Saat memotret tulisan 'Open' saya malah bikin talinya copot huhu. Untung ada Bapak ini yang baik sekali hehe. Foto: Sophia Mega. ...

Menutup Perjalanan dengan Menyeduh Kopi di Klinik Kopi

Klinik Kopi
Saat memotret tulisan 'Open' saya malah bikin talinya copot huhu. Untung ada Bapak ini yang baik sekali hehe. Foto: Sophia Mega.
Kalau bukan karena kopi mungkin rencana ke Jogja kemarin nggak akan terwujud. Kalau bukan karena Klinik Kopi rencana ke Jogja kemarin hanya menjadi wacana dan tinggal menjadi kenangan semata. Kalau bukan karena keduanya, mungkin bukan Jogja yang menjadi tujuan utama.

“Gak papa kok aku ke Jogja sehari aja, abis ke Klinik Kopi terus pulang,” ucap saya  menerima keadaan bahwa tiket kereta yang kami pesan ternyata pas banget kami UTS. Tapi syukurlah kami bisa memajukan jadwal tiket kereta yang kami pesan dan bisa lebih lama di Jogja, mendengarkan cerita langsung dari Jogja.

Sesampainya di Jogja, setelah istirahat untuk beberapa jam, kami menyiapkan diri ke Klinik Kopi dengan sepeda motor sewaan. Waktu di jalan, saya memastikan lagi di Google di mana lokasi Klinik Kopi berada, tapi saya merasa janggal karena tulisannya hari ini closed. “Lho kok closed?”

Agak nggak percaya, saya pastikan ke akun Instagram @klinikkopi dan lantas, “Laaaah iya, ini kan hari Minggu astaga! Tutup dooong, gimana nih?” Padahal kami sudah agak jauh dari tempat menetap kami, kalau nggak salah udah di kawasan Sawojajar, Jogja. Singkat cerita setelah panik dan bingung mau kemana, kami mampir ke Studio Kopi dan baru esoknya ke Klinik Kopi.

Berdasarkan di akun Instagram Klinik Kopi, lokasi kedai satu ini emang masuk gang dan agak susah dicari. Untungnya sebelumnya kami mampir ke Smile Coffee & Tea, jadi diberi arahan jelasnya, lokasi dua kedai ini memang gak berjauhan kok,. Dan ternyata emang gangnya kecil, tapi asal dengan GPS nggak bakal bingung-bingung banget kok.

mas pepeng
Mas Pepeng, yang punya Klinik Kopi. Foto: Sophia Mega.
Ada banyak alasan yang membuat saya penasaran banget dengan Klinik Kopi. Pertama kali mengetahui kedai kopi satu ini dari Mbak Ama—travel blogger simplesillyjourney.com, “Meg coba deh buka akun Instagram @klinikkopi, mereka selalu bikin caption edukasi, panjang sih,”

Dari cerita-cerita yang disampaikan melalui caption tersebut lah yang bikin saya makin suka dan penasaran dengan kedai satu ini. Panjang sih emang, tapi nggak bosenin dan jadi selalu punya hal dan pengetahuan baru. Hal yang paling membuka mata saya adalah ketika salah satu post, Klinik Kopi memiliki harapan jika semua orang tak hanya sekadar mengopi di kafe. Tapi terbiasa menyeduh kopi dari rumahnya sendiri, sampai pada akhirnya mereka terbiasa dengan takaran mana yang disuka, nggak perlu teori-teori yang rumit.

Klinik Kopi hanya menyediakan kopi Indonesia dan diseduh dengan V60. Foto: Sophia Mega.
 Sejak saat itu lah saya yang awalnya malas belajar, langsung pulang ke rumah, mengambil Frenchpress yang entah dapat dari mana dan nggak dipake, langsung nyoba meski selalu gagal sih hahaha. Tapi setidaknya mencoba.

“Kalau aku sampai di Klinik Kopi, aku mau check in dan captionnya cuma emot senyum aja. Udah gitu aja,” ucap saya ke Arif. Saking bahagianya, saking rasa penasaran itu akhirnya terjawab. Alay emang. Saya emang udah kadung cinta sama cerita-cerita yang disampaikan di media sosial, saya baru menemukan Klinik Kopi yang rajin mengedukasi melalui media sosialnya. Norak!

Menunggu, tapi nggak ada Wi Fi, ya! Foto: Sophia Mega.
Pas banget, karena saya nggak suka gitu ngopi tapi sibuk hapean. Mending pulang aja, ngopi sendiri-sendiri hehehe. Foto: Sophia Mega.
Saya datang pukul empat sore, tepat saat Klinik Kopi baru buka. Padahal baru buka, eh udah ramai aja, udah antri. Kalau nggak salah, kami dapat urutan ketiga kalau nggak keempat. Sambil duduk di tempat lesehan dan nggak ada Wi Fi, ada kok minuman pembuka untuk menunggu. Di sini juga dipisahkan untuk orang yang merokok dan nggak, nah ini saya suka banget hehehe.

“Ah, akhirnya giliran kami!”

Ya, Klinik Kopi memang memesannya antri satu persatu karena nggak ada menu jadi kudu ngobrol sama Mas Pepeng, barista di Klinik Kopi. Pertanyaan pertama yang ia tanyakan adalah, “Biasa ngopi di mana?”

biji kopi klinik kopi
Biji kopi di Klinik Kopi. Foto: Sophia Mega.

Yah saya jawab di kedai-kedai lokal Malang, tapi banyak lho yang jawab dengan, “Starbucks.” Sejak saya ngerti single originnya Starbucks nggak enak (sorry to say, tapi Frappuccinonya enak banget), saya udah maleees banget ke Starbucks. Padahal dulu selalu pengin ke sana, sampe di Malang baru ada Starbucks, saya belum pernah sama sekali ke sana. Kedai kopi lokal masih selalu juara kok!

Mas Pepeng bertanya mau kopi yang seperti apa atau suka dengan kopi yang asamnya seperti apa. Sebenarnya saya suka dengan yang pahit dan asam seimbang, tapi karena di akun Instagram Klinik Kopi selalu menceritakan kopi dengan aftertaste manis, jadi pengin tahu karena selama ini belum coba. Alhasil saya mencoba Kopi Bu Nur.

Kopi di sini selalu diseduh dengan air yang panasnya 80 derajat dengan V60, saya lupa sebutan tekniknya apa, yang jelas Mas Pepeng nggak menggunakan teknik pour over biar tetap menjaga Bodyguard dari kopinya sendiri. Yang jelas teknik ini bikin kopi tersebut cocok diperut Arif, karena perut Arif sama kopi tuh gampang rewel. Sedangkan saya sendiri cocok-cocok aja.

Banyak yang dari luar negeri ke Klinik Kopi. Foto: Mohammad Arif.
Di sini jangan harap ada Cappuccino atau bahkan Latte Art, Mas Pepeng bilang, “Ini kan Indonesia, kalau Cappuccino dan semacamnya dari Italia, nggak perlu deh,” ucapnya pada salah satu pelanggan dari... entah Negara mana. Kalau nggak salah di sini juga nggak ada gula deh, jadi tamu diajak untuk menikmati kopi itu sendiri, tanpa gula.

Kopi Bali Kintamaninya Klinik Kopi buat saya yang paling favorit! Foto: Sophia Mega.
Nggak lupa dengan dua kue dari Dapur Tetangga. Menikmati perpaduan asam dan manis Kopi Bu Nur dengan kue yang manis. Arif dengan Kopi Batak Tolu yang begitu ia suka. Lokasinya sejuk dan bikin nyaman. Sayangnya, saya nggak bisa sekadar ngobrol banyak dengan Mas Pepeng karena udah banyak banget yang antri. Bagi saya ngobrol saat pesan tadi kurang banyak.

Kami menikmati kopi dan kue di tempat roasting dan ngobrol dengan seorang mas-mas yang ternyata juga jauh-jauh dari Malang untuk ke Klinik Kopi. Bahkan, sama-sama dari kampus yang sama. Kebetulan sekali.

Sepulang dari sana saya membawa biji kopi Bali Kintamani, mereka hanya jual biji ya, karena kata Mas Pepeng kalau beli bubuk itu ibarat kita udah masak mie tapi makannya masih besok-besok. Dengan sekitar 225 gram, kita bisa membelinya dengan harga Rp120.000.

Kue dari Dapur Tetangga. Foto: Sophia Mega.
Bayarnya di sini nih. Foto: Sophia Mega.
Kopi di sini cukup Rp15.000 saja kok, bedanya dengan kedai lainnya yang satu porsi bisa 2-3 gelas, di sini hanya secangkir saja. Kue dari Dapur Tetangga bisa dinikmati dengan Rp10.000. Kami cukup bingung gimana bayarnya, eh ternyata bayarnya tuh dimasukin ke sebuah tempat gitu, jadi kita secara mandiri menghitung dan memasukkan ke tempat seperti foto di atas.

Perjalanan kami ditutup dengan senyuman puas ngopi di Jogja. Kami pulang dengan bahagia, meski sempet pengin mampir lagi ke salah satu tempat ngopi yang menurut saya paling berkesan selama di Jogja. Hehe iya, ada yang lebih berkesan, di post selanjutnya ya! Kalau ke Jogja, kalian harus mampir ke Klinik Kopi dan ratusan kedai kopi lainnya. 

11 comments:

  1. wah mantep nih, kayaknya perlu dikunjungi nih klinik kopi

    ReplyDelete
  2. Pengen rasanya nyoba kesana, sayang di jogja bkn di malang :(

    ReplyDelete
  3. Jogja memang g ada abisnya. InsyaAllah akhir tahun kesana lagi heheh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mantap djiwaaaa. Iyaaaa banyaaaaak banget kedai kopinya.

      Delete
  4. Wah baru kali ini saya tau ada tempat ngopi yang langsung ngomong sama barista nya nggak pesen dari menu.
    Atau mungkin saya yang ndeso ya karna nggak tau ? hiihih

    Hmmm kopi bubuk itu berarti kayak mi instan ya mbak meg ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jarang sih emaaaag.
      Yaaa semacam itu, abis bikin mie, makannya baru beberapa jam selanjutnya, udah dingin.

      Delete
  5. ya Allah jadi pengen banget kesitu. belajar menyukai kopi wkwk :')

    ReplyDelete
  6. This post is very interesting for us because its given as much information about congregational ministry keep sharing more post.
    barney | abcya | minecraft games

    ReplyDelete