sophiamega
  • Home
  • Profile
  • Category
    • Ulasan Buku
    • Tamasya Kedai Kopi
      • Bali
      • Bandung
      • Melbourne
      • Malang
      • Perth
      • South Jakarta
      • South Tangerang
      • Surabaya
      • Tangerang City
      • Yogyakarta
    • Tamasya Ruang Buku
    • Rumah Tangga
  • Daily Story
  • My Book
  • Youtube

Ulasan Buku

Social Media

Tamasya Kedai Kopi

Setahun menikah, saya memang selalu sedia test pack. Tapi yang ditunggu adalah test pack negatif, karena memang belum merasa siap hamil pada saat itu. Mengapa demikian? Kamu bisa membaca tulisan tentang pertanyaan mengapa harus memiliki anak setelah menikah dengan klik di sini.

Di akhir satu tahun menikah, akhirnya saya merasa siap, baik secara fisik, mental (terkait masa depan setelah memiliki bayi) dan juga finansial (karena asuransi dari suami sudah bisa diurus dan alhamdulillah sudah siap dana darurat).

TEST PACK PERTAMA KALI - 25 Oktober

Sekitar tanggal 25 Oktober (kalau tidak salah), seharusnya saya udah haid seminggu sebelumnya. Siklus haid saya enggak pernah berantakan, selalu teratur dan telat 1-2 hari saja. Sempat mengira haid karena sempat flek 1x, eh ternyata bener-bener cuma flek, jadi bukan haid. Akhirnya saya memutuskan test pack sebanyak 3x.

Sebelum tanggal 25 Oktober, saya test pack, dan hanya muncul satu garis. Lalu kedua kali, dua garis, tetapi satu garisnya agak samar-samar. Ketiga kalinya, kembali lagi dua garis, tetapi satu garisnya agak samar-samar.

USG PERTAMA KALI - 27 OKTOBER

Secara perasaan, sebenarnya saya ngerasa hamil. Soalnya sebelum itu pernah mimpi lagi di kasur sambil menyusui bayi hahahaha. Jadi saya dan suami ke dokter kandungan untuk segera memeriksa dengan kondisi asuransi belum 100% terurus.

Kalau misalnya hamil, usia janinnya kira-kira 4-5 minggu. Aku di-USG di bagian perut dan di dalam vagina. Karena pertama kali, aku kaget dan sebenarnya pengin nangis pas USG-nya masuk vagina hahahahahah. Apalagi dokternya hari itu agak cepat-cepat, jadi aku super nervous dan banyak salah menjawab pertanyaan dari dokter #dasaraku.

Hasil dari USG hari itu adalah enggak ditemukan janin. Di rumah aku nangis, tetapi aku gak tahu jelasnya kenapa nangis. Kayaknya karena aku benci di USG dalam vagina, sakit dan kaget ya Allah. Sama mungkin aku sedikit ngarep kalau ada bayi hihihihi.

Dokter memberikan resep dua obat, satu untuk memperlancar haid dan folavit. Folavit ini katanya bagus untuk asupan saat kita mau mempersiapkan kehamilan. Sebelum pulang, dokternya pesan, "Mau punya anak, kan? Berarti paling enggak Desember udah hamil." Bhahahaha, doook!!! Dikira deadline kerjaan bisa begituh! Kucuma ketawa aja sih sambil meringis kesakitan.

Biaya keseluruhan dari USG pertama ini 700rb, seharusnya kalau USG di perut aja enggak semahal itu kok. Itu biaya udah termasuk dokter spesialis sekitar 200 sekian. Terus 2x USG sekitar 300rb. Dan 200rb sisanya adalah biaya obat dan beberapa peralatan. Tapi mohon dicatat ya, ini USG di rumah sakit yang ada di Tangerang, tiap daerah pasti berbeda. Kalau mau lebih terjangkau, bisa ke bidan terdekat.

Sebetulnya ngeluarin 700rb secara langsung itu agak berat di kantong, tetapi bulan itu lagi rezeki banget, suami lagi dapet bonus dari kantor. Alhamdulillah banget.

TEST PACK KEDUA - 31 OKTOBER

Karena perasaanku kuat, kayaknya aku hamil, jadi aku beli test pack lagi dan mencoba tes pada 31 Oktober 2020. Muncul dua garis merah secara cepat, enggak lagi ada samar-samar. Di situ aku mulai stop minum obat untuk memperlancar haid dan hanya minum folavit. 

Katanya kalau sudah garis dua, kata teman yang juga adalah bidan, berarti memang hamil. Sejak saat itu aku ubah beberapa produk skincare, karena saat hamil enggak boleh pakai skincare yang ada kandungan  kandungan SLS, alkohol, retinol, salicylic acid, dll. Aku langsung memilih ke bahan-bahan natural aja dan ujung-ujungnya mager skincare-an karena hamil.

USG KEDUA - 26 NOVEMBER

USG kedua, masih dengan dokter yang sama, dr. Inneke di Primaya Hospital Kota Tangerang, akhirnya kelihatan juga janin yang berusia 8-9 minggu. Sebesar pentol cilok, sejak saat itu aku menyebutnya bayi cilok.

Sengaja emang nunggu 3 minggu lebih untuk akhirnya USG lagi, biar sekalian kelihatan gitu.

Kali ini USG di perut aja ya, enggak pake ke vagina, karena di perut aja udah kelihatan. Karena di-cover asuransi Mandiri inHealth, jadi USG dan obat yang diresepkan dibayar oleh asuransi tersebut. Jadi kami enggak keluar biaya sama sekali. Alhamdulillah bangeeeet, udah bisa tidur nyenyak!

Aku diresepkan vitamin Folamil Genio, jadi udah lengkap kok kandungan yang dibutuhkan bayi, udah sekaligus pemberian DHA untuk otaknya juga. Tetapi karena aku ngikutin beberapa cerita ibu-ibu yang hamil, hemoglobin itu salah satu yang perlu diperhatiin selama kehamilan, jadi selama hamil kadang-kadang aku minum jus buah bit, kurma atau sangobion. Sesekali nambahin kalsiumnya pakai CDR Fortos, ini paling dua minggu sekali aja.

Tetapi setelah ngobrol sama dokter, sangobion sama CDR Fortos itu enggak butuh-butuh banget kok. Kata dokterku malah, yang penting makan 4 sehat 5 sempurna aja. Jadi sejak saat itu aku lebih sering makan ikan, sayur dan buah-buahan.

PERBEDAAN KEHAMILAN SETIAP ORANG

Alhamdulillah aku tidak mengalami morning sickness sama sekali, enggak mual dan muntah. Kadang emang gak mau makan daging kambing, karena bayanginnya eneg, tapi kalau dipaksa makan, ya makan aja. Enggak dimuntahin gitu. 

Cuma perbedaan secara fisik yang terasa adalah, aku gampang capek banget nget nget. Gampang ngantuk banget nget nget. Masa nyetrika 4 baju aja udah capek hahahaha. Sejujurnya di usia jalan tiga bulan, aku sempat mengangkat-ngangkat barang, tetapi saat aku tahu aku capek, aku berhenti. Jangan dicontoh ya, bun. Gak tahu deh hari itu lagi feeling aja beres-beres.

Aku enggak benci sama satu makanan pun sih sejauh ini. Jadi makanku banyak, justru gampang laper. Jadi di kulkas aku sedia kurma dan susu aja, kalau laper tinggal minum susu sama ambil cemilan. Kalau urusan ngidam, aku sebelum hamil juga suka ngidam, jadi bingung mana yang ngidam karena hamil, mana yang emang doyan makan hahaha. Cuma sempet sih, ada kali seminggu, tiap hari beli rujak manis, karena emang lagi ngiler makan makanan yang asam dan pedas.

Wajah juga bukannya glowing, tetapi malah kering dan banyak tiny bumps gitu. Face oil dari Bloomka cukup membantu dalam hal ini. Terus yang berasa lagi sih jadi enggak kuat duduk lama-lama, bawaannya mau rebahan aja. Rasanya kayak tulang sakit semua gitu. Untung suamiku mau membantu memijatiku. Penginnya sih panggil ibu pijat ya, tapi di situasi pandemi COVID-19 begini, aku memilih menghindari saja, dan menikmati betapa encoknya pinggang ini hahahah.

Selama hamil, tiap abis mandi, aku udah mulai rajin pakai bio-oil atau stretchmark cream yang lain. Katanya, ini memang lebih baik dipakai sebelum stretchmarknya muncul. 

Kesimpulannya, enggak semua kehamilan mengalami mual dan muntah ya. Gara-gara aku enggak mengalami morning sickness, aku sempat ragu, ini hamil enggak sih ~ Ternyata dengar cerita dari ibu-ibu lain, ya banyak juga yang enggak muntah.

ASUPAN TAMBAHAN SAAT PANDEMI COVID-19


Hamil di saat COVID-19 begini sebenarnya agak sedih juga, karena serba parno dan dilema mau lahiran di mana. Yang bisa kulakukan saat ini ya hanya fokus ke kesehatan saja, mana sering ke rumah sakit juga huhuhu. Jadi yang aku konsumsi adalah madu, kebetulan kena racun clover honey HDI Naturals, ini emang enak banget sih rasanya, kayak pengin nyemilin mulu. Rasanya beda dari madu biasa.

Sewaktu hamil aku sempat rajin makan tahu sumedang :---) dan tentu saja jadi batuk dong. Tetapi karena minum madu ini, jadi enggak batuk lagi. Terharu banget. Bantu banget jaga kesehatan.

Cuma karena harganya agak pricey ya, bun, agak galau mau repurchase lagi apa enggak. Apa mau coba madu hutan aja atau gimana, di lain sisi suka banget sama rasanya hahahahah. Mikir mending duitnya buat beli madu yang enak atau ditabung buat imunisasi nanti. Yah lihat deh rezekinya nanti gimana.

Terus rajin pakai nassal spray dari Sterimar juga, apalagi kalau abis dari keluar rumah, pasti langsung bersihkan hidung. Oh ya, untuk kumur-kumur, sebelum hamil kan pakai Betadine Gargle, cuma sekarang gak bisa pakai itu. Jadi pakai obat kumur dari Mama's Choice, rasanya pedas dan agak ada pahitnya sedikit. 

-----

Alhamdulillah sekarang bayi ciloknya sudah berusia 4 bulan lebih, tepatnya 17 minggu 4 hari. Tadi baru USG lagi, alhamdulillah keadaannya sehat, beratnya normal. Udah kelihatan juga dia cowok atau cewek, tapi sekarang lagi enggak pengin cerita-cerita aja soal itu. Doakan sehat selalu yaaa teman-teman, agar bayi cilokknya bisa terlahir.

Untuk masa trisemester kedua, nanti aku ceritakan lagi ya. Semoga aku rajin olahraga dan di awal Februari nanti, bayi ciloknya sudah mau sekolah pakai Babyplus (nyewa aja sih ini). Jadi ditunggu yaaa cerita-cerita selanjutnya.

Dulu aku enggak tahu sama sekali soal feminisme dan bingung juga harus baca buku apa. Sebab setiap buku feminisme, terutama yang non-fiksi, kelihatannya kayak intimidating. Keburu takut enggak paham aja. Jadi aku baca bertahap aja, dan ini lah beberapa list buku feminisme untuk pemula yang baru mau belajar.

01. Perempuan di Titik Nol

Buku feminisme yang pertama kali aku baca adalah novel dahulu, baru baca buku non-fiksi. Novel feminisme yang kubaca pertama kali adalah Perempuan di Titik Nol, buku yang ditulis oleh Nawal El-sadaawi dan terbit pada tahun 1975. Mengisahkan tentang pelacur profesional di Mesir yang harus hidup di kehidupan patriarki yang merugikan perempuan.

Salah satu contoh kesulitan Firdaus, tokoh utama di Perempuan di Titik Nol, yang harus hidup di keluarga patriarki:

“Apa yang akan kau perbuat di Kairo, Firdaus?”

Lalu saya menjawab: “saya ingin ke El Azhar dan belajar seperti paman.”

Kemudian paman tertawa dan menjelaskan bahwa El Azhar hanya untuk kaum pria saja.

El Azhar merupakan suatu dunia yang mengagumkan dan hanya dihuni oleh laki-laki saja, dan paman merupakan salah seorang dari mereka. Dan dia adalah seorang laki-laki. 

(Nawal El Saadawi 2002, h. 22 dan 30)

02.  Entrok

Buku ini ditulis oleh salah satu penulis favoritku, Okky Madasari, menceritakan tentang perempuan di Jawa Tengah yang juga harus berjuang menghadapi kehidupan di masa orde baru, sulitnya menjadi perempuan di dunia patriarki, dan tentang kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh Marni dan Rahayu (mereka adalah Ibu dan anak). Dengan membaca cerita yang asalnya dari Indonesia, aku merasa lebih dekat pada perjuangan mereka.

“Ealah.. Nduk, sekolah kok malah membuatmu tidak menjadi manusia.”

― Okky Madasari, Entrok

 

03. Maryam

Masih dari Okky Madasari, Maryam mengisahkan tentang perempuan asal Lombok penganut Ahmadiyah yang harus mengalami diskriminasi dan penderitaan karena kepercayaannya. Kasus ini memang berasal dari apa yang terjadi pada realita, di Lombok memang sempat terjadi diskriminasi terhadap kepercayaan Ahmadiyah.

Sebenarnya novel ini lebih membahas tentang hak beragama dan bagaimana seharusnya kita bersikap meski ada perbedaan. Namun, aku masih ingat kisah Maryam yang harus berseberangan dengan mertua dan menumpukan segala kesalahan ke istri. 

04. Tarian Bumi

Ditulis oleh Oka Rusmini, penulis yang sering menulis tentang perjuangan perempuan. Lewat Tarian Bumi, aku banyak belajar soal Bali dan kasta-kastanya, dan lagi-lagi soal perjuangan perempuan. 

Quotes yang paling kusuka:

“Kelak, kalau kau jatuh cinta pada seorang laki-laki, kau harus mengumpulkan beratus-ratus pertanyaan yang harus kausimpan. Jangan pernah ada orang lain tahu bahwa kau sedang menguji dirimu apakah kau memilki cinta yang sesungguhnya atau sebaliknya. Bila kau bisa menjawab beratus-ratus pertanyaan itu, kau mulai memasuki tahap berikutnya. Apa untungnya laki-laki itu untukmu? Kau harus berani menjawabnya. Kau harus yakin dengan kesimpulan-kesimpulan yang kaumunculkan sendiri. Setelah itu, endapkan! Biarkan jawaban-jawaban dari ratusan pertanyaanmu itu menguasai otakmu. Jangan pernah menikah hanya karena kebutuhan atau dipaksa oleh sistem. Menikahlah kau dengan laki-laki yang mampu memberimu ketenangan, cinta, dan kasih. Yakinkan dirimu bahwa kau memang memerlukan laki-laki itu dalam hidupmu. Kalau kau tak yakin, jangan coba-coba mengambil risiko.”
― Oka Rusmini, Tarian Bumi

 


05. Novela dari Pramoedya Ananta Toer

Banyak orang yang bilang membaca buku-buku Pramoedya Ananta Toer itu sulit dimengerti karena 'level sastranya'. Enggak juga kok menurutku, bahasanya memang sering berbeda dengan bahasa hari ini, tetapi tetap nyaman dibaca dan indah sekali ceritanya. Pramoedya Ananta Toer adalah sosok laki-laki yang selalu konsisten menceritakan perjuangan perempuan, aku sudah membaca dua novelanya yaitu Gadis Pantai dan Midah. Gadis Pantai adalah cerita yang mengkritik kaum priyayi dan Midah adalah cerita yang mengkritik kaum religius.


06. Non-fiksi: Membicarakan Feminisme

Setelah membaca novel-novel, aku juga penasaran dengan sejarah feminisme, tentang bagaimana awal mula dan apa saja macam-macam gerakannya. Akhirnya aku membaca Membicarakan Feminisme dari Nadya Karima Melati. Menurutku ini cocok banget untuk menjadi buku feminisme untuk pemula yang mau belajar feminisme, pembahasannya cukup komprehensif tetapi tidak sulit dimengerti. 

Aku juga membahas topik buku feminisme untuk pemula di YouTubeku, ya! Kamu bisa menontonnya di sini:


Apakah kamu punya referensi buku feminisme untuk pemula lainnya? Kalau ada, beritahu di kolom komentar, ya!

Pernikahan sebetulnya menjadi topik utama yang kucari sejak sekolah menengah atas. Aku sekolah di madrasah, bahkan tinggal di asramanya. Di sana lah aku mendapatkan ide-ide bahwa pacaran itu buruk dan yang terbaik adalah menikah, serta Ide-ide absurd agar bocah remaja harus memantaskan diri untuk jodoh.

Namun aku tak menelan mentah-mentah ide tersebut. Aku dan beberapa teman dekatku bukan dari keluarga yang sempurna, jauh dari sempurna. Ada di masa petir menyambar keluargaku, dan aku hanya cerita untuk menertawakan kondisi itu sambil makan daging grill. Sehingga sedari awal aku berpikir, pernikahan adalah topik yang menjadi misteri yang harus kutemukan jawabannya. Dengan pengetahuan seadanya saat itu, aku merasa pasti akan menikah (sebab aku belum tahu bahwa manusia boleh memilih tidak menikah hahaha), tetapi aku harus tahu bagaimana menjalankan pernikahan yang baik.

Di usia remaja itu juga aku mendirikan sebuah website yang menceritakan kehidupan pernikahan dari hasil wawancara orang lain. Orang-orang mengataiku ngebet menikah, padahal aku hanya bercanda saja agar websitenya laku dan menarik perhatian orang. Deep down di dalam hati, sebenarnya aku tidak tahu apa-apa.

Sampai ada satu laki-laki yang enam tahun jauh lebih tua dariku, dan mencoba mendekatiku dengan ketidaktahuannya yang konyol perihal mendekati perempuan. Sampai aku memintanya datang ke kotaku agar ia menjelaskan maunya apa, sebab aku bukan perempuan yang suka saling mengirim pesan manis tetapi aku juga tidak tahu maksud ia apa. Bahkan laki-laki ini pernah membuatku berpikir aku tidak akan pernah menyukainya karena ia adalah laki-laki lamban yang tidak tahu maunya apa.

Laki-laki menyebalkan ini lalu datang ke kotaku, tetapi malah tidak menjelaskan apa-apa. Kupaksa ia menjelaskan sesuatu, sampai akhirnya ia bilang, "Yang jelas aku punya rencana jangka pendek sama Mega." WHAT THE HELL, U REALLY NEED SOME HELP, MAN. HE WAS REALLY BAD AT THIS.

Tapi aku tahu, usianya saat itu 26/27, ia laki-laki biasa yang jelas ingin menikah. Jadi aku yang cenderung memberikan arahan apa yang harus ia lakukan, seperti mengatur kapan ia harus bertemu orang tuaku. Ia memang lamban dan cenderung pasrah, tetapi aku tahu itu kelebihannya, dan darinya aku belajar banyak hal untuk tak terlalu berpikir jauh apa yang akan terjadi nanti.

Sejak pertemuannya dengan orang tuaku, mulai lah perjalanan mempertanyakan apakah aku benar-benar akan menikah, mengapa menikah, dan apakah aku harus memiliki anak. Dari pertemuan itu, kami menikah dua tahun kemudian, saat usiaku 22 tahun. Dua tahun, waktu yang cukup untuk memikirkan segalanya.

Ada sebuah buku yang memberikanku sedikit petunjuk, berjudul "Saya, Jawa, dan Islam". Di buku tersebut menjelaskan bahwa hidup di dunia itu mung mampir ngombe, cuma mampir minum. Tugas utama manusia yang paling awal adalah: menaklukkan nafsunya. Setelah itu kita akan tahu mana yang baik dan buruk dengan 'kebeningan'. Menikah adalah salah satu jalan menahan nafsu tersebut.

Nafsu yang dimaksud bukan 'nafsu birahi', ya. Tetapi nafsu berupa ego dan keinginan duniawi yang lain.

Dengan menikah, kita akan menjalani peranan yang begitu demanding. Menjadi suami berat, menjadi istri berat, apalagi menjadi orang tua. Menikah menuntut diri untuk menjalani tanggung jawab yang tidak mudah. Sebuah jalan yang masuk akal untuk mampu menaklukkan nafsu, tetapi jika dijalankan dengan sadar. Sebab bila tidak, yang ada malah menjaga nafsu-nafsu tersebut.

Ini saja yang kujadikan prinsip, tujuan hidup kan bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk bahagia dan bahagia itu bukan mendapatkan kekayaan atau sesuatu yang fantastis. Namun bahagia adalah saat akhirnya memperoleh ketenangan, dan rasanya make sense saja saat kita sudah mampu menaklukkan nafsu-nafsu tersebut, kupikir ketenangan itu jauh lebih mudah didapatkan. Sebuah series di NBC yang juga ditayangkan di Netflix, berjudul "The Good Place" kurasa mampu menjelaskan apa arti ketenangan itu (tetapi harus menonton hingga season terakhir).

Pesan itu saja yang kujadikan prinsip meyakini pilihan untuk menikah, sementara jawaban mengapa harus memiliki anak sebetulnya tak kutemukan sebelum menikah. Setiap bertanya ke orang lain, selalu saja terjebak pada: untuk meneruskan warisan yang kita punya. Warisan apa memang yang kita miliki? Bumi yang telah dirusak manusia? TT_____TT #bolehnangisgaknih

Sebab belum kutemukan alasan mengapa harus memiliki anak, setelah aku dan suami tinggal berdua, aku berpesan, "Aku belum siap untuk memiliki anak di tahun pertama ya, tahun depan mungkin boleh." Ia tak menjadikannya itu masalah, sehingga ia mendukung penuh. Selain perlu menemukan jawaban, saat itu aku juga merasa perlu menyelesaikan diri dari beberapa masalah mental dan kurasa perlu lah adaptasi dengan 'kehidupan yang baru'.

Sejak menikah, aku akhirnya tahu apa makna sebuah rumah. Saat sebelum menikah, aku benci rumah. Bahkan saat aku tinggal sendirian pun, ya tidak nyaman saja. Bahkan saat ini, kontrakan rumahku jauh lebih kecil dari rumah yang kutinggali sendiri dahulu, tetapi aku merasa kontrakan ini jauh lebih luas dan lebih nyaman. Aku tahu aku sedang dicintai, kucing-kucing kompleks juga menyayangiku (meski ada maunya), dan aku suka-suka saja dengan lingkungannya.

Saat akhirnya aku kehilangan apa saja yang menjadi tolak ukur self-worthku, yaitu pekerjaan full-time, aku sedih sedikit tetapi tak menjadi masalah besar. Double job, double pay, adalah yang selalu kujaga dan kubanggakan secara personal karena aku 'merasa aman'. Bahkan di awal tahun kemarin, aku melepas akun Instagram yang tumbuhnya lumayan, dan memutuskan membangun semua dari nol.

Aku tidak punya apa-apa selain rumah yang juga bukan punyaku, tetapi rasa tenang itu hadir sepenuhnya. Bahkan aku selalu berpikir, kalau aku akhirnya meninggal di tahun ini pun, aku ikhlas-ikhlas saja. Sebab apa yang kujalani sudah cukup menyenangkan, dan aku tidak masalah kalau aku tidak berkesempatan menjemput mimpi-mimpi yang kukejar. Ini saja sudah cukup. Namun kalau memang diberi usia, aku akan menjalankannya sebaik yang kubisa, tidak seambisius dahulu yang selalu mengejar angka-angka tertentu.

Semua itu membuatku sadar bahwa kehadiran cinta itu sungguh-sungguh ada meski mungkin akan berbeda dan berubah. Saat aku membaca buku yang judulnya 'Things I Wish I'd Known Before We Got Married', cinta di awal tahun pernikahan memang begitu mudah untuk hadir, tetapi tahun-tahun selanjutnya tidak mudah, cinta itu harus diperjuangkan. 

Sebab di tahun awal pernikahan, pasangan saling tahu apa yang dibutuhkan pasangannya untuk merasa dicintai. Tetapi setelah tahun-tahun selanjutnya, sulit untuk memahami, di sini lah maksud mengapa cinta perlu juga diperjuangkan. Kalau akrab dengan sebutan 'pacaran cuma enak saat pdkt'-nya, itu bukan berarti pacaran adalah hal buruk. Tetapi begitulah cara cinta bekerja. Hadir sebagai anugerah, tetapi juga perlu sebuah komitmen.

Dan kurasa begitulah mengapa cinta bisa melahirkan makhluk baru. Anak hadir karena cinta, dan ia juga bentuk komitmen cinta yang baru, bahkan komitmen yang jauh lebih sulit dari pernikahan itu sendiri. Hubungan suami-istri bisa dipisahkan cerai, tetapi hubungan orang tua dan anak, tidak bisa dipisahkan. Sampai kapan pun ia adalah anak dari orang tuanya. Sebenarnya ini terdengar naif sekali, tetapi itu yang selalu menguat di dalam hati.

Menuju satu tahun pernikahan, setelah menyimak edukasi hamil dan menyusui sedikit-sedikit, aku mulai berpikir, sepertinya aku siap. Namun cukup satu saja, sebab kupikir, memiliki anak adalah komitmen yang tak bisa berakhir, aku merasa memiliki satu anak saja pasti akan sulit. Jadi aku merasa mampu jika hanya satu.

Banyak ibu yang bercerita, saat kamu memiliki anak, maka kamu akan kehilangan dirimu. Tetapi aku yakin, semua dapat dilalui kalau aku bersiap dan menjalaninya dengan penuh kesadaran. Bukan menikah karena semua orang menikah, bukan memiliki anak karena setelah menikah harus segera memiliki anak.

Saat ini aku sedang hamil, dan mungkin jika lancar (mohon doanya), makhluk kecil itu akan lahir saat aku berusia 24 tahun. Aku merasa siap untuk memberikan 5-6 tahun menjadi ibu yang fokus merawatnya dan merelakan pekerjaan full time-ku. Mengapa bukan suami saja yang melakukan itu? Sebab di kondisi kami, yang bisa memiliki peluang bekerja secara freelance, remote, dan semacamnya adalah aku, jadi tidak masalah. Saat ia mulai sekolah SD, aku masih berusia 29 atau 30 tahun. Mungkin di situ aku mulai berpikir bekerja secara full time lagi atau kalau beruntung mungkin aku sedang menjalani mimpiku yang lain dan tidak perlu full time. Dengan kesadaran ini, aku harap bisa melampaui malam-malam yang sulit saat harus berjuang untuk mencintai makhluk kecil tersebut.

Kesadaran itu jelas berbeda untuk setiap orang. Mungkin kamu saat ini sudah puas menjalani karir, dan bersiap untuk mengasuh anak. Atau, kamu dalam keadaan finansial yang baik, sehingga dapat menjalani karir dan mengasuh anak dengan baik. Apapun itu, lakukan lah dengan penuh kesadaran.

Cerita ini mungkin terlalu naif untukmu, kamu bisa saja tak setuju dengan ide pernikahan dan memiliki anak. Tetapi semoga kita dapat sama-sama menemukan kebahagiaan di setiap jalan kehidupan yang kita pilih, ya! 



Older Posts Home

ABOUT ME

Penulis buku dan kreator konten.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Parco Canteen: Gak Pernah Nemu Kopi Gak Enak di Melbourne
  • Mata di Tanah Melus dan Kepenulisan Buku Anak Okky Madasari
  • Obrolan Melukat Hingga 'Ustadz Televisi' di Pura Tirta Empul (Tampak Siring, Gianyar)
  • Rekomendasi Buku Self-Love: How To Stop Feeling Like Sh*t (Andrea Owen)
  • LEWI'S Organics: Nyobain Split Shot Sambil Kerja di Sana | Tangerang Selatan

Contact Form

Name

Email *

Message *

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates