Kadang,
mengopi itu bukan soal kopinya enak atau enggak. Kopi yang biasa aja bisa jadi
nikmat asal #TemanMengopi-nya asik. Momen mengopi semakin syahdu kalau
obrolannya seru. Seperti momen mengopi pertama kali di Gartenhaus Co-working
Space pada Januari lalu.
“Meg,
besok sore mau ngopi di mana?” begitu isi chat dari Mas Yuwono (Foody Malang, foody.id),
udah kayak Mega ini ngopi setiap hari aja, padahal ya enggak.
Singkat
cerita, meski hujan menerjang, saya tetep berangkat ke Gartenhaus Co-working
Space. Nggak mau nolak rezeki dong, karena kali ini saya ditraktir ngopi Foody
Malang. Ya, mereka emang selalu bikin ‘informal gathering’ gitu, jadi ada
traktiran kopi di waktu-waktu tertentu.
Saya udah
tau Gartehnhaus Co-working Space sih, menurut saya ini kedai kopi yang ‘Jakarta
Sentris’ banget. Mungkin karena ini ‘co-working space’ pertama di Malang,
sedangkan di Jakarta udah banyak banget tempat semacam ini.
Apalagi
konsepnya yang tersembunyi di balik kesibukan kota. Lokasinya masih di kota
Malang kok, tapi nggak di depan jalan raya, tapi di kawasan rumah dan nggak ada
tanda di bagian depan kalau tempat tersebut adalah Gartenhaus Co-working Space.
Berbekal GPS pun masih bikin saya ragu, “Ini tempatnya nggak ya?”
Mas Yuwono
dan Mbak Yuwono (Mbak Anisa) sudah duduk dengan cantik di salah satu meja. Hari
itu sedang hujan, jadi hanya ada tiga meja saja yang bisa ditempati. Kalau
nggak salah hanya ada lima meja aja, konsep tenang dan lari dari kesibukan kota
memang yang ditawarkan tempat ini. Jadi jangan lupa reservasi dulu ya.
Seperti namanya,
Gartenhaus yang berasal dari bahasa Jerman yang berarti rumah kebun, kedai kopi
ini emang literally kebun. Ada ulasan
yang pernah saya baca bahwa pelanggan komplain dengan ‘kedai yang banyak
nyamuknya’, yaaah what-you-expect
dari kedai kopi yang lokasinya udah kayak hutan syahdu begini? Tapi nggak kok,
memang ada meja yang berada di bagian teras, itu mungkin bakal ada
nyamuk-nyamuk nakal, tapi di tempat lainnya berdasarkan pengalaman saya,
aman-aman aja.
Dipenuhi
berbagai tanaman dan asiknya ada juga pohon-pohon langka yang ada di sini,
seperti Pohon Tin. Buah Tin yang selama ini saya kenal lewat Surat At-tin di
Al-Qur’an, saya bisa lihat di sini. Bahkan kalau beruntung, bisa nyobain
buahnya juga.
Meskipun
hujan menghalangi saya untuk sekadar berkeliling menikmati suasana, ada Mas
Yuwono dan Mbak Anisa yang entah kenapa mereka kompak excited untuk menceritakan berbagai surprise yang ada di sini. Jadi mereka cerita panjang lebar, saya
lebih banyak merespon dengan, “Serius?” “Masa sih?” “Sumpahon?” “Asik banget.”
Saking banyak keseruan yang ada di Gartenhaus.
Pertama, di sini ada kandang luwak.
Kopi luwak
memang enak (dan mahal) tapi saya nggak pernah suka ‘bentukannya’ hewan luwak.
Ketika diberitahu oleh Mbak Anisa bahwa di sini ada kandang luwak, saya kaget
gitu, masa iya sih? Ternyata iya! Yang bikin bingung lagi, Mbak Anisa mendeskripsikan
hewan luwak tersebut sebagai hewan lucu yang memiliki rambut berwarna putih.
Makin
nggak masuk akal pikir saya, tapi ketika saya mengintip sedikit di samping
tempat kami duduk, LAH IYA ADA LUWAK PUTIH YANG CANTIK BANGET DAN SUPER CUTEEEE
(dan tentunya ada di kandangnya ya)! Selama ini saya mengira luwak itu ya kecil
dan tidak terawat, beda sama luwak yang ini, bentuknya kayak rubah gitu.
Maaf yaaa
nggak ada fotonya karena hujan dan kali kedua saya ke sana pas malam hari. Next
time akan saya beritahu bahwa luwaknya lucu-lucu. Mereka diberi biji kopi
setiap enam bulan sekali, jadi mereka benar-benar dirawat sebaik mungkin.
Kedua, ada bebek mandarin.
Mbak Anisa
menceritakan bahwa di sini ada bebek mandarin yang warna bulunya perpaduan biru
dan oranye. Jujur aja, saya nggak pernah tau bentuknya bebek mandarin, setelah googling, ternyata lucu banget.
Saya pun
sempat melihat bebek mandarin di Gartenhaus ini bermain di air sebentar,
lari-lari di kebunnya, lucu bangetttt! Tapi ada cerita sedih dari bebeknya.
Awalnya Gartenhaus punya dua bebek, tapi suatu waktu, di pagi hari yang sendu,
pemilik Gartenhaus menemukan satu bebek tersisa salah satu bagian tubuhnya aja,
satunya masih hidup tapi sayapnya terluka.
Ternyata,
bebek satunya dimakan luwak liar yang entah datang dari mana. Sedih gitu denger
cerita ini. Kedai kopi ini penuh drama dan cerita memang. :’) Kali kedua saya
ke Gartenhaus, saya masih sedih ngelihat si bebek, dia sendirian, sedangkan
kalau mau beli harus punya sekitar Rp15 juta dulu, karena bebeknya memang
mahal.
Ketiga, ada guest house.
Yas, di
sini ada guest house yang saat ini
sedang disewa Profesor Wolf. Iya, namanya ‘Wolf’. Saya sampe heran, banyak
keunikan di kedai kopi ini dan orang yang menyewa guest house-nya bernama ‘Wolf’? WHY GARTEHNHAUS? WHY? Sungguh penuh
surprise.
Masih
banyak lagi sih yang diceritain Mas Yuwono dan Mbak Anisa. Seru pokoknya, kalau
saya ngajak temen ngopi di sini juga bakal cerita kayak mereka deh. Karena
emang banyaaak yang bisa jadi bahan obrolan di kedai kopi ini.
Untuk
kopinya, di sini hanya menyediakan Kopi Jatimulyo, kopi lokal Malang.
Perkebunannya masih satu kepemilikan dari pemilik Gartenhaus. Saya pesan Coffee
Drip—yang kata Mas Yuwono hanya ada di sini. Alat penyeduhnya seperti foto di
atas, bedanya, Gartenhaus bikin sendiri kayunya.
Saya pesan
yang dingin, di sini mereka nggak menggunakan ice cubes untuk Coffee Drip-nya, tapi menggunakan stainless steel ice cubes. Ya, efek
dinginnya bukan dari es, tapi stainless steel yang dingin, jadi nggak akan ada
es yang meleleh jadi air dan mengubah rasa kopinya. Rasanya pahit sih, saya
nggak bisa ngerasain apapun yang lain.
Pertama
kali minum, menurut saya kopi ini bukan untuk saya, karena saya biasa dengan
kopi yang lebih asam, bukan pahit. Kali kedua ke sini, mulai bisa menikmati
Coffee Drip-nya, enak juga. Untuk makanannya sendiri, cobain pisang bakarnya
sih, perpaduan pisang yang manis, kopi pahit dan kerjaan yang sesuai hobi bakal
bikin bekerjanya makin syahdu.
Bakal main
lagi ke sini dan memotret setiap sisinya biar temen-temen lebih tergambar
keseruan di Gartenhaus Co-working Space. Selain karena hujan, kali kedua ke
sini saya nggak bawa kamera, karena niatnya kerja. Makasih banyak yaaah Mas
Yuwono dan Foody Malang yang udah traktir saya ngopi, dapet notebook lucu lagi, bisa buat nyatet
resep heheh.
Kapan-kapan,
ajakin Mega lagi, yah!
Aku ketemu Luwak waktu di Jogja. Lucu ya. Gemesin :D
ReplyDeleteEnak banget kami ditraktir gitu. Ku jugak mau :(
Belum pernah liat luwak.. ahh jadi pingin kesini pingin tau gimana aslinya luwak. kapan2 mampir ah :"
ReplyDeleteI like your post. It is good to see you verbalize from the heart and clarity on this important subject can be easily observed... Co-working space in surat
ReplyDelete