Sekitar pukul enam pagi setidaknya saya harus naik motor untuk mengantarkan Mas Taufiq dari Denpasar ke Bandara Ngurah Rai karena ia ha...
Mampir Ke Whale and Co Bali untuk Bekerja, 15 Menit dari Bandara Ngurah Rai
Sewaktu ke Bali tahun lalu, saya melewatkan kesempatan untuk bisa bertamasya ke Mitos Kopi. Pada Juni 2019 lalu, saya sempat mampir ke ...
Tamasya Kedai Kopi Edisi: Akhirnya ke Mitos Kopi Juga!
Sering saya berpikir bahwa dari banyak orang yang membosankan di dunia ini, setidaknya saya adalah salah satunya. Sebab, sampai pada Agustu...
Kalau Ke Pantai Sanur (Bali) Membosankan, Mungkin Belum Sambil Mengopi di Infinity dan Makan Lumpiang
Kedai kopi telah membuka ruang-ruang pertemuan yang lebih besar daripada tempat pada umumnya. Pada saat ke restoran, kalau tidak kenal, j...
Menikmati Canggu Blend dan Brawa Blend dalam Piccolo di Hungry Bird, Bali
Kedai kopi telah membuka ruang-ruang pertemuan yang lebih besar daripada tempat pada umumnya. Pada saat ke restoran, kalau tidak kenal, jarang kita akan ada di satu meja yang sama lalu saling menyapa. Tapi dalam kedai kopi, kita merasa tidak masalah berada di meja yang sama bersama orang asing. Lalu tidak lupa berbasa-basi, "Saya duduk di sini, ya."
Sejak mengenal ruang se-"kasual" kedai kopi, saya merasa tidak masalah untuk bertemu dengan orang asing di media sosial meski hanya dimulai ajakan melalui direct message, tanpa perlu bertukar nomor personal terlebih dahulu. Dan begitulah yang terjadi saat di Hungry Bird, yang tepatnya berada di Kuta Utara, Kabupaten Badung. Saya bertemu seorang teman yang saling kenal di Instagram, Kak Sarah, bahkan hari ini saya pun lupa bagaimana awal mula saling mengikuti di Instagram.
![]() |
Itu Kak Sarah wgwg |
Dengan memberikan beragam pilihan, sebenarnya kita diajak berkenalan bahwa dua cappuccino bisa berbeda rasa ketika kita pakai dua biji kopi yang berbeda. Menghidupkan rasa penasaran dan apresiasi terhadap ragam rasa sebenarnya bisa dimulai dari sini menurut saya.
Suasana Hungry Bird saat itu sebenarnya cukup padat, terutama di jam makan siang, tapi karena luas jadi tetap terasa lengang. Sebentar saja saya di sana, menikmati dua piccolo bersama Kak Sarah, Mas Ridho dan Bella. Terima kasih atas waktunya! Semoga bisa mampir lagi ke Alterego Canggu, yang sebenarnya masih ada kaitannya dengan Hungry Bird.
Catatan tambahan:
- Terima kasih Instagram Stories Archived karena saya jadi ingat kopi apa yang sedang saya minum hari itu hahaha.
- Foto adalah hasil dokumentasi pribadi, boleh digunakan kembali, asal dengan pemberian credit nama saya, Sophia Mega.
Hungry Bird Coffee Roaster
Instagram: @hungrybirdcoffeeKetika akan bertamasya di Bali dalam satu minggu, untuk tempat tinggal langsung tertuju pada hostel. Sebenarnya kalau urusan tempat tin...
Review Ubud Tropical, Bali: Harga, Kenyamanan dan Keamanan Hostel
Hari ketiga di Bali (tepatnya sedang di Ubud), membawa saya pergi ke Pura Tirta Empul yang berada di Tampak Siring, Gianyar, Bali. Keti...
Obrolan Melukat Hingga 'Ustadz Televisi' di Pura Tirta Empul (Tampak Siring, Gianyar)
Hari ketiga di Bali (tepatnya sedang di Ubud), membawa saya pergi ke Pura Tirta Empul yang berada di Tampak Siring, Gianyar, Bali. Ketika tahu bahwa di sana ada kegiatan ibadah bernama 'melukat', upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia, saya langsung memastikan bahwa saya akan ke sana.
Cukup bayar 15.000 IDR saja untuk masuk, pastikan sudah pakai 'sarong' yang dipinjamkan di lokasi sebelum masuk pura dan bagi yang perempuan sedang tidak menstruasi. Sebab kalau menstruasi jadi enggak bisa masuk pura, karena kan ini tempat ibadah untuk umat beragama Hindu, jadi harus dalam keadaan bersih.
Bli W: "From Malaysia?"
Saya: "Oh bukan, dari Indonesia, Malang, Jawa Timur."
Bli W: "Sendirian?"
Saya: "Iya..."
Bli W: "Kenapa sendirian?"
Saya: "Memang ingin sendiri."
Bli W: "Atau karena enggak ada yang diajak? He he he enggak-enggak, Dek. Saya memang suka bercanda orangnya."
Solo traveling itu enggak enaknya pas lagi makan sama capek aja, enggak ada temen ngobrol. Solusinya biasanya nelpon kekasih saat sedang di jalan mencari makan, cukup membantu menghilangkan sepi. Selebihnya begitu menyenangkan, salah satunya fokus pada apa yang saya lihat dan lebih ada dorongan untuk bisa ngobrol dengan orang lokal.
Sebelum 'melukat' atau upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia, ada beberapa tahap sebelumnya, memberikan sesajian di tempat yang berada di depan pura (dan juga di atas pancuran Tirta Empul). Tahap-tahap inilah yang tak terlalu saya pahami, sehingga tulisan di sini mungkin kurang tepat jika kalian sedang mencari tahapan, sejarah dan ritualnya. Tapi tulisan kali ini lebih banyak menceritakan perjalanan pemahaman terhadap apa yang saya lihat.
Pertama kali masuk, saya mencoba untuk melihat secara keseluruhan tanpa menyimpulkan dahulu. Benar-benar melihat bagaimana prosesinya tanpa browsing dan bertanya dengan orang lokal. Proses membersihkan pikiran dan jiwa ini membuat saya teringat pada kebiasaan yang akhir-akhir ini saya lakukan saat mandi. Sebelumnya proses mandi rasanya yang penting bersih dan wangi, tapi selama Oktober terlalu banyak yang membuat pusing dan menghidupkan prasangka-prasangka tak baik. Imbasnya pada produktivitas dan kesehatan diri.
Semua bermula dari pagi dan memulai kegiatan terasa begitu berat (atau baisa disebut malas). Akhirnya, saat mandi, saya selalu mencoba untuk sekaligus mensugesti diri. Mengusap wajah dan setiap bagian tubuh dengan berbicara dalam batin: yuk abis ini semangat lagi buat melanjutkan pekerjaan, membuat selepas mandi begitu terasa menyegarkan daripada biasanya. Jika sedang banyak energi dan pikiran negatif dalam diri, cobain deh!
Awalnya, saya kira semua pancuran sama saja. Saya mencoba untuk berbicara dengan orang lokal, ternyata setiap kolam dan pancuran memiliki makna berbeda.
Sebelumnya, kita harus punya tujuan sebelum 'melukat' yang tentu berhubungan dengan pembersihan pikiran dan jiwa. Enggak harus setiap hari juga sih, bergantung niat dalam diri. Cara beribadahnya mencakupkan kedua tangan, membasuh muka tiga kali (hingga seluruh rambut, bahkan ketika melihat tour guide menjelaskan, ada ketentuan tak boleh pakai ikat rambut) lalu minum sekali di setiap pancuran. Terus kita sampaikan lah doanya.
Ini bisa dilakukan oleh siapa pun dengan agama apapun. Memang terkesan 'ritual' khusus dalam agama Hindu, ada beberapa prinsip yang mungkin jauh berbeda (yang mungkin bagi sebagian orang takut mengubah 'aqidah'-nya), tapi ketika mendalami makna 'melukat' itu sendiri.. rasanya mau sekali untuk bisa ikut melukat. Atau setidaknya menerapkan apa yang mencoba mereka lakukan 'membersihkan pikiran dan jiwa' dalam setiap ibadah yang kita yakini.
Kolam pertama.
Tirtha Pembersihan (14 pancuran)
Temukan Penulis
biasanya penulis lebih banyak mengoceh di sini