Menu baru DW Coffee nih! Pizza dengan secangkir Moveonchino bisa bikin ngobrol santaimu jadi makin syahdu. Foto: Sophia Mega. Udah ngga...

Ngobrolin Australia Ditemani Menu Baru DW Coffee

Menu baru DW Coffee nih! Pizza dengan secangkir Moveonchino bisa bikin ngobrol santaimu jadi makin syahdu. Foto: Sophia Mega.

Udah nggak terlalu berharap kembali dihubungi seorang Alvin Bramanta yang sudah setahun kuliah di Monash University, Australia. Sejak dia mulai mengambil studi di sana, setiap kembali ke Indonesia selalu nggak ada kabar. Kemarin ia meninggalkan komentar di akun Instagram saya memberitahu bahwa ia akan ke Malang dan minta disambut, saya merespon cuek dan jahat. Udah males banget pokoknya.

Ternyata Alvin nggak sejahat itu, dia beneran ngabarin waktu kemarin ke Indonesia dan kebetulan mampir ke Malang untuk beberapa hari bersama keluarganya. Sebenarnya saya hanya ingin sekadar bertemu, menyapa, menanyai kabar dan mendengar ceritanya sih. Setelah kemarin sedikit rasan-rasan alias ngomongin Alvin bersama Mbak Putri dan Mas Haqqi, “Alvin tuh dulu lucu juga ya, sore-sore harus bersihin wadah adonan Panekuk Pancake, eh sekarang kuliah di Australia.”

Biar nggak bingung, diceritain sedikit tentang Alvin ya. Kami satu sekolah di MAN 3 Malang, dia anak pindahan dengan alasan pindah yang cukup menarik dan konyol. Dia pindah karena di sekolahnya dulu selalu menjadi korban kekerasan cowok-cowok menyeramkan hanya karena cewek hahaha. Bagaimana kami dekat? Kami dekat karena satu minat yang sama, bisnis.

Ketika kelas 2 SMA alias kelas 12, kami ada dalam satu tim lomba bisnis. Sebenernya nggak satu tim juga sih, satu tim yang berisi tiga tim lainnya. Sebut saja MLC (Miniatur Laut Corporation), sebuah tim yang akan membuat kami tertawa selain karena namanya tentu karena cerita di baliknya. Beberapa dalam ‘keluarga MLC’ meskipun jarang komunikasi, tetap saling menyapa dan bertukar cerita. Kami menyebutnya sebuah momen ‘update kabar dan update hidup’. 

Seperti yang saya bilang di awal, MLC adalah tim dari beberapa tim di dalamnya. Alvin dengan Cunik dengan bisnis Panekuk Pancake (sekaligus Mbak Layyin, Mbak Icha dan Mbak Nazira). Saya, Mbak Putri, Mas Haqqi dan Farhan dengan JEKO, Ojek Online. Mas Zain dan Mas Kim dengan bisnis Susu Mbak Gimi (sekaligus Ilyas dan Uwaes). Kami sering menyebut masa ini masa emas, di mana kami tidak takut berjualan di sekolah, kami merasa baik-baik saja dengan sok-sok mikirin bisnis, kami tidak takut dengan resiko-resiko yang kami ambil dan kami mau untuk terus belajar.

Sebuah masa di mana kami akhirnya bisa menghargai orang yang membagikan brosur, karena kami pernah melakukannya di Ijen Car Free Day. Membuat promo dan harga yang selalu saja berubah. Yah sebuah proses yang mengubah hidup dan diri saya pribadi. Begitu lah singkatnya bagaimana saya dan Alvin dekat, bagaimana saya ingin sekadar mendengarkan ceritanya.

“Duuuuuh gincunyaaaaa. Gincu on point,” ledek Alvin ketika saya baru saja masuk ke DW Coffee.

Dari kiri, Mas Haqqi, Alvin dan Saya. Duh ini lagi kumus-kumus banget hahaha.

Ya, kami sama-sama berubah. Saya emang ‘makin dandan’ dan Alvin—katanya ‘agak gendutan tapi tetep ganteng’. Momen tersebut saya juga banyak cerita, disusul dengan kedatangan Mas Haqqi yang bela-belain untuk membatalkan jadwalnya yang super sibuk (baca: budak program kerja), tapi di tulisan kali ini saya mau cerita tentang Alvin dan budaya di Australia. 

Selain bercerita tentang sedang dekat dengan siapa dan disambi protes, “Kok kamu gak pernah cerita tau-tau udah setahun aja, Meg?” Ia juga bercerita tentang kekonyolan lainnya yang pernah ia alami selama menjadi mahasiswa rantau beda Negara yang ia tulis di alvinbramanta.wordpress.com. Saya pun nyeletuk, “Kenapa nggak bikin vlog?” Saya yakin cerita-cerita Alvin akan jadi pengetahuan dan cerita menarik. 


“Di sana tuh orang mending nggak sarapan tapi ngopi. Jadi banyak coffeeshop, malah kayak Starbucks gitu nggak laku. Ya kedai-kedai kopi yang beneran sih yang laku.”

Budaya ngopi pagi di luar Negeri emang cerita lama sih, tapi saya heran aja apa perutnya baik-baiks aja? Minum kopi tanpa makan terlebih dahulu? Udah cukup lama pengin banget memulai pagi dengan mengopi *halah*, karena saya emang susah fokus kalau pagi hari, apalagi sekarang Malang mulai bermunculan kedai kopi yang buka pagi seperti DW Coffee dan Telescope.


Alvin Bramanta. Foto: Sophia Mega.
“Orang sana ya work hard, play hard. Kalau weekday ya kerja, mahasiswanya belajar. Kalau weekend ya budaya mereka clubbing. Jum’at untuk orang Asia kayak kita gini, Sabtu untuk bule-bule aslinya dan Minggu untuk nigga gitu. Gak tau, bule males gitu sama kita.”

Cerita Alvin membuat saya ingat dengan @gitasav, vlogger yang sedang kuliah di Jerman. Dia pernah membuat video bersama teman-temannya tentang, “Kenapa sih orang Indonesia hanya meniru budaya barat dengan budaya mengopi pagi dan clubbing-nya aja? Kenapa nggak hal-hal seperti work hard-nya?” Ungkapan itu menempel terus di benak, bagaimana cara membenahi diri, mengadaptasi beberapa hal yang baik dan meninggalkan yang buruk dari budaya Barat yang memang sudah lebih maju.

Ketawa geli aja sih ketika yang kita kejar hanya lah suatu budaya dari Barat, lalu lantas kita tetap jadi Negara yang gak maju-maju. Huhuhu. 

Ngeselinnya Alvin tahun depan udah lulus coba! Padahal kami seangkatan, saya baru lulus sekitar 1-2 tahun lagi dan itu pun kalau dosen pembimbing skripsinya bisa baik. Sedangkan di Australia memang satu semester hanya tiga bulan dan skripsi hanya untuk orang-orang yang pinter banget, jadi skripsi adalah pilihan dan wajib ambil 1 tahun khusus ngerjain skripsi.

Bener banget sih, karena nggak semua orang butuh karya dalam berbentuk skripsi. Buat akademisi atau ilmuan mungkin butuh, tapi kan nggak semua orang mau jadi akademisi atau ilmuan? Setidaknya cerita Alvin membuatku mulai tergugah untuk mulai berpikir, “Nanti ambil S2 nggak ya?” 


Mengopi pagi di Malang yuk! Foto: Sophia Mega

Obrolan serius nggak serius di pagi hari itu ditemani Chicken Pizza, menu baru dari DW Coffee. Perpaduan pizza dan kopi adalah menu yang udah saya penginin sejak lama, maunya dulu nyoba di Kopinion, tapi mereka lagi under-construction entah sampai kapan. Pizzanya tipis tapi empuk, porsi untuk dua orang dengan harga Rp35.000. Ditemani dengan Moveonchino hangat yang selalu menjadi favorit.

Sepertinya DW Coffee selain lagi rajin melengkapi konten website dwcoffeeshop.com-nya, lagi rajin juga buat inovasi menu baru tuh. Semakin sukses yaaa! Semoga semakin nyaman untuk sekadar ngobrol bersama teman lama dengan suasana dan berbagai hal baru lainnya. 

6 comments:

  1. Beneran di luar negeri nggak pake skripsi? Oh, indahnyaaaa~ Woakaakak.

    Btw, Mega udah jago make up nih yeee. Pake gincu terus. :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa indah sekali yaaaa. Bisa lulus cepat. :')

      Hahaha yaaaa kan dah gede sekarang

      Delete
  2. Wha.. ini yang bagian dalam? Belum pernah ke dalem sih..

    lalu temenmu kaget gak sama kopi indonesia, setelah beberapa waktu ngopi di aussie?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas ini bagian dalem. :D

      Gak tau siiih, ntar kapan2 aku tanyain xD

      Delete