Mungkin, ini tulisan yang paling random dari sekian post yang pernah ada. Biasanya setiap saya menulis selalu terstruktur, ada topik ...

#KEPOKOPI: Kenalan dengan Kopi Single Origin



Mungkin, ini tulisan yang paling random dari sekian post yang pernah ada. Biasanya setiap saya menulis selalu terstruktur, ada topik apa lalu membangun kemauan untuk menulis kemudian di-publish. Kali ini berbeda, pengiiiiin banget nulis tapi gak ada topik.

Sebenernya ini efek kafein sih, sejak kopi pertama yang saya nikmati, Americano, setiap saya ngopi, efeknya pasti nggak bisa tidur didukung dengan rasa excited untuk melakukan sesuatu. Kayaknya semangat bangeeeet gitu, ya kayak sekarang ini, pengiiiin banget nulis. Jadi, kali ini saya memutuskan untuk menulis sedikit cerita yang terjadi kemarin, hari Jum’at, 22 Januari 2016, yang tepatnya mengenai perkenalan saya dengan kopi-kopi nusantara.

Di hari Jum’at saya ada janji dengan seseorang yang sebenarnya sih saya nggak terlalu kenal, kami dipertemukan agak lucu, tapi sejak pertemuan ini kami akan menghabiskan waktu bersama untuk jangka waktu yang sangat lama. Firda namanya, saya nggak ingin terlalu menceritakan apa yang sedang kami bicarakan, karena ini ada di topik lain, next time akan saya ceritakan siapa sih Firda ini, tungguin ya.

Di tengah-tengah saya ngobrol dengan Firda di dW Coffee—coffeeshop favorit saya, tiba-tiba Mas Doyoke menyapa, “Woi Meg, Masmu mana? Mau tak ajak main dia.” Mas Doyoke ini foodies Malang yang cihuy sekali soal memotret makanan dan social media strategy. Akhirnya hari itu saya dan Firda dikasih tau banyak hal soal marketing di social media dan beberapa buku yang direkomendasikan Mas Doyoke, waw terima kasih banyak Mas Doyoke!

Lalu Mas Adit—salah satu owner dW Coffee ikut ngobrol dan menawarkan untuk mencoba manual brewing, cuma karena saya lagi nggak fokus dan sedang ada di pertengahan jalan jelasin konsep ke Firda akhirnya tawaran itu kandas, Mas Adit pun juga kebetulan pas dipanggil temannya.

Hiks, tapi, Mas Adit, please, kalau saya ke dW Coffee lagi ajakin nyoba manual brewing, please. Saya sering banget baca websitenya Otten Coffee sambil lihat alat-alat bikin kopi gitu dan bertanya-tanya gimana caranya bikin kopi sendiri. Rasanya pasti nikmat ketika tidak harus ke kafe untuk menikmati sebuah kopi yang nikmat. Akhirnya selama ini ketika di rumah, apalagi kalau lagi hujan, kalau nggak bikin milo hangat ya bikin teh hangat.

Kebetulan sekali, Mas Adit baru saja selesai dengan kopi Papuanya…… oke saya lupa nama biji kopinya, entah Papua Wamena atau apa. Sebut saja Si Papua.  Sebenernya saya datang ke dW ini bukan buat ngopi, karena kemarin malamnya saya abis ngopi di Aftertaste dan badan saya hari itu lagi nggak enak, lebih baik nggak ngopi dulu pikir saya, tapi alam semesta tak mendukung niatan baik ini.

Jadi di setiap hari Jum’at, dW Coffee ini punya program yang bernama #FridayCoffee, di mana khusus hari itu hanya ada menu kopi dan semuanya hot. Mau nggak mau akhirnya saya pesan kopi, saya memesan Latte, kandungan susu di Latte ini lebih banyak dari beberapa kopi yang lain, yaaaaa saya pikir mungkin nggak terlalu ngefek lah kafeinnya, tapi lagi-lagi niat baik saya kandas dengan tawaran kopi dari Mas Adit yang sangat khayal untuk menolaknya.

Mas Adit      : “Ini 100% Arabica. Rasanya asam, pahitnya sedikit banget. Siapin air putih, ya.”
Firda          : “Lho emang kenapa, Mas?”
Mas Adit      : “Ya mungkin nggak cocok dengan rasanya.”

Saya mulai mencoba menyeruput Si Papua ini, amazing, rasanya asik banget! Ini adalah single origin yang paling saya suka! Saya beberapa kali mencoba single origin, tapi belum menemukan yang membuat saya rindu.

Busa yang bisa kalian lihat di gelas ini sisa-sisa foamed milk, jadi kalau diminum ada sensasinya sendiri di dalam mulut. Ini Cappuccino, jadi lebih banyak gitu foamed milknya, lebih terasa.
Kayak saya suka banget Cappuccino daripada Latte, karena kalau Cappuccino itu selain lebih pahit, foamed milknya lebih banyak daripada Latte. Jadi ketika minum itu rasanya lucu gitu, foamed milknya kerasa banget di bibir dan dalam mulut, beda dengan Latte yang lebih ringan dan karena susunya lebih banyak jadi lebih nggak pahit. Nah, kalau single originnya saya belum nemu yang bener-bener saya suka. Tapi Si Papua ini mencolek lucu hati kecilku ini. *apasih*

Mas Adit      : “Gimana? Nggak ada pahitnya ya?”
Saya           : “Iya, nggak ada…”
Mas Adit    : “Iya, jadi ada beberapa kopi yang asamnya mengganggu, extra-acidity, tapi kalau yang ini enggak.”
Firda          : “Aku malah baru tau kalau kopi itu bisa asam.”
Mas Adit     : “Kecenderungan orang Indonesia memang minum kopi Robusta, terbiasa dengan kopi yang pahit. Padahal ada jenis kopi lainnya , Arabica, rasanya asam dan aromanya macam-macam. Kayak yang ini, baunya lebih ke caramel.”
Saya           : “Ooooh, jadi kalau Arabica tuh lebih bisa punya aroma yang macam-macam. Kalau Robusta nggak bisa ya?”
Mas Adit      : “Iya, Robusta itu aromanya kacang, terbatas lah pokoknya dan hanya ada rasa pahit.”

Akhirnya di sini saya jadi paham kenapa si Arabica ini lebih mahal daripada Robusta, padahal lebih pahit si Robusta. Firda nggak kuat sama asamnya, akhirnya saya yang menghabiskan, suruh ngabisin secangkir lagi juga nggak papa kok, enak banget!

Single origin pertama yang saya coba, v60 - Toraja.

Dulu saya sempat berpikir bahwa sepertinya saya bukan orang yang suka kopi asam, tapi ternyata salah, waktu itu saya hanya kaget dengan ‘kopi yang asam ternyata begini ya’ dengan single origin yang memiliki tingkat keasaman tinggi, Toraja.

Sore itu saya mau nggak mau menuruti teman saya untuk ngopi di 8ozcoffeestudio, saya udah lama sih penasaran dengan kedai kopi satu ini, jadi saya mengiyakan. Kedainya minimalis, sebenarnya cantik dan nyaman untuk ngopi, tapi sore itu teman saya yang juga suka kopi, Dandy, memilih tempat yang nggak pewe sama sekali.

Dandy ini asalnya Makassar, dia begitu mencintai tempat asalnya sampai akhirnya merekomendasikan si Toraja. Oke, saya setuju. Ini kali pertama saya memesan single origin, jadi agak bingung ketika ditanya oleh mbak-mbaknya. Akhirnya saya dijelaskan apa perbedaan v60 dan syphon, kemudian saya memilih v60 dengan kopi Toraja. Karena kata mbaknya, aromanya akan lebih kuat jika brewing-nya menggunakan v60.

TERNYATA KOPI TORAJA ASAM SEKALI dan ternyata memang Toraja ini merupakan single origin yang punya tingkat keasaman tinggi. Karena kopinya mahal, sekitar 34.000, ya saya mau nggak mau menghabiskan. Dandy hanya menyeruput sedikit dan Ozi bahkan sangat kaget dengan rasanya dan langsung minum kopi yang dipesan Dandy, kebetulan Dandy saat ini memesan es kopi yang entahlah namanya apa.

Hmmm mungkin saya nggak suka kopi asam….

V60- Sumatra Gayo. Di Coffee Toffee ini selain tempatnya emang ada yang ber-AC, cangkirnya imut-imut.
Tapi saya tidak menyerah untuk mengenali beberapa single origin lainnya, akhirnya saya memesan v60—Sumatra Gayo di Coffee Toffee Malang. Saya kepoin mas-mas barista yang ramah sekali ini, karena katanya Sumatra Gayo asamnya lebih soft daripada Toraja, saya pun memesan dan rasanya mulai agak bersahabat dengan lidah.

Sumatra Mandhelingnya Aftertaste

Kemarin lusa, Kamis 21 Januari 2016, saya bosan sekali di rumah dan mencoba ke Aftertaste, kedai kopi yang udah lama bikin saya penasaran dan kebetulan nggak jauh dari rumah (butuh 5 menit aja pake sepeda motor). Saya nyobain Drip (Pour Over)-Sumatra Mandheling, asiknya di sini... pouring air panasnya di atas meja yang kita lho, jadi saya bisa motret dengan leluasa. Menurut saya sih, tingkat keasamannya satu tingkat lebih tinggi dari pada Sumatra Gayo. 


Sempet juga nyobain single originnya Java Robusta, karena si dia ini Robusta jadi nggak ada asamnya sama sekali, pahit saja dan memang saya ingat nggak ada aroma khasnya, saya nyobain Java Robusta di dW Coffee dengan syphon.

Agak bingung ya saya ngomongin apa? Oke saya jelasin tipis-tipis ya, nanti kalau masih ada yang bingung, kasih komentar aja bingung di mananya, nanti saya usahakan dibahas di artikel selanjutnya.

Oke, mari kita mulai dengan Arabica dan Robusta. Jadi jenis kopi itu ada dua: Arabica dan Robusta (sebenernya ada dua jenis kopi lainnya, Luwak dan Liberika, well saya gak paham dua jenis yang ini, tapi yang umum ya Arabica dan Robusta). Sedangkan kalau kalian tau ada Toraja, Sumatra Gayo, Bali Kintamani, Flores dan semacamnya itu asal dari kopi tersebut dari mana, mereka ini disebut ‘single origin’, ketika kopi dicampur entah itu biji Arabica dengan Arabica, Robusta dengan Arabica ataupun sebaliknya udah bukan single origin lagi. Sedangkan v60, Aeropress, syphon itu semacam ‘cara bikin kopinya pake yang mana’, karena setiap cara bakal punya kelebihan masing-masing.

Jadi jika ingin memesan single origin kamu akan memilih dua hal: kopi dari mana dan pake cara yang apa. Misalnya saya pesan kopi Bali Kintamani dengan v60. Nah, single origin ini seringnya pake Arabica, atau bahkan hampir semua barista, tapi Mas Fais—owner dW Coffee saat saya kepoin via LINE pernah bilang, “Tapi semisal ada yang minta robusta kita ladenin juga kok…”

Nah, kalau Cappuccino dan Latte kita juga bisa memilih cara brewing-nya nggak? Pake v60, aeropress dan lain sebagainya? Well, saya nggak paham dan nggak terlalu berani menjawab. Tapi karena di setiap kedai kopi yang saya datangi nggak ada v60 – cappuccino, jadi ya tidak ada. Dan juga cappuccino ini kan perpaduan antara kopi, susu dan foamed milk, jadi udah beda jauh dengan single origin.

Terus Cappuccino atau Latte gitu pake Arabica apa Robusta? Hmmm… setiap barista memiliki takarannya sendiri-sendiri. Kalau di dW Coffee menggunakan takaran yang mereka sebut ‘dW blend’.

Waaaah, pokoknya Jum’at kemarin itu benar-benar Jum’at barokah. What-a-great-day sekali. Mulai dari akhirnya dapet partner, ngobrol banyak hal sama Mas Doyoke dan Mas Adit, menemukan single origin yang nikmat sekali dan diakhiri dengan open mic-nya Stand up Comedy Malang atau yang lebih dikenal dengan #JUMATAWA. Terima kasih banyak teman-teman!

photo by arifoetomo

Sebenarnya masih banyak sekali yang ingin saya ceritakan soal kopi, apalagi kopi pertama yang saya nikmati, Americano. Gimana ceritanya yang dulunya ngopi selalu pake gula sekarang nggak lagi pake gula. Atau kedai-kedai kopi favorit saya yang lain di Malang, ada Boim Koffie dan Coffee Toffee. Aftertaste ini juga unik, nanti saya usahakan untuk menulis semuanya ya. Atau saya juga pernah tuh punya pengalaman ngopi di tempat yang cantik banget, harganya mahal, tapi rasa kopi dan minuman lainnya zonk alias kosyoooooong. Sampai jumpa di #KepoKopi lainnya ya! 

14 comments:

  1. Baru mau komen kalo soal yang asem dan saranin nyoba toraja. Eeeh ternyata di paragraf tengah udah ada. \:p/
    Gue juga Robsta sih, tapi kalo lagi suntuk coba toraja sekalian. Hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asam banget tapi Bang wahahaha, lebih suka yang asamnya lebih kalem gitu. Yuk yuk ngopi bareng kalau ke Malang :p

      Delete
  2. Ayo meg, jadwalkan kita ngopi bareng.
    Gak pernah bisa minum kopi nih aku :((

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuk yuuuuk, nggak pernah ngopi bareng Mbak Ashya. Next time yaaak :D

      Delete
  3. Hanya sedikit comment
    Luwak itu adalah proses pasca panen kopi. Bukan termasuk jenis kopinya. Selamat bertualang didunia manual brewing :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih udah mengoreksiiii :D Iya nggak lama setelah nulis ini kebetulan ada orderan tulisan di media sebelah buat bahas kopi luwak. Iyaaa terima kasih banyak sekali lagi :D

      Delete
  4. jadi meg, setelah dapet rekomendasi dari kamu kemarin akhirnya aku nyobain kopi juga, biasanya sih nyoba Cappuccino tapi yang ice blend gitu, karena emang gak terlalu paham sama perbedaan komposisinya jadi iseng pesen Latte. Entah blm terbiasa apa gimana, besoknya langsung sakit perut & bolak balik WC :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kamu udah mengisi perutmu sebelum minum kopi kan? Soalnya kan kopi itu kandungan asamnya juga tinggi, makanya tiap orang maag gak boleh minum itu. Ya aku kalau lagi maag atau perut dalam keadaan kosong ya nggak berani minum kopi. Atau memang lagi kaget aja perutnya. Lama-lama biasa kok.

      Meskipun aku sudah cukup sering minum kopi, aku masih nggak berani minum kopi dalam keadaan perut kosong :D

      Delete
  5. Oh, jadi arabica ada asemnya. Kapan-kapan kudu cobain deh. Penasaran.

    Gue lebih suka Frapu, itu termasuk kopi apa nggak, Meg? Ahaha. Pertanyaan apa ini? XD
    Ah, tapi gue mah udah jarang ngopi di cafe gitu. Iya, gue lebih sering kopi guday sachetan. Maklum mahasiswa ngirit. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, sekali boleh lah nyobain hal-hal baru hihi. Asal yang baik :D

      Frappuccino itu... nggak selalu ada kopinya sih. Kalau di dalamnya ada kandungan kopinya ya termasuk kopi, tapi ada frappucino yang gak ada kandungan kopi misalnya Green Tea Frappuccino gak ada kopinya :D Gak papa, asal bisa melek, kalau aku minum guday nggak ngefek. Tapi aku suka banget guday avocado delight xD

      Delete
  6. Meg, holaaa.. Aku nyari kontakmu hilang entah kemana, setelah baca berberapa postinganmu kayaknya aku harus konsultasi banyak dah ama kamu meg. Kabari kalo sempet :D

    ReplyDelete
  7. Meg, holaaa.. Aku nyari kontakmu hilang entah kemana, setelah baca berberapa postinganmu kayaknya aku harus konsultasi banyak dah ama kamu meg. Kabari kalo sempet :D

    ReplyDelete
  8. Jadi kopi apa dong yang paling enak?

    ReplyDelete