Showing posts with label Malang. Show all posts

Mengetahui Mbak Okky Madasari masih di Malang dan akan ada diskusi untuk buku terbarunya lagi: "Mata di Tanah Melus" , rasanya...


Mengetahui Mbak Okky Madasari masih di Malang dan akan ada diskusi untuk buku terbarunya lagi: "Mata di Tanah Melus", rasanya senang sekali. Sebab, di minggu sebelumnya juga ada diskusi yang sama, tapi saya enggak bisa datang karena sedang di Bali. Saat akan menuju Gazebo Literasi, lokasi diskusi, rasanya masih enggak percaya akan berjumpa dengan penulis kesukaan.

Buku dari Mbak Okky Madasari yang sudah saya baca hanya dua, Entrok dan Maryam. Untuk ulasan Entrok kalian bisa menontonnya di sini, sedangkan Maryam bisa ditonton di sini. Mengetahui Mbak Okky sedang menulis serial novel anak, selain selalu menunggu proses menulisnya melalui Instagram Stories, juga penasaran dengan sentuhan yang berbeda di novel anak-anak yang ia tulis dibandingkan 'buku cerita anak' kebanyakan.

Selepas mengulas novel Wonder dari R. J. Palacio di Youtube, saya jadi suka sama novel anak-anak. Sejak awal saya juga paling suka membaca cerita yang di dalamnya ada isu keluarga apalagi anak-anak, jadi tidak perlu banyak waktu untuk bisa mencintai buku-buku yang sebenarnya diperuntukkan untuk anak-anak. Mengetahui itu, Litsa (smoglitreviews) yang nampaknya tak ada bedanya dengan Santa Claus (suka sekali memberi teman-temannya buku), memberikan saya novel Mata di Tanah Melus ini. Makasih yah, Litsa! 



Telah memiliki 6 novel lalu menulis novel untuk anak-anak, tentu akan ada pertanyaan, mengapa? Dalam setiap diskusi 'percaya dengan kekuatan sebuah tulisan' dan 'menulis sebagai bagian dari perjuangan' menjadi dua pernyataan yang selalu diungkapkan Mbak Okky. Pun dengan novel anak-anak, serial Mata menjadi perjuangannya karena masih sedikit novel anak-anak yang ada di Indonesia, sejauh ini lebih banyak buku cerita bergambar.

Selain itu, novel serial ini tak hanya jadi buku yang menceritakan apa-apa yang susah dijelaskan saat di sekolah. Tapi ada penanaman karakter di dalamnya dan 'karakter' di sini tak selalu budi pekerti. Namun juga cara berpikir. Ada sentuhan-sentuhan 'Okky Madasari' seperti di buku-buku lainnya dalam serial Mata, yakni menghadirkan kritik sosial tapi yang pas dalam perspektif anak-anak, di antaranya adalah terkait keberagaman dan lebih mengenal Indonesia.


Mata mengisahkan seorang anak berusia 12 tahun yang berpetualang ke berbagai daerah di Indonesia. Untuk 'Tanah Melus' sendiri merujuk pada daerah bernama Belu, NTT, yang letaknya berbatasan langsung dengan Timor Leste. Sedangkan 'Melus' merupakan nama suku pertama yang mendiami Pulau Timor. Sedangkan untuk serial keduanya: "Mata dan Rahasia Pulau Gapi", Gapi merupakan nama lain dari Ternate.

Mbak Okky sering sekali menunjukkan bagaimana ia mendongengi anak perempuannya, Mata Diraya, dengan novel Mata di Tanah Melus melalui Instagram Stories. Tapi bukan berarti diceritakan setiap kalimat seperti membaca, hanya diambil intisarinya dan dengan bahasa tutur. Bahkan Mata hingga hafal dengan ceritanya dan begitu menyukai ilustrasi mata yang ada di novelnya.

Novel ini memang bisa didongengkan kepada anak-anak yang belum bisa membaca seperti yang Mbak Okky lakukan. Tanpa perlu dijelaskan setiap maksudnya saat proses mendongengi, sebab anak-anak lebih punya imajinasi yang lebih luas dibandingkan orang dewasa. Tapi selepas mendongeng, sesi diskusi antara orang tua dan anak dianjurkan untuk ada, untuk saling berbagi apa yang anak dapatkan dari kisah Mata. Tapi bagi yang sudah bisa membaca, novel ini memang diperuntukkan untuk mereka, membaca tanpa perlu didongengkan. 



Menyimak diskusi "Mata di Tanah Melus" membuat saya bertanya, apa treatment yang berbeda dalam menulis novel anak-anak dibandingkan menulis biasanya? Bagi Mbak Okky yang paling berbeda adalah menjaga ceritanya tetap berada dalam perspektif anak-anak, bukan perspektif orang dewasa. Saat menulis "Mata di Tanah Melus" memang cukup susah di awal, menulis sambil menjaga perspektif anak-anak tidak terlepas. Tapi menulis untuk serial yang selanjutnya jadi lebih mudah. 

Pertanyaan yang mendasar dalam diskusi tersebut dan mungkin bagi banyak penulis hal ini menjadi 'pertanyaan langganan' adalah: bagaimana cara menghadapi writer's block. Mbak Okky menganggap writer's block adalah mitos, ketika kita sedang bingung dan tidak bisa menulis, berarti kita sedang tidak cukup tahu terkait apa yang kita tulis. Di antara sebabnya ada kurang riset lebih dalam, tidak ada writer's block, yang ada hanya ide belum matang. Bagi Mbak Okky yang sudah menjadikan menulis adalah jalan hidup, maka tak ada lagi alasan untuk writer's block. Namanya orang bekerja, bagaimana pun keadaan yang dihadapi, ya harus tetap bekerja.



Selengkapnya soal kepenulisan Okky Madasari bisa kalian tonton di channel Youtube saya yang ada di bawah ini ya, sangat bersyukur bisa berdialog dengan penulis favorit!

Menyimak diskusi dari isi karya Mbak Okky dan proses menulisnya, bagi saya memberikan energi baru untuk tidak menyerah dalam dunia keaksaraan atau literasi. Membawa energi baru untuk lebih memberikan makna terhadap apa yang kita tulis. Terima kasih Mbak Okky atas karya-karya dan cerita yang dibagi, semoga sehat selalu untuk mampu menghadirkan karya-karya selanjutnya. Aamiin. 

Jadi gimana, apakah di kota kamu semakin tumbuh banyak sekali kedai kopi? Di Kota Malang , Jawa Timur, cukup gila sih pertumbuhannya tah...


Jadi gimana, apakah di kota kamu semakin tumbuh banyak sekali kedai kopi? Di Kota Malang, Jawa Timur, cukup gila sih pertumbuhannya tahun ini. Banyak banget yang baru, bahkan dalam sebuah wilayah bisa aja hampir 80%-nya kedai kopi, dan itu enggak cuma di satu tempat! Everybody is craving coffee, but I hope you guys don't forget to eat something, at least.

Tapi saya enggak pernah memaksakan diri untuk selalu Tamasya Kedai Kopi ke tempat-tempat baru kalau sedang di kota sendiri. Ketika bener-bener pengin dan penasaran banget aja, dan salah satunya yang bikin saya merasa harus banget ke sana adalah Kara Coffee Culture.


Beberapa dari pembaca mungkin mengenal Vens Coffee, salah satu kedai kopi yang lama ada di Malang sebelum kopi menjadi hype seperti sekarang. Sekarang Vens Coffee hanya sebagai roastery yang memiliki dua kedai kopi berbeda, Kedai Kopi Gelis yang difokuskan pada kopi lokal sedangkan Kara Coffee Culture dengan konsep yang berbeda (enggak semua dari impor juga sih).

Baru dua kali ke kedai kopi yang resmi dibuka pada 1 September 2018, tapi saya udah nyobain piccolo, cappuccino, kopi seduh drip dengan coffee beans dari Hungry Bird, bahkan hot red velvet dan donatnya. Di post kali ini saya akan beri rekomendasi yang paling oke untuk dicoba dari Kara Coffee Culture.


Untuk manual brewing, kopi seduh manual dengan metode drip, saya pesan dengan coffee beans Ethiopia Aricha G1 Natural dari Hungry Bird. Memesan ini atas rekomendasi Mas Ian, barista Kara Coffee Culture, katanya bakal dapet rasa seperti lychee. Kalau dari Hungry Birds-nya sendiri memberi 'tasting notes'-nya dengan jasmine, lemon, purple grape, black tea dan chocolate.


Mencoba menebak-nebak tapi enggak kunjung ketemu rasanya, semakin mencicipi kopinya, saya semakin bingung dapat rasa apa. Karena pada hakikatnya kopi untuk diminum, bukan buat dipikirin, yaudah saya melanjutkan kopi saya sambil membaca buku.

Cerita Tamasya Kedai Kopi lainnya: klik di sini.
Tapi yang menarik adalah menu milk-based-nya yang bernama blend-nya "Live Like a Racer" dengan 50% Gayo Washed, 30% Garut Washed dan 20% Konga Natural. Pertama kali datang ke Kara, saya langsung pesan piccolo tanpa ekspektasi apapun. Saat diminum, agak terkejut sebenarnya, manisnya lebih ke floral. Tapi saya enggak komentar apa-apa ke Mas Ian, saya bukan orang yang biasa mengawali pembicaraan, saat berkenalan pertama pun Mas Ian yang ngajak ngobrol duluan.

Kali kedua, saya pesan cappuccino, dan enggak merasakan floral itu. Enak, tapi ya enak aja. Enggak enak yang bikin terkejut seperti saat nyobain piccolonya. Heran dong, saya coba tanya Mas Ian (setelah melakukan banyak pertimbangan enaknya nanya apa enggak karena malu), "Mas, aku kan udah cobain piccolo sama cappuccinonya yah? Aku kok lebih suka piccolonya yah? Pas waktu itu nyobain, kayak ada floral-nya, bener gak sih?"


Mas Ian pun menjawab, "Iya, blend kita yang sekarang enak banget untuk espressonya, dan emang enggak semua espresso kalau dijadiin milk-based jadi enak. Nah kalau yang ini emang kurang terasa kalau pake cappuccino kita yang 6oz, kalau piccolo bisa terasa. Memang ada floralnya, dapetnya dari Kongo Natural ini, Mbak."

Barista yang mengerti karakter biji kopinya.. is a plus! Selain menyenangkan diajak ngobrol dan jadi bisa belajar kopi meskipun bukan barista atau homebrewer, mengerti karakter biji kopi bagi penyeduh kopi rasanya penting. Ibaratnya, chef yang akan masak suatu bahan makanan, pasti tahu makanan tersebut lebih pas kalau dimasak dengan seperti apa karena enggak semua bahan makanan enak dipanggang misalnya.

Sama halnya dengan kopi dan yang dijelaskan oleh Mas Ian, ternyata blend "Live Like a Racer" meski saya enggak merasa like-a-racer setelah minum kopinya lebih enak kalau dibikin piccolo atau bener-bener dinikmati espressonya saja. Jadi kalau ke sini wajib cobain piccolonya!

He he he sebenernya racer ini kayaknya dari mesin kopinya yang bernama Cafe Racer - Sanremo Coffee Machines. Baru kali ini sebenarnya saya mendadak suka sama mesin kopi cuma gara-gara warnanya putih dan terlihat canggih sekali sampe ngerti namanya. Sepertinya Kara mencoba memberi nama espresso blend-nya sesuai dengan nama mesin kopinya.


Untuk segi tempat, mungkin kalian akan bingung sedikit yah. Akan saya coba beri petunjuk arah.
  • Kara Coffee Culture ini berada di kawasan Ruko Soekarno-Hatta.
  • Kalau kalian dari jembatan Soekarno-Hatta, jalan aja ke Jalan Soekarno Hattanya.
  • Lurus aja terus sampe menemukan tugu pesawat, belok kanan.
  • Nah letaknya ada di ruko kanan jalan di sebrang Lalapan Cak Pi'i, tapi karena enggak bisa langsung belok, kalian harus lurus sampai menemukan titik yang bisa memutar arah di depan Universitas Widyagama.
  • Setelah memutar arah, lurus aja terus dan masuk ke ruko yang ada di sebrang Lalapan Cak Pi'i.
  • Lurus sampai ujung, di kiri jalan ada kedai kopi yang dominan putih abu-abu Sampai deh.

Tempatnya asik banget sih buat ngerjain tugas atau kumpul dengan dua sampai lima orang. Full AC dan ada Wi Fi-nya juga. Kedai kopi yang nyaman banget untuk kerja juga nih! Untuk harganya sendiri, cappuccino 18.000 IDR, piccolonya sayang sekali saya lupa karena waktu itu pesan dengan harga promo. Oh ya, coffee beans untuk espressonya bisa saja berubah, kalau berubah nanti saya beri informasi terbarunya, yah!

Kalau kalian mau dapetin informasi lebih lengkapnya ikuti aja di @kara.cr.
Lokasi (mereka belum update untuk namanya tapi tempatnya sama kok): 



Malam itu saya sedang jenuh-jenuhnya, hampir memasuki hari kedua di rumah tanpa kemana-mana. Kedai kopi lah yang selalu jadi tempat ter...


Malam itu saya sedang jenuh-jenuhnya, hampir memasuki hari kedua di rumah tanpa kemana-mana. Kedai kopi lah yang selalu jadi tempat terbaik bagi orang-orang yang kemana-mana sendiri tanpa takut kesepian. Tapi di kedai kopi yang itu-itu aja tentu akan jenuh, setidaknya bagi saya. Karena senyaman-nyamannya pada satu tempat, ya enggak bisa disitu-situ aja. Setidaknya, membuat pertemananmu gak di situ-situ aja.

Kopi Bengkel jadi tujuan malam itu, menarik bagi saya mengikuti cerita pemiliknya di media sosial. Kebetulan saya mengikuti akun personal pemiliknya yang bernama Mas Kemal, juga Kopi Bengkel. Ketika mengikuti Instagramnya, kamu nggak asing betapa Mas Kemal sering membagikan ekspresi pelanggan yang sedang jatuh cinta dengan Mie Goreng Mamah Etty. 


Nama 'bengkel' karena sejatinya tempat tersebut satu lokasi dengan bengkel. Bahkan tagar pun disesuaikan dengan #wanimbengkel yang khas anak Malang banget, dan #ngencenginbaut. Saya memesan menu andalan Kopi Bengkel, Es Kopi Putih dan Mie Goreng Mamah Etty. Es Kopi Putihnya sesuai klaim beberapa teman yang sudah mencoba, katanya: rasanya kayak es krim. Ternyata karena Kopi Bengkel punya resepnya sendiri dengan memberikan rasa vanilla di dalamnya. 


Sedangkan Mie Goreng Mamah Ettynya? Nikmat! Rasanya kayak lagi makan bakmie tapi itu mie, bumbunya sedap sekali, sosis dan ayamnya beneran enak. Saya nulis ini sambil bayangin betapa Mie Goreng Mamah Etty memang punya kombinasi yang bikin jatuh cinta sekaligus heran kok gak enek. Karena saya enggak suka makanan yang berkecap, saya gak terlalu doyan makanan manis. Apalagi dilengkapi telur setengah matang yang bikin semuanya jadi lengkap.

Es Kopi Putih (13.000 IDR) dan Mie Goreng Mamah Etty (10.000 IDR) adalah perpaduan yang harus kamu coba.


Awalnya, di bar tidak ada Mas Kemal, katanya lagi motret. Tapi ketika saya akan pulang, Mas Kemal datang, gagal lah rencana saya pulang. Karena bagi saya, Mas Kemal adalah sosok menyenangkan di balik bar Kopi Bengkel. Dan rasanya ke Kopi Bengkel tanpa bertemu pemiliknya, kurang banget.

Bagi kedai kopi yang memiliki ambience positif di barnya adalah aset besar di mana kedai kopinya akan selalu dirindukan. 


Obrolan gak jauh-jauh dari kopi sebenarnya. Tapi hari itu dilengkapi nyobain berbagai lensa manual milik Mas Kemal dan obrolan soal pertemanan. Mas Kemal adalah sosok optimis yang membuat saya yakin kalau pilihan saya harus banyak main di luar enggak terlalu salah. Ya memang banyak yang saya enggak tahu tentang kampus, yang bikin saya jadi asing dan dianggap gak respek sama fakultas atau jurusan. Tapi ya gimana dong, setiap orang juga nggak bisa melakukan semua hal di dunia ini dengan benar-benar sempurna.

Terima kasih banyak Mas Kemal atas obrolan, kopi dan mie goreng yang membuat malam itu nggak lagi jadi menjenuhkan. Ini adalah kedai kopi daerah Dau, Malang, dekat Universitas Muhammadiyah Malang yang perlu banget dicoba. 

Kopi Bengkel
PLACE:
Jl. Raya Sengkaling No.10, Mulyoagung, Dau, Malang, Jawa Timur 65151
OPEN:
Mon-Sun: 10.00-23.00 WIB
INSTAGRAM:
WORTH TO TRY:
Mie Goreng Mamah Etty | 10.000 IDR 
HOSPITALITY:
Nice
AMBIENCE:
Great for meeting with friends.
HYGIENE:
(i didn't check the toilet anyway)
WI FI:
Yup!    

Hari itu, sebenarnya tidak ada niat untuk #TamasyaKedaiKopi. Hanya ada agenda meeting dengan contentwriter kapankamunikah.com , da...





Hari itu, sebenarnya tidak ada niat untuk #TamasyaKedaiKopi. Hanya ada agenda meeting dengan contentwriter kapankamunikah.com, dan memilih tempat karena salah satu contentwriter yaitu Fiya juga part time sebagai barista di kedai kopi ini. Eh, tapi waktu udah sampai ke sana, lucu banget tempatnya! 

Mendadak menyesal sih enggak bawa kamera, tapi saya tetep motret aja untuk kebutuhan visual Instagram Stories. Karena sayang kalau enggak dibagiin di blog, jadi enggak masalah yah hasil foto-foto kali ini pake HP aja.



Coffee shop ini terbilang tersembunyi di sudut kota Malang. Dia berada di kawasan perumahan, dan bukan perumahan yang sekali kita inget nama, udah tahu tempatnya di mana. Ya setidaknya bagi saya harus pakai maps untuk menuju ke sana dan kebingungan: ini saya masuk daerah mana sih? Tapi biasanya orang-orang Malang menyebutnya kawasan 'jalan bunga-bungaan'.



Coffee shop yang serba minimalis ini bernama Didolae Coffee & Friends. Cukup aneh menurut saja, kenapa harus 'didolae'? Meskipun memang sejatinya dalam bisnis ini semudah: yang penting dijual aja atau bahasa jawanya 'didol ae' (dijual aja), apa ya harus pake nama Didolae? Hahaha, saya belum bertanya pada yang punya sih, saya hanya berasumsi. Mungkin saja Didolae ini sebuah akronim.


Agak susah menurut saya menemukan coffee shop di Malang dengan konsep ruang yang cakep tapi harganya murah. Nah, Didolae punya rate harga yang standar kedai kopi Malang, tidak mahal, tapi konsep tempatnya oke banget. Super nyaman, minimalis, dan tenang gitu. Enggak salah kalau di Instagramnya dituliskan: kedai kecil yang nyaman untuk sekedar lari dari keramaian kota.



Untuk menu sendiri, sayangnya saya belum pesan cappuccinonya. Andalan saya kalau lagi pengin tahu rasa kopi dari setiap kedai kopi. Karena lagi pengin es kopi susu, jadi saya pesan Iced Cocopi yang udah bisa dinikmati dengan harga 15.000 IDR saja. Rasanya sedikit creamy, tapi emang ada rasa yang berbeda sepertinya terletak pada gula. Entah campuran gula dan susu yang bikin Iced Cocopinya jadi unik. Unik dalam artian worth to try, ya.



Tergoda dengan kuenya, saya beli deh kue zebra, yang padahal enggak bermotif zebra. Huhu ini kuenya juga enak! Makanan kedua yang menurut saya enak sambil ngopi selain pizza, emang cake sih. Dan ini kuenya pas banget, dia manis tapi enggak terlalu manis. Luarannya agak crisp gitu, hahah susah jelasinnya, terus dalemnnya lembut. Bahkan ketika saya potong, dan jatuh, hati ikut teriris, oh kueku yang enak, mengapa kau jatuh~


Mengingat Mbak Nilam yang susah mikir kalau enggak 'sebat' alias satu batang rokok dulu, kami memutuskan ngopi di luar aja karena di dalam kawasan no-smoking. Meeting berjalan seru banget, apalagi suasana Didolae Coffee & Friends yang asik banget baik di dalam atau di luar. Nanti, kalau saya udah cobain varian menu lainnya, bakal di-update lagi di postingan lainnya, ya!

Didolae Coffee & Friends
PLACE:
Jl. Anggrek Garuda No.11a, Jatimulyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65141
OPEN:
Mon-Sun: 13.00-22.00 (except Wednesday)
INSTAGRAM:

WORTH TO TRY:
Iced Cocopi 15.000 IDR | Cake: 6.000 IDR
HOSPITALITY:
Good
AMBIENCE:
Great for working, me time, dating, meeting or with friends.
HYGIENE:
(i didn't check the toilet anyway)
WI FI:
Yup!

Bruh Coffee Shop murah dan enak di Malang! Ada kalanya emang perlu nulis di luar rumah, dan kedai kopi masih jadi salah satu tempat ter...

Bruh Coffee Shop murah dan enak di Malang!
Ada kalanya emang perlu nulis di luar rumah, dan kedai kopi masih jadi salah satu tempat terbaik. Kalau saya, tipikal yang serame apapun kedai kopinya, tetep bisa nulis atau baca buku, asal nggak ada yang ngajak ngobrol. Jadi di kedai kopi mana pun tetap oke, tapi kemarin sore akhirnya memutuskan untuk ke Bruh Coffee yang ada di Jalan Cengger Ayam Dalam Nomor 1 di Kota Malang.

Sebenarnya ini bukan kali pertama ke Bruh Coffee, udah beberapa kali sebelumnya. Udah lama gak ke sana, ternyata banyak yang berubah. Mulai dulu lesehan dengan sofanya yang enak buat leyeh-leyeh alias santai-santai, sampai akhirnya duduk di kursi, dan saat ini masih duduk di kursi tapi barnya terbuka. Jadi sekarang bisa duduk-duduk sambil ngobrol dengan brewer atau penyeduh kopinya. 

Bahkan, perubahan terjadi pada Mas @wandapratamas, selaku kepala operasional yang sekaligus menyeduh kopi. Dulu tuh ya, Mas Wanda cara ngobrolnya asik tapi biasa aja gitu, sekarang dia lebih kalem. Jauh banget kalemnya, sampai saya pernah bertanya, "Mas Wanda gak papa kan?" Tiga kali bertemu Mas Wanda 'yang baru', saya mulai terbiasa dengan sikapnya yang luar biasa kalem. 
Kanan, @wildannilmi. Kiri, @wandapratamas. Bar yang Bruh Coffee yang dulu.
Di tangan tim Bruh Coffee, #teamFUN lahir. "Kita ahlinya bersenang-senang," kata Mas @wildannilmi, salah satu pemilik Bruh Coffee. Di balik membingungkannya Bruh Coffee, dia tetap bisa memanfaatkan 'karakter membingungkannya' dengan cara yang menarik seperti membuat tagar: #buatyangtautauaja ketika akhirnya membuka Bruh dengan konsep yang gak lesehan lagi. Atau ketika ulang tahun kemarin dengan tagar #BRUHginiginiaja

Tim Bruh Coffee adalah orang-orang yang asik buat diajak ngobrol. Baik Mas Wanda, yang sering saya tanyain soal coffee shop di Jabodetabek. Mas Wildan, yang sering saya tanyain soal kopi, dia adalah orang yang berkomitmen pada dirinya sendiri bahwa setiap hari harus ada satu hal baru yang dipelajari atau satu eksperimen kopi baru. Atau Mas Amir, salah satu pemilik Bruh yang sering debat segala topik dengan saya. Mereka punya kesamaan: meskipun punya tagar atau hashtag yang gini-gini aja, mereka adalah orang yang gak gitu-gitu aja, terus belajar dan eksperimen dalam kopi. 

Udah ah ngomongin orangnya. Dalam review kedai kopi, emang nggak pernah luput dari orang-orang yang ada di dalamnya. Jadi menurut saya ini unsur penting dalam sebuah kedai kopi, karena saya orang yang bisa males ke kedai kopi kalau orang-orangnya bikin nggak nyaman. 

Sekarang, yuk lanjut ke menu apa yang harus banget dipesan di Bruh Coffee.

Milky Coffee, yang bisa jadi es kopi susu enak di Malang.
Milky Coffee adalah es kopi susu yang creamy, kopinya enggak pahit sama sekali, susu dan manisnya pas. Kadang, es kopi susu kalau susunya nggak pas jadinya malah gak enak. Tapi yang ini pas banget, yang paling diinget adalah creamy. Esnya kalau udah mencair juga nggak mengubah rasanya. Dari 1 sampai 10, nggak berlebihan untuk diberi nilai 9 dan bisa jadi es kopi susu enak di Malang.


Harganya, 10.000 IDR aja. Dengan harga yang luar biasa murah, kalau mau nraktir kopi ke temen, mending ke sini deh, serius. Atau, take away buat bawain temen kos atau kalau mau nerusin kerja di rumah juga pas banget.

Mas Wanda nih.
Di sini semua kopi diseduh manual, dan nggak perlu khawatir pada rasa seduhan filternya. Mas Wanda dan Mas Wildan bisa diandalkan dalam menyeduh kopi. Saya aja banyak belajar soal rasa kopi ke Mas Wildan, bahkan dia juga beberapa kali membagikan metode menyeduhnya.

Kemarin, saya pesan Eithopia Gedeb Fancy dari Blue Bottle. Harganya 25.000 IDR, untuk single origin yang diseduh manual bergantung dari biji kopi apa yang mau diseduh. Tapi yang jelas harganya juga mulai dari 10.000 IDR. Spesialnya di sini, kita akan punya banyak pilihan biji kopi dari berbagai kedai kopi yang enggak ada di Malang.

Wi fi di sana oke kok, jadi kalau mau nugas enak banget. Sayangnya bukanya setiap hari kecuali hari Jum'at mulai pukul 12.00-18.00, cuma enam jam aja. Tapi bisa jadi solusi ketika siang atau sore hari udah gak ada kelas kuliah, mau lanjut kerja tapi kalau di kos atau rumah mager, di sini pas banget. 


Tempat yang agak tersembunyi mungkin akan membuat teman-teman bingung, jadi saya coba untuk berikan petunjuk singkat ya. Kita mulai dari De Duren Soekarno Hatta, nah sebelum De Duren ada jalan ke arah kiri, belok aja ke kiri. Lurus terus lewati kawasan Kalpataru hingga ada perempatan. Perempatan belok kiri, nah di sini pelan-pelan aja sambil noleh kiri hingga ada portal hitam putih dengan tulisan "Jalan Cengger Ayam Dalam", belok kiri. Rumah pertama di kiri jalan, itu lah Bruh Coffee Shop Murah dan Enak yang wajib kamu cobain Milky Whitenya.

Bruh Coffee Malang
PLACE:
Jalan Cengger Ayam Dalam Nomor 1 Kota Malang
OPEN:
Mon-Sunday: 12.00-18.00 | FRIDAY CLOSE
INSTAGRAM:
@bruhcoffee.mlg
WORTH TO TRY:
Milky Coffee, 10.000 IDR & the single origin (ask brewer to get a flavor that you like)
HOSPITALITY:
A nice one.
AMBIENCE:
Great for working, me time, hangout with friend but not a typical place to get instagramable picture.
HYGIENE:
Nice.
WI FI:
Yup!

Suasana Nomaden Coffee saat malam hari. Foto: sophiamega Selalu jatuh cinta dengan kedai kopi yang punya banyak cerita. Sepulang dari...

nomaden coffee malang
Suasana Nomaden Coffee saat malam hari. Foto: sophiamega
Selalu jatuh cinta dengan kedai kopi yang punya banyak cerita. Sepulang dari mendengar cerita dari pemilik atau baristanya untuk bahan blog, selalu ada senyum puas dan rasa segera ingin menulis—meski waktu sudah menunjukkan jam satu pagi. Ada kebahagiaan yang susah diungkapkan dengan kata, karena sebenarnya ini hanya lah ritual mengopi dari satu tempat ke tempat lain, menyimak ceritanya, lalu menuliskannya di blog yang pembacanya juga tak seberapa.
 
Sama seperti malam ini, kali ketiga bertamu ke Nomaden Coffee—Pasar Tawangmangu, akhirnya saya punya kesempatan berbincang dengan pemiliknya. Akrab dipanggil ‘Mas Satya’, akhirnya ia punya waktu berbagi cerita setelah merampungkan makan malamnya karena kedai sudah closing untuk menyeduh puluhan cangkir kopi. Ini waktunya kembali mendengar, menyimak dan berbagi cerita untuk pembaca di blog—yang tentu memberikan kebahagiaan untuk diri saya sendiri.

Satya nomaden coffee
Satya, pemilik sekaligus penyeduh kopi di Nomaden Coffee. Ia masih menikmati proses penyeduhan kopinya, makanya masih setia menyeduh di kedainya. Foto: sophiamega.
Impresi yang paling saya ingat dari Mas Satya adalah, setiap saya motret, ia selalu perhatian. “Mau difoto ya, Mbak? Tak taruh mana ini cangkirnya?” Perhatian semacam itu yang saya maksud, peka dalam mengambil posisi ketka mau difoto. Hahahaha, sebenarnya nggak papa natural aja, karena ya itu tantangannya motret penyeduh kopi, memang menunggu momen. Tapi kalau semua penyeduh kopi dan barista seperti Mas Satya ini, wah ya saya seneng, saya jadi ada kesempatan menepikan atau menambahkan sedikit barang agar fotonya semakin asik.

Nomaden Coffee memang tak serta merta ada di Pasar Tawangmangu yang saat ini ditempati dan dikenal dengan tagar #ngopidipasar-nya. Tahun 2014 merupakan awal di mana Mas Satya memberanikan diri menggowes sepedanya untuk menyeduh kopi, konsep ini dikenal dengan ‘Coffee Bike’. Di Malang sendiri ada beberapa penyeduh kopi yang memulai dengan konsep ini, seperti Kopi Pancal dan Brewcycle Malang.

ngopi di pasar tawangmangu
Semua menggunakan manual brewing dan pour over menjadi alat seduh yang Nomaden Coffee selalu gunakan. Foto: sophiamega.

Sampai pada District Coffee yang mempercayakan operasional penyeduhan kepada Nomaden Coffee, kolaborasi begitu lah sederhananya. Masih tetap berkolaborasi hingga saat ini kok, tapi akhirnya Nomaden Coffee bisa membuka kedainya di Pasar Tawangmangu setelah dua tahun sejak pertama kali ia ada.

Berjalan cukup lama membuat Mas Satya tetap yakin meskipun tempatnya di pasar dan cukup tersembunyi. Di balik itu ada pengalaman berbeda yang menurut saya ditawarkan dari Nomaden Coffee. Mungkin penikmat kopi terbiasa menyeruput kopinya di ‘kafe’, tapi kini mereka berteman dengan suasana merakyat dan setiap cangkir kopinya yang nikmat.

coffee blog indonesia
Suasana dalam kedai, foto: Andrea Tya.
Kopi yang pertama kali saya nikmati di sini adalah Bali Kintamani bersama Teman Mengopinya Mbak Andrea, katanya ada citrus jeruk, brown sugar dan coklatnya tipis. Pertama kali sruput, duh nikmat.. meskipun saya masih menerka-nerka, “Ini mananya yang brown sugar sama coklatnya?”

taufiq anam
Taufiq Anam. Foto: sophiamega
Kemarin, Mas Taufiq yang sempat menjadi Teman Mengopi saya di Jakarta Selatan datang ke Malang, ya ngopi dong kita, bareng sama Mas Adhit juga. Kopi tubruk Bali Kintamani jadi pilihannya, penasaran deh kalau di-tubruk gitu gimana rasanya.. dan ternyata enak banget! Citrus jeruknya lebih terasa dibandingkan pakai filter.

A little note: kalau ada yang belum tau kopi tubruk dengan kopi filter please leave comment below ya! Saya pengin tau juga apakah pembaca blog saya udah paham nih dengan istilah-istilah ini. Kalau belum paham, selanjutnya saya buatkan tulisan khusus. Jangan maloe-maloe, dulu saya juga gak tau.
nomaden coffee pasar tawangmangu
Nomaden Coffee. Foto: sophiamega

Sekali waktu, saya diberi kesempatan mencoba beberapa kopi yang baru diseduh karena saya ingin tau beda rasa kopi yang cenderung citrus jeruk dengan citrus mangga. Sempat merasakan kopi Banjar Negara yang soft, asam dan citrusnya ringan banget tapi manisnya rada panjang. Semoga yang saya rasakan benar ya hahaha, karena saya masih pemulaaaaa banget buat peka dengan setiap rasanya.

Maturnuwun Mas Satya atas saran biji kopi dan keterbukaannya. Asiknya di sini, Mas Satya dan teman penyeduh lainnya (Mas Yus, Mas Firman, dll) bisa terbuka untuk share rasa kopinya. Jadi saya bisa belajar deh setelah sekian lama selalu memohon-mohon para pecinta kopi untuk mendeskripsikan rasanya. Kalau di sini saya bisa luwes tanya apa saja dan belajar banyak hal.

kopi susu pasar nomaden coffee
Kopi Susu Filter. Foto: sophiamega.

Di sini tetap ada kopi susu (bisa tubruk atau filter) dan green tea lho, jadi nggak perlu khawatir yang memang tidak terbiasa dengan kopi. Kalau mau sambil menikmati jajanan, Nomaden Coffee memang tidak menyediakan, paling ya gorengan atau cemilan kripik. Tapi di sebelahnya ada Serigala Food (jualan spaghetti gitu), boleh lah pesan di toko sebelah. Masih di area yang sama ada pecel enak dengan porsi besar yang bisa dinikmati, tanya aja Mas Satya atau yang lain di mana pecel yang enak di deket situ, pasti nanti ditunjukin.

Berhijrah menjadi salah satu makna di balik nama ‘Nomaden Coffee’, ingin selalu ke arah yang lebih baik. Yang tadinya Mas Satya bekerja, akhirnya membuka usaha sendiri. Awalnya Nomaden Coffee dengan konsep Coffee Bike-nya, kini dengan konsep pasarnya. Tak berhenti di situ saja, Mas Satya memiliki harapan agar bisa lebih lama di Pasar Tawangmangu ini, kalau bisa memiliki hak milik tokonya sendiri. Kemudian membuka kopi pasar di kota lain—yang tentunya dengan konsep dan sistem yang rapi dan lebih matang. Berkembang ke roastery—memperbanyak produksi biji juga menjadi harapannya.

Mendengar harapan tersebut, tentu saja saya menyambut dengan aamiin dalam hati. Tapi yang jelas, semua penyeduhnya harus peka dengan orang-orang seperti saya yang mau motret dan ingin tau banyak soal kopi ya, Mas! :p *ooo banyak maunya kamu, Meg*

@andrea.tya
Thank you Mbak Andrea!
 
Ada lebih banyak cerita yang Mas Satya sampaikan, tapi cerita tersebut nggak berhenti dengan pemiik dan kedainya dong. Teman Mengopi saat saya bertamu di sini juga nggak kalah punya cerita seru. Kali pertama ke sini, saya ditemani oleh mbak-mbak yang selalu perhatian dan penuh kasih sayang pada saya, Mbak Andrea. Pokoknya kalau ke tempat kuliner bersama Mbak Andrea, soal rasa, proses pembuatannya, aman lah! Bahan tulisan saya lebih banyak dan lebih detail.

Mbak Andrea jauh lebih dewasa dibandingkan saya dari segi umur dan pemikiran, yah itu lah kenapa saya selalu banyak bertanya padanya. Mulai kenapa kita harus S2, rules kesopanan, bercerita tentang orang tua sampai kisah mantan. Rumpik ya, tapi pemikiran saya jadi lebih diluaskan. Jangan lupa terus ajak Mega mengopi ya Mbak, mwah!


teman mengopi sophiamega
Yuk temani mengopi! Foto: sophiamega.
Kopi, Teman Mengopi dan cerita yang tak ada habisnya membuat saya tak akan bosan dan ingin kembali ke Nomaden Coffee. Merayakan hari dengan berbagai single origin kopi, teman terbaik dan cerita, lalu menuliskannya, untuk sering-sering bersyukur karena telah menemukan apa yang membuat saya bahagia. Cheers!

Nomaden Coffee, Ps. Tawangmangu, Jl. Tawangmangu No.G17. Buka pukul 13.00-22.00 WIB. Harga Rp8.000-Rp15.000. Instagram @nomadencoffee.