinan untuk bisa menikmati yang ena-ena hahaha. Hidup boleh sederhana,
tidak mencintai hal-hal duniawi, tapi nggak masalah untuk sekali dua kali
doooong. Yang bikin ngiler buat ke sana sih.. kulinernya.
Nyam, nyam, nyam. Jalan-jalan cari makan harus doooong. Foto: panorama-magz.com
The Sultan Hotel Residence Jakarta atau sering juag disebut Hotel
Sultan Jakarta sering bikin festival kuliner. Seperti namanya yang khas dengan
unsur ‘sultan’-nya, hotel ini emang mengusung konsep nusantara yang cukup kuat.
Festivalnya juga macam-macam, mulai dari ‘Festival Kuliner dan Kebudayaan Bali’
atau sempat juga ada Thai Food Festival yang dibuat untuk mempererat hubungan
Indonesia dengan Thailand dalam rasa.
Makan dengan suasana macam gini... wadaw nikmat. Foto: traveloka.com
Festival kuliner di hotel bintang lima ya jelas lah ya.. pasti
sedap. Apalagi ada unsur kebudayaan yang mungkin enggak ada di hotel lainnya,
di Malang pun masih belum ada hotel yang bikin festival kuliner semacam ini. Bahkan
Ramadan kemarin The Sultan Hotel Residence Jakarta ini juga menyediakan kuliner
khas Betawi dengan tagline ‘Nostalgia
in Batavia’.
Emang seru-seru sih hotel di Jakarta, apalagi yang macam The
Sultan Hotel Residence Jakarta. Tapi banyak lagi kota lain yang punya hotel
seru, hotel lainnya di Bali, Jakarta, Jogjakarta, pun Malang punya potensinya
masing-masing. Kalau di Malang sih pengin banget Paddy City Resort dan banyak
lagi lainnya, kalau kamu ada nggak hotel yang pengin didatangi? Share di kolom komentar ya!
Updates: coffee shop ini sudah tutup permanen. Ngomongin kedai kopi di Malang pasti nggak ada selesainya, banyak banget. Mulai dari yan...
Ngomongin kedai kopi di Malang
pasti nggak ada selesainya, banyak banget. Mulai dari yang warung kopi alias
warkop sampai kafe dengan suasana yang oke. Salah satunya ada Coffee Kayoe.
Kedai kopi satu ini cukup bikin saya penasaran karena Mas Yuwono di akun
@yowonooktav sering upload foto dengan lokasi Coffee Kayoe.
Namun rasa penasaran saya tetap
sering terkalahkan mager dan males milih menu yang baru. Sampai pada akhirnya
saya mau meeting sama Mbak Ardien
dari kapankamunikah.com, Mbak Ardien ngajakin ke kafe Kongkow. Saya baca itu
waktu bangun tidur dan langsung bales iya aja, begonya, saya naik motor dan
berhenti di Coffee Kayoe lalu memilih tempat duduk.
Waktu mau ngabarin Mbak Ardien,
saya ngerasa ada yang salah dan BARU SADAR KALAU TERNYATA LOKASINYA BUKAN DI
COFFEE KAYOE. Kadang-kadang saya emang parah kalau soal ngelindur begini, saya
langsung bilang ke mas-mas di Coffee Kayoe, “Maaf ya mas ternyata salah tempat.”
Saya langsung pulang, tapi
nyasar kali itu bukan berarti nggak membuahkan hasil. Setidaknya saya jadi tau
kalau Coffee Kayoe ternyata mungil dan nyaman.
Lokasi yang menurut saya
nyaman, akhirnya membuat saya memutuskan untuk pertemuan perdana tim
kapankamunikah.com di Coffee Kayoe saja. Di sana lah saya jadi ketemu Mbak
Intan yang baik banget, pernah saya ceritain di post Richdjoe Barbershop, terus
ketemu Mas Yuwono dan masih banyak lagi. Momen meeting perdana itu lah akhirnya saya cobain menu-menunya.
Coffee Kayoe ini memang
pemiliknya sama dengan Richdjoe Barbershop. Bahkan karakter yang dibangun
sama, kalau di Instagramnya pasti baca bio yang ada tulisan ‘Let’s explore our
Rich Cup of Coffee’ masih ada unsur-unsur ‘rich’nya seperti Richdjoe
Barbershop. Kedai kopi ini juga terkenal dengan hashtag #marimengopi-nya.
Sebenernya nggak susah buat
nemuin Coffee Kayoe, lokasinya dekat kamus Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, di sisi kirinya ada Richdjoe Barbershop, nah di lantai satu kan barbershop, Coffee Kayoe berada di
lantai duanya. Tempatnya mungil, warm (seperti
suasana kedai kopi yang selalu saya suka karena memberi kenyamanan sendiri buat
saya), ada kursi empuknya, ada colokan, Wi Fi dan tim yang asik di dalamnya.
Kalau dari suasana dekorasi,
meski mungil, tetep nyaman untuk me time atau
sekadar mengerjakan tugas atau baca buku. Mulai dari siang sampai malem oke kok, kalau emang
menghindari keramaian di dalam kedai, bisa ke daerah outdoor-nya yang lebih nyaman kena angin sepoi-sepoi.
Menu kedua yang saya coba, di
hari lain tentu saja, ada Morochino, sebenernya saya kurang paham sih dengan
kopi ini. Lagi-lagi saya pesan karena namanya unik, kalau menurut saya sih ini
kopi dengan perpaduan sirup yang ternyata adalah sirup hazelnut. Sesudah itu dilanjut
pesan Ice Banana Tea yang rasanya cukup lucu hahaha, lucu aja ada teh rasa
pisang.
Kebetulan saya emang suka
olahan pisang, mulai dari kripik, milkshake, dan lain-lain. Jadi meski di dunia
ini nggak ada kopi, seenggaknya masih ada Banana Milkshake pun nggak masalah.
Atau ada Es Degan dan Es Teh campur madu dan lemon saya udah cukup senang hidup
di bumi ini hehehehe.
Hari itu ada Arif yang
nyamperin saya ke Coffee Kayoe, seperti biasa, dia pesan kopi Vietnam. Setahu
saya nih, beberapa kali pesan Vietnam, biji kopinya selalu blend berdasarkan kafenya sendiri-sendiri. Berbeda dengan Coffee
Kayoe yang menawarkan memilih biji kopi apa, kebetulan saya lupa tuh milihin
Arif biji kopi apa, tapi karena susu yang (buat saya) terlalu banyak untuk
ukuran Vietnam Coffee jatuhnya jadi manis banget.
Sebagai yang bukan penggemar minuman
yang manis-manis banget, saya kurang cocok sama Vietnam Coffee-nya. Pun dengan
Arif, dia kan kemana-mana kalau ngopi pasti andalannya si Vietnam, jadi udah
tau yang kayak gimana yang cocok. Tapi kalau kamu suka yang manis, bisa jadi
cocok tuh sama Vietnam Coffee-nya Coffee Kayoe. Kalau buat saya, soal enak dan
gak enak itu nggak bisa dipaksain sih, sering kali lebih ke soal cocok dan
nggak cocok.
Beberapa minggu yang lalu nih,
saya diajakin lagi sama Mbak Intan untuk datang ke perayaan ulang tahun Coffee
Kayoe. Jadi mereka udah satu tahun dan lagi launching menu-menu barunya
seperti steak dan Uniqornya. Di hari itu lah saya mencoba salah satu menu
andalan atau signature-nya dari
Coffee Kayoe yang paling terkenal, Citruspresso! Ya... meski Citruspresso bukan menu baru.. tapi saya belum cobain.
Udah lama banget pengin nyobain
ini nih! Bahkan sampai Mas Yuwono bilang, “Lho kamu belum nyoba Citruspresso,
Meg?” Akhirnya pesen dong dan menakjubkannya adalah.. enak banget! Citruspresso
adalah perpaduan antara kopi Americano, soda dan lemon.
Mumpung ngopi sama yang
ngeracik minuman ini nih, Mas Yuwono jelasin banyak. Kan si Citruspresso adalah coldbrew alias kopi dingin, dengan
perpaduan soda dan lemon yang bikin rasanya enak banget, orang sering lupa
kalau ini ‘tetep kopi’ saking kuatnya perpaduan soda dan lemon yang seru dan enak rasanya. Alhasil sangat bisa buat mereka pesan 2-3 gelas, terus
tiba-tiba susah tidur.
Terus Mas Yuwono juga jelasin
kalau coldrew itu lebih enak dari kopi Robusta, saya pun setuju karena sempat memesan coldbrew yang Americano dan saya nggak suka. Terus disaranin harus nyoba di Ini Kopi
Malang sampe bilang, “Lho sebagai penikmat kopi kamu harus ke sana, Meg.” Siap
Mas, nanti kalau ada waktu atau ada yang ngajakin pasti ke sana. Yang jelas,
saya impress banget sih sama rasa
Citruspresso yang unik ini. Bisa bayangin nggak kopi campur lemon? Ternyata
enak banget lho! Buat kalian yang nggak suka kopi bahkan sangat bisa untuk
suka. Ke sini deh!
Setelah nyobain si Citruspresso
yang bakal bikin saya akan kembali lagi di Coffee Kayoe, kami motret-motret
menu baru dan tentu aja makan-makan dong. Ketemu banyak teman
baru dari berbagai media. Dari sekian menu baru, yang saya suka adalah Uniqorn!
Minuman berbahan dasar pop corn yang nggak terlalu manis dan ada
gurih-gurihnya, jadi buat saya pas lah. Nih si Uniqorn,
Kalau menu-menu lainnya, coba
lihat video Voodies Malang ini deh!
Soal makanan yang recommended di sini, Caribean Pizzanya
oke juga dinikmati sambil ngopi. Kalau harga buat saya harga standar kafe sih,
tapi nggak semahal itu. Pas di kantong mahasiswa yang lagi pengin ngafe lah,
seenggaknya ketika keluar kafe nggak berasa dirampok karena mahal banget.
Cappuccino Rp18.000 sedangkan Citruspressonya Rp23.000 kalau mau nyemil ada yang namanya Gandhi Snack yang
isinya sepiring besar ada brokoli, onion ring, jamur dan kentang seharga
Rp20.000. Untuk harga lebih lengkapnya bisa diakses di coffeekayoe.com, duh
jatuh cinta deh sama layout webnya,
cakep!
Tiap minggunya Coffee Kayoe
juga ngadain kelas yang namanya ‘Coffee Inspiration’, kebetulan saya kemarin
dateng di kelas Public Relations yang diisi oleh Mbak Andin, PR dari Ubud
Cottage Malang. Kepoin aja akun Instagramnya di @coffeekayoe untuk info
terbaru.
Nah, kalau kamu mau ke Coffee
Kayoe dengan harga diskon, saya punya 5 voucher diskon 10% cuma-cuma untuk
kalian lho! Lengkapnya cek di Instagram saya yah. Nanti bisa lah ngopi diskonan
di Coffee Kayoe hehehe, buka setiap hari kok kecuali hari Selasa mulai pukul 10
pagi sampai 11 malam. Kalau mau ke sana, ajak saya aja boleh, yakali bisa ngopi
bareng!
Bisa foto ala-ala piknik meskipun belum kenal nama. Salah satu hal challenging dari WWIM 14 hari kedua, belum kenal tapi harus kerja tim b...
Bisa foto ala-ala piknik meskipun belum kenal nama. Salah satu hal challenging dari WWIM 14 hari kedua, belum kenal tapi harus kerja tim buat dapetin foto yang oke.
Media sosial
emang bener-bener punya ‘power’ luar
biasa yang berdampak ke berbagai aspek kehidupan, mulai dari bisnis, salah satu
tempat paling oke untuk personal branding
(bahkan pencitraan) dan memajang hasil karya kita di sana. Dari sekian
media sosial yang ada, Instagram menurut saya yang paling oke untuk tiga hal
tersebut.
Asiknya lagi,
ada acara keren untuk pengguna Instagram yang bernama World Wide InstaMeet. Mulai dari Mojokerto, Malang, bahkan Borneo dan masih banyak lagi. Sepertinya persebaran pengguna Instagram lebih merata ke seluruh
Indonesia dibandingkan pembangunan infrastruktur Indonesia ya? :’) *apasih, berat berat berat*
Meskipun begitu cinta dengan blog, tapi nggak membuat saya nggak pengin ketemu dengan
pengguna Instagram di Malang dooooong. Bahkan pengin banget! Lagian
bagi blogger yang niche-nya macam
saya, skill memotret juga penting, karena foto pendukung tulisan banget,
waktunya belajar lagi nih!
World Wide
InstaMeet 14 kali ini diselenggarakan pada 17-18 September 2016 di Ubud
Cottage Malang. Kalau temen-temen
ngikutin Instagram saya, ada banyak yang tanya, “Lho di Bali, Meg?” Enggak kok.
Iya sih di Ubud, tapi Ubudnya di Malang, alias Ubud Cottage Malang. Sebuah hotel di
Malang yang suasananya Bali banget.
Dulu, World Wide
Instameet Malang 13, saya udah pengin banget tuh dateng. Tapi sungkan.. karena
para instagrammer kan selalu hits.. sedangkan
saya mah apa. Ternyata ketika datang ke Ubud Cottage Hotel, semuanya welcome
dan menyenangkan.
Hari pertama, ada materi dari Mas Alexetiawan (@alexetiawan_), karakternya kuat di gaya flat lay dan gadget. Ada beberapa materi dan tips yang dibagikan, di antaranya yang udah saya catet:
Pertama, untuk motret ada tiga hal yang penting:
1) Mata, di mana kita peka dengan, "Wah asik nih di foto."
2) Taste, ini penting ketika kita menata foto flat lay. Seperti peka terhadap yang kurang rapi, shape-nya harus kayak gimana, dsb. Pasti kerasa deh nggak gampang buat nata foto flat lay, dan semua itu emang perlu dilatih dengan sering-sering motret. Dengan sering-sering berlatih, 'taste' itu bakal kebentuk pelan-pelan.
3) Gali karakter, nggak semua orang bakal cocok dengan gaya flat lay, atau nggak semua orang punya ketertarikan dengan memotret makanan. Kalau saya sih, yang saya foto emang random karena pada dasarnya saya 'pencerita apapun', yah jadi selamat menikmati cerita-cerita saya yah hwhwhw.
Kedua, ada beberapa jam yang cahayanya oke untuk motret. Pagi sekitar pukul 5.30 atau 06.00, siang pukul 14.00 atau sore pukul 16.00.
Materi selanjutnya disampaikan Mas Akbar Umara alias @doyoke alias admin @malangfoodies di Instagram. Dengerin sejarah @malangkuliner (di Twitter), gimana cerita awalnya, gimana akhirnya Mas Doy bisa belajar memotret makanan, bisa dibilang perjalanan yang nggak sebentar dan nggak mudah juga.
Sebenernya saya udah nerima materi dari Mas Doy di Diskusi Boleh-nya DW Coffee. Nggak jauh beda sih, tapi di sini saya belajar lebih soal proses, bahwa Mas Doy dulu juga motret pake HP. Ada beberapa tips yang diberikan Mas Doy untuk memotret menggunakan HP, yaitu:
1) Pahami kelebihan, kekurangan dan kemampuan HP. Agar kita bisa explore lebih luas, misalnya nih ternyata HP kita bisa lho digunakan fokus yang tajam dalam kondisi cahaya yang seperti apa.
2) Angle paling aman adalah eye-level dan bird-level alias flat lay karena lensa kamera HP yang memang luas.
Hari pertama diakhiri dengan memotret menu-menu di Ubud, sayang sekali daku tidak menang. Tapi lumayan lah dapet voucher karena ikut WWIM 14 dan dapet lagi karena tanya. Asyik! Anyway, sebelum motret kita ada Coffee Break, dan kopi di Ubud menurut saya oke banget, dengan suasana Bali jadi makin syahdu!
Kelompok Magenta, dijual dijuaaal kameranya. Murah, muraaaah. Tebak saya yang mana?
Nggak kalah asyik di hari kedua, karena temanya Pique Nique alias piknik. Meski telat karena asik liputan di acara Kadin Jatim (tungguin tulisannya ya), nggak bikin hari kedua membosankan dong. Di hari pertama kan udah dapet stiker WWIM yang warnanya beda-beda, nah setiap warna yang sama menjadi satu kelompok untuk memotret di lima spot yang udah disediakan.
Susah-susah gampang, karena kita belum kenal, jadi awalnya agak canggung motret sendiri-sendiri, sampe akhirnya udah ada yang ikhlas jadi talent dan kasih ide mau motret apa. Saya cuma bagian nata-nata barangnya biar lebih oke aja hahahaha.
Spot pertama,
Spot pertama yang kita tempati bertemakan anak-anak, hari itu matahari lagi terik-teriknya, alhasil hasil foto emang nggak jadi oke. Nggak ngerti lagi musti digimanain dan cari akal kayak gimana lagi. Akhirnya saya cuma bisa motret sekenanya dan berharap ada yang bagus.
Spot kedua,
Nggak kalah susahnya sih spot yang kedua, penginnya mau kelihatan tenda segitiganya, tapi apalah daya saya nggak punya ide. "Mau motret kayak gimana nih?" pertanyaan tersebut berputar-putar di kepala sampe keringetan karena matahari lagi panaaas banget. Akhirnya saya ambil aman aja dengan bird-level seperti foto di atas.
Spot ketiga,
Spot ketiga lumayan oke karena kita pindahin semua perlengkapannya ke lokasi dengan cahaya yang lebih bersahabat. Selain itu juga foto ala-ala piknik gitu kayak foto di bawah ini:
Spot keempat,
Sebenernya suka bangeeeet sama konsep logo Instagram dengan susunan kue, tapi saya nggak peka kalau ada yang kurang rapi. Jadi hasilnya ya kurang sempurna. Di spot ini udah mulai lelah buat motret.
Spot kelima,
Terakhir! Banyak
yang udah ogah-ogahan motret karena capek. Meski capek, kita motret di WWIM 14
Malang Foodies asiknya bukan sekadar latihan aja lho, tapi ada pemenang yang mendapatkan
berbagai macam hadiah seperti strap kamera, voucher gratisan lagi dan masih
banyak lagi.
Tema
kali ini ‘Malang Foodies’ enggak lengkap kalau nggak makan-makan, akhirnya kita
menikmati makanan yang tadi kita foto, iya tapi semuanya udah dingin. Seperti
Mas Doy bilang, “Ya motret makanan gini pasti makan makanan dingin, jadi kalau
ditanyain enak atau gak enak, bingung mau jawab apa.”
Di balik foto
makanan yang cakep, ada perjuangan di baliknya, ada rasa rela makan makanan
yang sudah dingin. Tapi seenggaknya, dari memotret makanan jadi punya banyak
teman! Kalau di kota tempat tinggal kalian sekarang ada WWIM, sangat wajib deh buat ikutan, nggak
nyesel! Thank you Instagram sudah mempertemukan kami! Meskipun semakin ke sini kamu semakin menyebalkan, setidaknya aku jadi banyak bertemu dengan orang baru. :)
Dokumen pribadi. “Meg, apa bisa bantu UMM buat nge- handle sosmed saat Pesmaba besok? UMM sedang membentuk tim media untuk persiapan P...
“Meg,
apa bisa bantu UMM buat nge-handle
sosmed saat Pesmaba besok? UMM sedang membentuk tim media untuk persiapan
Pesmaba, tujuannya yah biar jadi viral di sosmed selama Pesmaba berlangsung.”
Begitu isi pesan yang
sebenarnya saya tidak terlalu kenal pengirimnya siapa, yang saya tahu akun ‘Maharina
Novi’ adalah kakak tingkat dan kami ada dalam satu grup yang sama: Eskalator. Eskalator
sendiri adalah Public Relations club gitu di kampus saya, UMM (Universitas Muhammadiyah
Malang). Ketidaktahuan itu bikin saya sering salah manggil ‘Mbak Rina’ jadi ‘Mbak
Rani’.
Tanpa berpikir panjang, saya
langsung iyakan saja. Awalnya saya kira akan ada tim khusus, tapi saya salah,
ternyata cuma sendirian aja (yang lain ngurusin film, liputan, press release, dan masih banyak lagi).
Sendiri ngurus sosmed official kampus
mulai dari Facebook, Twitter dan Instagram dengan goal besar: jadi trending
topic dan viral.
Deg-degan iya, tegang iya.
Ngadmin sebenarnya bukan sesuatu hal yang spesial, tapi ketika diminta bikin
konten (dan benar-benar dibebaskan), diminta desain padahal sebenernya saya gak
jago desain (desain-desain Pesmaba alias ospeknya UMM kemarin tuh satu desain
satu jam kali ya), sedangkan akunnya adalah akun official kampus yang bawa nama baik kampus… pusing juga.
Di balik foto tersenyum maksa ini adalah terburu-buru menentukan foto terbaik, terkeren dan terunik. Sambil sarapan di kantor Humas UMM. Sambil cepet-cepet foto biar gak ketahuan Mas Mbak Humas wkwkwk.
Langkah
Pertama.
Beberapa langkah pertama yang
saya lakukan kira-kira: 1) Menentukan konten ini untuk siapa, 2) Siapa
followers akun tersebut, 3) Narasi untuk caption
harus dengan bahasa seperti apa, 4) Ingat ini bukan akun personal!
Saya rasa empat hal ini penting
dilakukan, karena ‘konsep bagus, konten asik’ itu
bergantung dengan siapa followers atau market mana yang mau dicapai.
Eh desclaimer, saya bukan ahli ya
hahaha, tapi emang lagi belajar media sosial, belajar dari mengamati, baca-baca
dan learning by doing. Mungkin
tulisan ini cocok buat yang sama sekali enggak ngerti how-to manage social media. Tapi kalau saya salah, please tell meeeh.
Selama ngadmin @kapankamunikah
di Twitter, saya lebih sering bikin konten buat cewek semacam, “Dear girls, mau masak apa nih hari ini?
Jangan lupa belajar memasak sesederhana apa pun itu blablablabla.” Tapi
setelah saya coba lihat insight-nya,
ternyata kebanyakan yang follow, yang aktif mengikuti akun yang followers cuma 140-an itu cowok. Berarti
yang lebih tertarik dengan akun ini cowok. Pantes nggak ada yang retweet,
ketika akhirnya lebih sering lempar konten buat cowok, responnya pun lebih
banyak (padahal cuma satu retweet). Hahaha, tapi satu retweet dengan followers
segitu tuh susah taw gaaak? :(
Tentukan bahasajuga penting. Kita nggak bisa maksain konsep bahasa
yang interaktif itu berarti menyenangkan dan penuh emotikon, nggak bisa. Lihat
dulu, ini akun apa, untuk siapa, umur berapa yang mengikuti.
Kecuali itu akun alay yang membahas
cinta-cintaan, sangat boleh bikin caption, “HALAW SEMUWANYA! Semangat pagi ya
kayak semangatmu mengejar cintanya :D.” Bahkan, saya diajari sama Mbak Icha,
owner Armata Aquatic, bahwa seharusnya media sosial itu menghindari emotikon.
Sederhananya di tahap pertama,
kita bukan menerapkan ‘kayaknya asik gini nih, feeling gua bilang gini nih’ tapi ‘hasil riset
gimana, lalu apa yang cocok dilakukan sesuai hasil riset tersebut’. Riset
itu nggak seseram itu kok, riset itu artikan saja: sering-sering kepo soal 1)
kalau orang kayak gini cocoknya bikin konten apa? 2) Market kayak gini sering
main sosmed jam berapa ya?, dll.
Penting juga untuk memberi
pengertian pada diri soal: ini bukan akun personal!Biasanya
ini dialami para newbie dan saya pernah melakukan kesalahan ini. Saya belajar
media sosial sejak kerja di KabarMLG kelas 3 SMA lalu, saya sempat agak ngawur
ngadminnya dan terlalu personal yakni menyapa dan ngobrol dengan akun partner
tapi berlebihan.
Menyapa akun partner penting untuk
menjaga engagement community, halah
ngomong apa sih kamu Meg, ya gitu pokoknya, tapi kalau berlebihan ya malah
nggak baik. Tapi setidaknya kengawuran
itu buat saya belajar, meski harus diingatkan dulu sama Mas director-nya. Salah ketika baru belajar itu bagus, tapi jangan ngeyel kalau udah
salah, kapan belajarnya?
Sebelum ngadmin, foto dulu pake Go Pro pinjaman Arif.
Langkah Kedua.
Waktunya bikin konten,
kesalahan saya selama ditugaskan manage media
sosial UMM adalah: terlalu fokus dengan Instagram dan Twitter lalu lupa
Facebook hwehehe, maafkan daku Humas UMM.
Bikin konten juga nggak asal bikin,
sama kayak langkah pertama, jangan pake ‘feeling
dan kayaknya’. Tapi pake metode cold-to-warm, ini saya pelajari di kelas
Denny Santoso.
Sebelum paham cold-to-warm itu
gimana, simak kasus di bawah ini (tulisan ini udah kayak soal ulangan yah).
Ibarat cowok lagi deketin cewek
dia langsung bilang, “Yuk jadi pacar aku! (Bapak) Aku punya uang banyak nih.”
Pasti cewek yang waras akan merasa terganggu, belum kenal eh udah nyamber, pede
banget lagi.
Beda dengan cowok yang
pelan-pelan deketin, sampaikan pemikiran dengan ngobrol day-by-day, saling cerita kehidupan sehari-hari, dengan ngerti
karakter si cowok, seenggaknya si cewek akan mempertimbangkan terlebih dahulu.
(Eh tapi kalau ada cowok yang tiba-tiba ngelamar ke orang tua gimana Meg? Beda
kasus, jangan bandingkan dulu, ini hanya untuk memahamkan teori cold-to-warm ya).
Kasus pertama itu ibarat gelas
kaca yang abis dikasih air es dingin terus dikasih air panas, selain bisa
kaget, jadinya malah pecah. Jadi prosesnya dari yang dingin alias nggak tau
apa-apa, mengenalkan diri pelan-pelan (kalau di media sosial beri konten
edukasi—produk kita untuk apa, kalau jualan jilbab ya jilbab itu lebih keren
kalau pake pakaian yang gimana, dll), ketika udah hangat nih alias udah kenal siapa
kita, dirasa sudah tepat timing-nya,
ya tanya mau gak dipacarin?
Jadi selama ini kalian belajar
pendekatan itu sama aja belajar jualan kok hahaha.
(Hasil flashmob Pesmaba UMM 2016 nih)
Kembali lagi dengan konten media
sosial, khususnya untuk Pesmaba, jelas nggak tiba-tiba saya bikin konten, “Selamat
hari pertama Pesmaba ya!” Perlu konten edukasi, pasti para Maba akan berpikir
ulang untuk nge-follow sebuah akun, “Buat apa saya ngefollow akun ini kalau cuma
dikasih semangat?” Beberapa hari sebelum Pesmab, bikin konten edukasi dulu (info-info yang dibutuhkan Maba dengan visual menarik) seperti hasil flashmob di Pesmaba tahun lalu dan yang
paling viral adalah: pakaian yang
harus digunakan di hari pertama Pesmaba.
Pakaian hari pertama Pesmaba.
Talent
foto di atas
adalah mahasiswa baru, karena dengan ‘ada temannya yang masuk akun official’
teman-temannya yang ngefollow pasti bakal rame di grup dan berkemungkinan besar
ikut nge-follow. Yang lebih penting
lagi, meningkatkan conversation
seperti: “Wih ini @blablabla ya?” “Hits rek @blablabla.”
Kancingnya itu lho :(
Alhamdulillah, meskipun foto
yang cowok jasnya kurang dikancing satu karena saya yang motret kurang teliti,
responnya baik. Bahkan di-repost oleh
beberapa media yang lebih besar. Di-repost oleh Mahasiswa Malang, beberapa akun BEM dan lain-lain. Makasih
banyak, khususnya Mas Yoga dari MHSMLG yang selalu support tanpa diminta, pun ke @kapankamunikah gitu.
Behind the scene bersama Maba yang gemash, udah jadi talent foto, si Lely (cewek) jadi talent film Pesmaba tahun ini juga. Gila gila gila, sukses ya Lel!
Ada yang penting juga dalam
konten sosmed, jangan lupa CALL-TO-ACTION-nya, tujuan utamanya
untuk meningkatkan engagement.
Ini saya diajari Mas Nasrul waktu lagi ngobrol santai dengan tim External
Relation Kelas Inspirasi Malang 4. Mas Nasrul bilang, “Sering kali kita bikin
konten bagus terus lupa call-to-actionnya.
Setiap caption nggak jarang kan nemu ada yang ‘Tag temen kalian’ atau ‘Like
kalau kamu sayang Ibu’ dan lain sebagainya.”
Saya jadi punya pemahaman baru
tentang budaya, “Like kalau kamu sayang
ibu, lewati kalau enggak.” Sebenernya nggak masuk akal, rasa sayang ke Ibu
diukur oleh sebuah like. Tapi ya ini cara jualan hahahaha. Pada akhirnya ketika
ada call-to-action-nya, conversation dan engagement-nyameningkat,
orang nggak selesai dengan baca konten yang bagus, selain likers-nya jadi banyak, komentarnya juga dan yang pasti konsumen
atau target market jadi dekat dengan media tersebut.
Sebenernya followers banyak tuh percuma ketika like dan komentarnya kurang. Mas Nasrul juga bilang, “Aku sih gak
terlalu seneng kalau followers atau like banyak (karena caranya dan strateginya
banyak), yang paling penting exit-nya,
ada yang beli produkku nggak?” Itu kalau jualan, berarti kalau konten kampus,
goalnya sederhana kok: bermanfaat dan
tambahan sesuai yang diminta Humas UMM: viral
serta memberi image yang keren.
Ketika sering nangkring di
Humas UMM, saya jadi tau kerumitan menjadi ‘humas’. Mulai dari bikin film
Pesmaba yang punya story (belum di-upload sama mas-masnya nih, masih
editing lagi, jadi maafin yah nggak bisa kasih link di sini), bikin berita
untuk media massa sampai ngurusin para jurnalis ‘bodrex’ yang ceritanya penuh huru hara.
Suasana ruang MCR yang sempat karut-marut karena gensetnya sempat mati, lalu LCDnya nggak nyala dan keruwetan lainnya.
Langkah Ketiga.
Yasudah itu saja, di poin
ketiga saya mau cerita kesannya ngadmin @UMMcampus aja deh. Selebihnya saya
juga perlu belajar, kalian bisa tetep belajar dengan rajin cari tips di
Pinterest.com, lihat media sosial official
(saya suka ikutin Bukalapak sih) dan masih banyak lagi. Meskipun saya nulis
panjang lebar di langkah pertama dan kedua, sebenernya saya punya banyak kesalahan dari yang sepele sampai yang agak parah, tapi cara menanganinya adalah: perbaiki, perbaiki, perbaiki. :'D
Kesempatan ini buat saya pengalaman
yang sangat berharga, bisa praktekkin hasil sharing
dan baca sekali lagi. Lalu, saya jadi tau mekanismenya trending topic. Learning by doing-nya dapet banget. Bisa kenal
pihak Humas UMM dan sempat makan-makan bareng di Baegopa setelah kecewa karena
OTW Foodstreet masih tutup jam 3 sore. Mereka baik-baik kok dan syeru, asal
jangan masuk ke MCR (tempat yang ngatur sound,
LCD, dsbnya), pusing!
Target followers yang dari
8700-an jadi 10K alhamdulillah terwujud dalam lima hari. Makasih ya Lely yang
udah mau direpotin dan Ervina yang paling mau bantu saya soal koar-koar kalau
segala informasi bisa diakses di @UMMCampus. Terima kasih Mas Mbak BEM dan
kepanitiaan Pesmaba yang udah ikut support
hashtag #WeLoveUMM jadi trending
topic, yang nggak bales DM saya.. yaudah saya ikhlasin :(.
Makan-makan di Baegopa.
Pertanyaan yang akan muncul setelah ini mungkin: “Dapet fee nggak, Meg?”
Dari awal saya emang nggak
mempertanyakan soal ini selain di awal emang dimintain tolong, karena pengalaman baru yang lebih penting daripada fee itu sendiri untuk seseorang yang ‘masih
belajar’ kayak saya. Selain itu, beberapa minggu lalu saya diajari soal nggak baik jika standarnya ‘berdasarkan
uang’ terus-terusan.
Malam itu, saya lagi kumpul
dengan kakak kelas saat dulu di MAN 3 Malang. Mas Zain, Mas Haqqi dan Mbak Putri. Kami sharing banyak hal, terus saya sampaikan
keresahan saya kepada mereka.
“Boleh gak sih Mas kalau aku
kesel kalau aku yang selalu diminta hunting
foto di Malang karena ada kamera, yang lainnya ya re-write ajah. Kan liputan juga capek, foto kan juga bisa
diperjualbelikan?”
Dan saya yakin ‘pikiran idealis’
itu akan muncul di banyak benak anak muda.
Mas Zain pun merespon,
“Tapi
seenggaknya dari situ kamu jadi dikenal baik, Meg. Siapa tahu dari hal tersebut
kalau ada kerjaan lain, kamu yang ditawari. Ya gitu sih anak muda sekarang,
udah ngerasa jago terus maunya dibayar.”
Kemudian saya ingat dengan Pak
Jamroji, dosen saya, pernah menyampaikan, “Anak Ilmu Komunikasi tuh nggak
ada yang nggak jago sebenernya, cuma attitude-nya
aja.”
Bener banget, sejago apapun
kita, kalau nggak diimbangi attitude yang
baik seperti: nggak sombong, mau belajar, mau mengaku salah, bisa jaga lisan dan sikap, nggak
pernah merasa puas dalam cari pengalaman dan masih banyak lagi pasti lebih
lebih lebih keren.
Akhirnya saya punya pandangan
lain soal ‘totalitas’ dan ‘passion’.
Pikiran berdasarkan uang juga malah bikin kita egois dan nggak mau belajar
lebih, kalau nggak dibayar ya nggak mau kerja. Nggak jarang karya yang lebih
keren itu dihasilkan oleh orang yang mau terus berkarya meski nggak dibayar,
semuanya dilakukan karena passion.
Tapi, jangan terlalu lama mau
kerja tanpa dibayar ya. Karena itu pasti capek saudara-saudara. Ada
masanya memang perlu diapresiasi dengan pemasukan, sekecil apapun itu. Ada masanya kita perlu menghargai diri sendiri. Tapi
harus tau ukurannya ya, jangan maunya profesional tapi skill seadanya, tapi juga jangan kasih murah kalau seharusnya bisa lebih mahal (tapi inget jangan semua-semuanya patokan uang, tau kondisi, kapan ambil kesempatan yang bagus meski gak dibayar, kapan nggak ambil kesempatan tersebut). Pelan-pelan, mulai dari nggak digaji, sampai digaji sedikit-sedikit hingga jadi praktisi dengan gaji yang profesional.
Yaudah, panjang banget yah
tulisannya? Semoga bisa bermanfaaat buat temen-temen yang lagi manage media
sosial dan bisa punya pandangan baru soal tidak menjadi sombong karena baru
punya skill dan ilmu sedikit terus nggak mau kalau gratisan. Semangat terus belajar dan
berkarya!
Dulu, meme cewek potong rambut lebih mahal dibandingkan cowok begitu viral, kayak meme di bawah ini: Pict from: aureaperfume.com ...
Dulu, meme cewek potong rambut lebih mahal dibandingkan cowok begitu
viral, kayak meme di bawah ini:
Pict from: aureaperfume.com
Maraknya barbershop dengan
harga yang bisa dibilang sama aja dengan harga potong rambut cewek yang bikin
meme itu nggak berlaku lagi. Tetep lebih rumit cewek sih yang perawatannya
banyak, karena punya rambut panjang emang susah (apalagi yang berhijab). Kalau
cewek ada creambath dan
teman-temannya, sekarang cowok juga udah ada Pomade yang harganya bisa dibilang
nggak murah.
Pomade dan minyak seperti produk yang memiliki nama ‘Wak Doyok’ ini juga
mengubah asumsi lama tidak berlaku lagi seperti, “Cewek tuh dandan mulu
kerjaannya.” Karena cowok juga dandan! Dandan itu bukan soal pake bedak kan? Ngerapihin
rambut, ngewarnain rambut, manjangin janggut dan kumis juga termasuk dandan.
Hwhwhwhw.
Bersama Mbak Intan <3
Anyway, kemarin tuh saya dateng ke
launching barbershop yang ada di
Malang. Agak bingung sih kenapa saya yang diajak ke barbershop, kan saya cewek. Tapi karena penasaran seluk beluk
potong rambut ala cowok dan kepo sama owner-nya
ya disempetin dateng dong, makasih ya Mbak Intan sudah mengundang, mwah!
Richdjoe Barbershop 9 September lalu resmi punya tiga barbershop di Malang. Meski disambut dengan
hujan yang tak henti-henti, acara launching
nggak lantas berhenti dong, para media juga banyak berdatangan mulai dari Halo
Malang, Malang Post, Radio Kosmonita dan masih banyak lagi. Sepertinya, saya
satu-satunya yang dari personal blog deh.
Oh ya, maafkan hasil foto yang cembung semua ya hahaha, dslrnya lagi
nggak ada. Ini aja Go Pro pinjaman, sepertinya alam semesta sedang mengingatkan
saya untuk lekas punya kamera sendiri biar sewaktu-waktu butuh ngereview bisa
motret.
Nggak jauh dari rumah atau bahkan kampus saya, Universitas Muhammadiyah Malang,
Richdjoe Barbershop punya gerai ketiganya. Kalau temen kampus selalu bilang
daerah ini adalah ‘Kota Tirto’. Sebenernya bukan ‘sebuah kota’ pada makna
harfiahnya, tapi yang pernah ngampus pasti paham banget kalau ada sebuah daerah
yang kayak punya kehidupan sendiri di sana karena dipenuhi anak kost dari
kampus tertentu? Ya begitulah daerah gang Tirto atau lebih akrab disebut Kota
Tirto.
Pasti anak UMM ngerti banget deh dengan daerah satu ini. Kalau dari gang Tirto (dari terminal Landungsari lurus aja lalu ada gang atau pertigaan belok kiri) di kanan jalan. Nggak jauh dari gang utama yah.
Saking ramenya, emang punya peradaban sendiri di sana. Nggak salah kalau
Ridjoe Barbershop memilih Kota Tirto sebagai lokasi ketiganya. Om Djoe sendiri,
pemilik Ridjoe Barbershop, bilang kalau outlet ketiga ini emang mau ngejar
mahasiswa UMM. Semoga sukses ya, Om!
Kolaborasi antara kapankamunikah.com dengan Coffee Kayoe. Silakan ke bit,ly/temanhidupkopi untuk info lebih lengkap yah!
Selain lihat-lihat Ridjoe Barbershop yang ketiga ini, sempet juga tuh
nanya-nanya ke Om Djoe soal cikal bakal bisnis ini ada. Sebenernya ini bukan
pertemuan pertama saya dengan owner Ridjoe
Barbershop, kali kedua sih. Beberapa kali ini saya suka minum mochaccinonya
Coffee Kayoe yang juga milik Om Djoe (lokasinya di lantai dua Ridjoe Barbershop
yang ada di Sigura-gura). Waktu lagi kolaborasi antara kapankamunikah.com
dengan Coffee Kayoe, dikenalin juga sama Mbak Intan dengan Om Djoe ini.
Dari awal tuh saya penasaran dengan kenapa sih namanya ‘Rich’ Djoe
Barbershop? Ternyata ini sapaan Om Djoe emang, berawal dari Yahoo Messanger
juga. Maknanya juga ‘Djoe yang kaya’, mantap! Semoga namanya benar-benar
menjadi doa ya dan membawa berkah untuk keluarga juga. Kalau lagi ke Coffee Kayoe, mungkin kalian akan berjumpa dengan Om Djoe dengan kumis serta janggut yang cukup lebat hahaha, kata Om Djoe, "Ini kebetulan hasil uji coba minyak produksi dari Richdjoe." Orangnya ramah kok, sapa aja hwhwhw.
Om Djoe nih lagi potong rambut (yang sebenernya cuma buat difoto hwhwhw)
Yang membuat Om Djoe bikin barbershop
ternyata adalah Om Djoe emang udah dari awal suka bisnis, dulu mainannya property
dan kerja juga di bank. Karena nggak mau diem doang lihat orang bangun rumah,
Om Djoe lihat-lihat tuh yang ada di Malang ternyata cuma ada satu barbershop dan karena pingin otaknya tetep
jalan¸ akhirnya dibangun lah Richdjoe
Barbershop.
Sejak saat itu semakin banyak barbershop
yang ada di Malang, bahkan ada satu barbershop
yang warnanya biru di Malang dan tiba-tiba langsung bikin tiga barbershop di Malang. Batin saya, “Wih
berani banget ya? Seberapa besar sih peluangnya?” Kemudian semua itu terjawab
sih oleh Om Djoe, ketika ditanya takut nggak sih kalau banyak saingan saat ini,
beliau menjawab nggak takut, “Selama ada rambut, bisnis ini tetep jalan.
Segmentasi Richdjoe Barbershop ini mahasiswa, Malang setiap tahun akan ada puluhan
ribu mahasiswa, selama jadi kota Mahasiswa pasti akan tetap bagus.”
Vintage jadi karakter dari Ricdjoe Barbershop.
Iya sih, Richdjoe Barbershop yang kedua dekat kampus ITN, yang pertama
di Jalan Cokelat (area Soekarno-Hatta), dekat juga dengan UB dan yang ketiga
ini dekat UMM. Selain itu kesadaran para lelaki untuk membuat dirinya semakin
ganteng pasti semakin menjadi kebutuhan. Di Richdjoe Barbershop sendiri nggak
hanya potong rambut lalu selesai, tapi mereka menambah experience lifestyle vintage dan ‘kekinian’.
Biasanya sih, bisnis yang memberi experience
kepada pelanggan tuh lebih long-last daripada
yang sekadar jualan jasa ajah.
Om Djoe lagi suapin istrinya nih, mmaaanisssshhhhh.
Oh ya, Richdjoe Barbershop akan ada di berbagai kota lain lho. Yang
jelas pasti yang banyak mahasiswanya. Rencananya sih 50 tempat di kota besar,
Surabaya dan Jember juga jadi target. Tungguin ajah ya! Nggak berhenti di tiga gerai aja dong pastinya!
But I’m wondering something, sebagai penyuka kopi saya juga
bertanya-tanya, apakah kedai kopi yang marak dimana pun itu hanya sekadar trend
atau kebutuhan ya? Kalau sebagai penyuka, saya bilang kebutuhan, tapi saya
khawatir dengan kedai kopi yang nggak menciptakan signature atau karakter yang kuat bagi penikmatnya bakal
pelan-pelan ilang. Kan trend-nya sekarang semua orang penasaran untuk meminum
kopi, tapi sangat mungkin tahun depan akan digantikan dengan trend penikmat es
campur, who knows?
Nah, bagaimana dengan barbershop? Saya
kenal barbershop ala Jepang yang udah
mulai ditinggalkan karena sekarang zamannya udah beda. Asumsi saya sih, model
potong rambut tuh bakal berubah, lalu apa ya rencana jangka panjang bagi
pemilik barbershop? Kalau kamu
pemilik barbershop, boleh dong share soal ini, nggak kepikiran nanya ke
Om Djoe nih hahaha. DUH INI KENAPA JADI NGOMONGIN BISNIS? Yaudah gak papa, kan
ceritanya lagi penasaran.
Produk dari Richdjoe Barbershop da produk lain seperti Wak Doyok.
Kerennya dari Richdjoe Barbershop, mereka punya produk sendiri seperti shampoo, pomade, dan beard oil. Om Djoe bilang, dengan punya
produk sendiri bakal lebih ngerti apa yang dibutuhkan konsumen. Harganya
sendiri mulai dari Rp45.000 sampai Rp150.000.
Harga potong rambut di Richdjoe Barbershop, ini cuma buat cowok lho ya.
Nggak launching kalau nggak ada promo, ya kan? Nah selama seminggu dari tanggal 9 September 2016 akan ada beberapa promo diskon, coba cek di Instagram @richdjoebarbershops yah. Terus ada program Cut To Donate, potong rambut gratis tapi donasi seikhlasnya.
Buat para lelaki, mampir lah untuk potong rambut. Kebetulan saya dapet free haircut, mau dibagiin ke kalian kok
ya nanggung satu doang. Buat Arif aja deh hihi. Sana lho potong rambut, biar
ganteng, biar rapi. Tapi kenapa sih para laki-laki sekarang suka gondrong dan
berjanggut? Saya minta Arif potong dan ngerapihin semua kumis dan janggutnya,
dia nggak mau. What happened with u
boysss? Ah sudahlah, terserah kalian saja. Tapi cowok berkumis sering kali lebih bikin ganteng sih hwhwhwhw.
Oh ya, dekat-dekat ini saya akan nge-review kedai kopi imut bernama
Coffee Kayoe juga yah. Tungguin. Belum mau ngereview kalau belum nyoba
Citruspressonya sih. Mumpung dapet diskonan neeeh. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya!
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances