Hasil iseng motret di pagi hari ulang tahunnya Arema wehehe, mau konvoi ya Pak? “You are Aremanita, right?” “Hmm, I am not. I am fr...

Cerita Malang Membiru Sampai Bikin Film Pendek Nobar Arema


Hasil iseng motret di pagi hari ulang tahunnya Arema wehehe, mau konvoi ya Pak?
“You are Aremanita, right?”
“Hmm, I am not. I am from Malang, but I am not Aremanita.”

Percakapan di atas adalah momen wawancara sebelum saya masuk ke bimbingan bahasa inggris. Saya ketawa geli kalau ingat percakapan itu, sekitar satu tahun yang lalu saya mendeklarasikan bahwa saya bukan Aremanita. Main saya emang kurang jauh, di situ-situ aja. Sekolahnya aja sejak TK hingga SMA, di sebuah kawasan Jalan Bandung (anak Malang pasti tahu deh deretan sekolah yang selalu bikin jalannya macet parah).

Ada beberapa hal yang saya sesali kenapa nggak mau keluar kota untuk kuliah. Tapi banyak yang saya syukuri kenapa bertahan di Malang, saya semakin kenal dengan Malang, mulai dari kearifan lokalnya hingga kekayaan lainnya. Main-main ke luar kota dan luar negerinya, bisa lah nanti diatur. Sekarang juga lagi cari-cari alasan biar dibolehin keluar kota, ide menikah dengan orang yang tinggal di luar kota kayaknya keren juga *halah Meg*.

Pandangan tentang Arema mulai berubah sejak diberi tugas kuliah tentang kearifan lokal apa yang dimiliki daerah kelahiran masing-masing. Saya cukup berpikir keras sih. Entah kenapa yang ada di benah saya malah Arema. Meskipun kelihatannya bukan kearifan lokal menurut teman-teman saya, karena banyak yang memandang kearifan lokal adalah budaya tarian, kuliner, dan sebagainya, saya ngotot aja mau membahas ini hahaha. (Tapi sebenernya Arema emang termasuk kearifan lokal kok gaes! :D)

Mulai lah saya riset di berbagai tulisan hingga di Youtube, bertemu lah dengan sebuah film pendek yang mengubah pandangan saya soal Arema. Kalau ada yang bilang klub sepak bola sekarang udah kayak agama, tapi buat saya Arema bukan sekadar sepak bola, tapi soal persaudaraan. Malang kalau karakter Aremanya semakin kuat, pasti semakin cakep. (Lihat filmnya di sini yaa: Film Darah Biru Arema)

Di ulang tahun Arema pada 11 Agustus lalu, yaitu yang ke-29, saya bahagia sekali dengan slogan barunya, “Arema For All”. Cewek macam saya yang hampir gak pernah nonton Arema jadi semakin merasa termasuk dalam Arema dan Aremanita.

Beruntungnya lagi, Arema ke-29 ini saya diajak menjadi bagian dari pembuatan film Arema, bukan bagian produksi sih, tapi... talent. 

Momen paling sinaaam~ (sinam: manis)
Saya kenal Mas Adhit di komunitas Kelas Inspirasi 3 Malang, Mas Adhit emang selalu berisik dan suka dengan hal yang mendadak. Tiba-tiba saya diminta jadi talent dalam sebuah video yang saya gak tau konsepnya gimana, tiba-tiba disuruh ke kafe ini itu, rusuh banget deh di Whatsapp. Parahnya, Mas Adhit ini tetep cuek aja meskipun saya ogah-ogahan, dia tetep rusuh di Whatsapp.

Kepasrahan dan tidak tahan akan rusuhnya Mas Adhit membuat saya ngechat Mas Adhit saat lagi nganggur dan ngopi santai di DW Coffee, “Mas Adhit di mana?”

Bukan Mas Adhit kalau nggak mendadak, Mas Adhit langsung minta saya ke My Café yang lokasinya cukup jauh dari DW Coffee. Parahnya, saya diminta pake baju biru, sedangkan outfit saya dari atas ke bawah coklat semua, mampus. Saya udah bilang gak pake warna biru, tapi diminta tetep datang. Fine, saya turuti.

Di sana, saya berjumpa kembali dengan sebuah lingkungan yang baru. Tapi saya gak masalah sih, saya cuma anteng sama HP, ya gitu kalau baru kenal, kadang-kadang saya jadi introvert hehe. Setelah dipinjami jaket warna ‘biru Arema’, mulai lah syuting film pendeknya.


Sutradaranya Mas Roy dari Paper Films dan… Mas Adhit juga megang kamera sih, dua-duanya pegang kamera. Kata Mas Adhit, “Ojok suwi-suwi, koyok professional ae.” Yawdah, saya sih santai aja, dan ternyata nih… hasilnya oke juga. Kuy kuy, nonton, ada akunya lhoooh. 



Di antara cewek-cewek tersebut, ada yang bernama Mbak Dessy (yang pake kacamata). Saya gak sadar akan apapun, sampai Arif bilang, "Di sana ada yang namanya Dessy gak?" Saya iyakan, dan ternyata itu mantannya. Yaampun, dunia sesempit itu. Padahal Mbak Dessy juga pernah menyapa saya waktu nonton Payung Teduh, mungkin karena terlalu lama jadi sama-sama lupa. 

Rasanya jadi talent film nobar, saya bingung... Mbak mas nyebut nama pemain Arema, aku cuma sok bisa serius. Gak tau yaapa dong :( Maaf a Malang, bukan maksudku :( Tapi pernah kok nonton Arema, yaa sekali dua kali pernah laaaah.

Semoga Paper Films dan Media Dua Satu terus berkarya dan menemukan karakternya ya! Semangat terus berkarya dan terima kasih Mas Adhit sudah rusuh di Whatsapp. Lumayan lah sempat ikut proses pembuatan film pendek satu ini. Nuwusss! 

Di 11 Agustus kemarin emang gak ada konvoi, tapi Malang tetap membiru lho. Gak percaya? Yuk lihat foto-foto hasil iseng saya di pagi hari pada hari ulang tahun Arema kemarin. 

Angkutan umumnya Malang juga berwarna biru semua lho. 'Arema Kodew' = Arema Wedok = Arema Perempuan


Di Simpang Balapan nih, depan Recheese Factory yang belum jadi.
Hati-hati lho Mbak, Bu, dan Mbah.
Dipenuhi dengan spanduk biru-biru Arema, kawasan Soekarno Hatta nih.
Malang Membiruuuuuuuu~
Foto di atas masih beberapa sih, masih banyak lainnya. Mulai dari spanduk sampai photobooth. Saya berangkat pukul 7 pagi dan naik motor, pertama kali motret ala-ala street photography sih, ternyata asik juga hehe. Kalau ada momen yang mau dicari, bakal nyoba lagi lah.

Oh iya, selamat ulang tahun ya Arema! Semoga semakin berkurang unsur-unsur politik yang aku pun gak eruh iku opo :( Dunia persepakbolaan semakin dihargai dan persaudaraan Arema semakin kuat. Doamu untuk Arema apa nih? Oh ya, jangan lupa nonton film pendeknya lho ya, ada akunya! :p 

3 comments:

  1. yang bikin sedih, arema sekarang ada dua :(

    ReplyDelete
  2. Mega Aremania gadungan wkwk

    Itu street fotografinya hasilnya bagus-bagus meg.

    ReplyDelete