Boarding School: Ustadz Ustadzah

Cerita dan pengalaman merupakan dua hal utama yang membuat hidup di boarding school atau asrama menjadi mahal. Dari sekian hal yang menjadi bagian dua hal tersebut, bertemu banyak orang dengan karakter yang berbeda menjadi salah satu favorit saya. Deket teman se-angkatan, kenal adek kelas, dan yang paling menarik: mengenali karakter ustadz dan ustadzah.

Ustadz dan ustadzah kami pasti mempunyai pemahaman agama yang mendalam, sebagian besar terdidik di pondok. Yang bikin asik tuh.. kalo ada yang baru lulus pondok terus pengabdian. Nah biasanya ustadznya masih muda, kalo adzan sama jadi imam bikin meleleh, dan.. ada yang ganteng. Eak.

Pengenalan dan pendekatan dengan beliau semua selalu terjadi dengan proses yang menarik. Cerita yang menjadi bagian dari unforgettable moment. Apalagi kalo pendekatannya melalui kasus yang nggak enak. Di antaranya adalah kasus: KERUDUNG.

Pertama, setiap ujian pelajaran asrama pasti harus memakai seragam: bawahan panjang hitam, atasan putih, jas merah almamater, dan kerudung bagi yang cewek.

Hari itu asrama mengaharuskan kami memakai kerudung putih, sedangkan kebanyakan di antara kami nggak suka pake kerudung putih. Faktor utamanya karena kerudung persegi yang biasanya dipake terlalu tipis dan nerawang, bagi kami ini fenomena yang nggak keren.

Rame-rame pake kerudung hitam mutlak menjadi keputusan kami angkatan 23 yang asrama dan pastinya yang cewek. Selang beberapa waktu di aula akhirnya.. KAMI DIHUKUM RAME-RAME!!

“EMPAT BELAS TAHUN SAYA MENGAJAR.. NGGAK PERNAH ADA YANG KAYAK GINI! KALIAN NGERASA KUAT YA KALO RAME-RAME KAYAK GINI?!”

Wajar. Udah biasa kayak gini. Di setiap momen mungkin kita akan menemukan sosok yang mempunyai temperamen nggak nyante banget kan? Lah apalagi lingkungan asrama. Fenomena alam yang sangat natural, alami, dan menyegarkan. Halah.

Kedua, peraturan tidak tertulis di asrama putri: menggunakan kerudung setiap keluar kamar. Entah mengambil makan, minum, atau sekedar buang sampah di tong sampah depan kamar.

Sampe akhirnya di suatu malam, di mana jarum jam menunjuk ke angka 10, di mana suasana asrama semakin sepi dan yang pasti nggak ada cowok yang datang untuk sekedar membenahi lampu atau mengantarkan makanan.  

Kemudian teman saya kembali ke kamarnya sehabis berrmain di kamar teman yang letaknya bersebelahan tanpa berkerudung. Mampusnya, ketika dalam perjalanan beberapa langkah, ada ustadzah yang lihat dan langsung teriak heboh:

“ASTAGHFIRULLAH UKHTI! DENGAN BEGINI KAMU BISA MENYERET AYAHMU KE DALAM NERAKA!”

Ah mungkin ustadzah baru aja nonton Ganteng Ganteng Serigala jadi dramatis gitu. Tapi yang jelas, kalimat ini menjadi trending topic selama beberapa minggu.

For your information, ukhti adalah kata sapaan kepada sodara cewek dalam bahasa arab. Kalo buat cowok pake akhi.

Dari persoalan kerudung aja bisa menemukan banyak cerita dan karakter, asrama memang hebat *menghibur diri*. Cerita lain, dari bagaimana ustadzah menanggapi anak didiknya yang bandel.

Silence But Deadly

Beliau adalah pengasuh saya saat kelas 10, yang udah paham bagaimana tingkah laku saya. Ustadzah yang paling saya hindari, omelannya maut banget. Ketika udah kelas 11, bukan beliau lagi pengasuhnya. Awalnya udah seneng banget, tapi sayangnya nggak bisa gitu aja berhenti berinteraksi dengan beliau. Karena beliau adalah wali kelas pelajaran agama di asrama.

Mampus.

Hingga hari di mana ujian pelajaran agama lisan pun datang, dan beliau lah yang menentukan angka berapa yang pantas untuk saya. Karena ngerasa nggak cukup hafal, siap-siap deh diomelin. Dan pada kenyataannya.. beneran diomelin. 

“Kamu udah hampir dua tahun lho Mega di sini, tapi tetep aja. Saya belum melihat perubahan dari Sophia Mega. Oh iya, saya pernah lihat charger di atas kasurmu, kamu bawa HP lagi ya?”

“Oh itu, itu charger rusak ustadzah.” (emang rusak kebetulan, hufffft)

“Tapi HPnya nggak rusak kan?”

Kalau udah gini, menyengir lah semanis mungkin.

Kesayangan

Pengasuh ketika saya kelas 11! Setelah sekian kali bawa HP dan ketahuan, ustadzah kesayangan cuma menanggapi dengan, “HP siapa ini? Nggak boleh pokoknya.” Udah gitu aja terus HPnya dibawa ke kamarnya.

Abis itu saya cuma duduk di atas kasur dan hening lama, kemudian solat subuh dengan muka flat. Iya HP saya diambil tepat ketika saya baru bangun tidur, tragis. Tapi kenapa saya bilang ustadzah kesayangan? Karena beliau menyentuh tepat di hati ketika mengingatkan anak didiknya.

Salah satu contoh kasusnya: kalender berkata saat itu bahwa hari Senin libur, Selasa masuk, Rabu libur, dan Kamis masuk. Karena bandel dan males di asrama, saya pulang tanpa izin dan mem-bodoh-amati resikonya yang akan saya terima.

Cerita kabur yang lagi-lagi ke sekian kalinya pada akhirnya ketahuan, karena teman se-kamar saya ada yang bilang dengan polosnya bahwa saya pulang ke rumah. Yah, udah biasa. Nggak semua temen emang bisa paham dengan pola pikir, keadaan, dan posisi yang dialami teman yang lain karena punya prinsip yang berbeda. 

Meskipun udah ketahuan, pulang sekolah nggak membuat hati tergerak untuk kembali ke asrama. Tetep pulang ke rumah. Jarak rumah dengan sekolah hanya dibedakan dengan status kota dan kabupaten, jadi gampang banget kalo mau pulang.

Beberapa hari setelah kembali dengan lika-liku kehidupan asrama, tiba-tiba ditakdirkan bertemu muka dengan ustadzah kesayangan.

“Sophia Mega…”

“Hehehehehehehehehehe ada apa ustadzah?” *sambil menghindar*

“Ngapain menghindar kayak gitu? Kapan sih ustadzah marah? Nggak pernah kan? Ya udah pokoknya Sophia Mega rajin belajar aja.”

*diam sejenak* “Eh syukron ustadzah.”

Fyi lagi, syukron artinya terimakasih. 

Super meleleh! Nggak dihukum! Dimarahin aja enggak kok, tapi dikasih pesan super. Sejak saat itu saya mencoba lebih lebih lebih respect ke beliau, ya meskipun nggak menjamin nggak bandel lagi sih ya, ehehehehehehe.

Tadi pagi aja ketika ustadzah kesayangan nggak lagi jadi pengasuh saya.. waktu saya salim beliau bilang, "Yang rajin ya, Mega." So sweet, super so sweet.

Dari segala perbedaan karakter bukan berarti kemudian saya bisa bilang “Errr ustadzah ini nggak enak, malesin banget, enakan juga yang itu. dsb.” Kadang sih ngerasa kayak gitu, tapi saya selalu ingat bahwa sikap ini nggak keren dan nggak bijaksana.

Bagaimana pun karakternya, bagaimana pun saya sering sebel, tapi tetep.. dari lubuk hati yang paling dalam beliau semua adalah sosok yang luar biasa. Sosok yang membuat saya banyak belajar, mendapatkan ilmu yang belum tentu semua orang bisa punya. Mendapatkan cerita dan pengalaman yang tak ternilai harganya.

Tsaahhh, so sweet abis.