![]() |
Cie, main ke Jakarta cie. Foto: Taufiq Anam. |
Hampir di setiap perjalanan
bersama lovely guide, selalu nggak
tau mau kemana. Dua kalimat pamungkas saat mau jalan adalah: “Yah lihat ntar
lah.” atau “Yaudah kita makan dulu baru ngobrol mau kemana.” Nggak jarang udah
di jalan terus masih nggak tau mau kemana.
Bener aja, setelah makan bubur
ayam di kawasan Jalan Tole Iskandar Depok baru lah kita tau mau kemana. Awalnya
saya udah bilang nggak papa kok kalau di sekitar Depok aja—karena ternyata
banyak kedai kopi tersembunyi yang seru untuk di-explore, tapi Mas Taufiq ngajakin ke Kota Tua Jakarta. Dari awal
dia udah pengin banget ngajakin ke situ, tapi dalam batin saya hanya
bertanya-tanya, “Emang di sana ada apa yah?”
![]() |
Satu-satunya yang saya pikirkan tentang Kota Tua Jakarta. | Foto: durianmetropolitan.wordpress.com |
Naik sepeda dengan background
gedung putih adalah satu-satunya yang saya bayangkan ketika mendengar Kota Tua
Jakarta. Setelah 1,5 jam perjalanan dari Depok ke Jakarta Barat, ternyata bukan
hanya ada gedung putih seperti yang ada di pikiran saya sebelumnya. Tapi emang
sebuah kawasan old town atau kota
tua, lebih dari tiga atau lima museum yang ada di sana, banyak orang yang
meramaikan dengan kostum serba kuno, streetfood
terjajar di mana-mana, heritage-nya bener-bener
terasa!
“Bakal seru nih!” batin saya. Nggak
akan cukup waktu satu hari untuk bener-bener bisa keseluruh gedungnya. Tujuan
pertama tentu saja gedung putih yang selalu ada di linimasa Instagram yang
ternyata namanya adalah Museum
Fatahillah.
![]() |
Maafkan daku yang banyak comot foto orang karena nggak ada foto yang secihuy ini. Permisi yah penulis blog bayuwinata.wordpress.com, pinjem fotonya dulu. |
Dahulu, Museum Fatahillah adalah
Balai Kota Batavia, sebagian besar di dalamnya adalah interior autentik. Lovely guide ternyata teman yang asyik
untuk diajak main ke museum, karena dia sabar dan ikutan baca penjelasan yang
ada di setiap interior-interior tersebut. Yang paling seru sih ketika kami
sampai di lukisan tiga putusan pengadilan.
Awalnya Mas Taufiq nyeletuk, “Itu
lho yang aku maksud, dewi keadilan, matanya ditutup, satu tangannya pegang
timbangan, satunya pegang pedang.”
![]() |
Ini dia lukisan yang bikin penasaran! Kalau mau lihat lebih jelas, bisa dizoom yah. Foto: Sophia Mega. |
Nggak hanya ada dewi keadilan
di lukisan tersebut, ada tiga lukisan dan yang paling menarik adalah lukisan
kedua atau yang di tengah. “Lho kok bayinya digeletakkan di lantai dan warnanya
abu-abu?” Kebingungan tersebut terbantu oleh papan penjelasan, terima kasih
papan, kamu sudah menyelamatkan ketidaktahuan kami. Tapi kamu rada ngeselin,
kenapa versi bahasa Indonesianya nggak lengkap? Jadi kami harus baca yang bersi
bahasa Inggris? Apakah ini indikasi orang Indonesia memang malas membaca
jadinya dibuat singkat biar gak bosan?
Sekitar 10 menit kami di area
lukisan tersebut, memahami (sambil foto-foto). Ternyata, lukisan kedua tersebut
mengisahkan keputusan adil Raja Solomon saat ada kedua orang Ibu yang
memperebutkan hak asuh seorang anak. Tapi yang tetap ‘ganjel’, bayi yang diperebutkan hanya satu, tapi di lukisan ada dua
bayi: satu yang dipegang oleh semacam prajurit, satunya tergeletak di lantai
dan berwarna abu-abu.
![]() |
Pose kebahagiaan karena sudah tau tiga lukisan putusan keadilan dari Kekaisaran Romawi. Foto: Taufiq Anam. |
Kami mencoba memahami sekali
lagi, kata Mas Taufiq sih ini termasuk visual literasi, pokoknya berasa kuliah
banget deh hahaha. Bedanya, belajarnya lebih seru, nggak sekadar membaca, tapi
memahami. Hipotesa terakhir setelah berpikir, berpikir dan berpikir adalah:
bayi berwarna abu-abu yang ada di lantai itu adalah perumpamaan dari makna yang
mau disampaikan, bahwa Raja Solomon bilang kalau nggak ada yang mau mengalah,
bayinya akan dipotong jadi dua. Nah potongan itu lah yang sepertinya menjadi perumpamaan di dalam lukisan. Kalau ada
yang tau makna yang sebenarnya, boleeeh banget di-share di kolom komentar ya!
Susah juga ya melukis? (ya iya Meeeg).
![]() |
Yay, punya foto ala-ala Instagram! Foto: Taufiq Anam. |
Jendela-jendela di Museum
Fatahillah dengan desain minimalis emang asik buat difoto. “Pasti asik kalau di
foto di jendela sini dari sana.” Lalu lovely
guide ini malah menanggapi serius celetukan saya, duuuhhh just saying kali Mas! Pada dasarnya saya
nggak terlalu hobi buat foto-foto ala Instagram, tapi karena lovely guide-nya suka motret (dan
se-niat itu), jadi yah rezeki anak sholehah yaaah jadi punya foto banyak
(soalnya biasanya yang ngefotoin huhuhu).
Di area Kota Tua Jakarta
sebenernya ada beberapa kedai kopi, tapi selera ngopi saya dikalahkan oleh
panasnya kota Jakarta. Tapi masih mending sih di Jakarta Barat ini, di Depok
panasnya lebih parah gitu, mataharinya mungkin memang berjumlah sembilan. Cari coldbrew pun udah nggak berselera,
mending ke minimarket, menikmati dinginnya AC dan minum air mineral dingin.
Perjalanan dilanjutkan ke
Monas! Yaaaa, Monas! Asiknya lagi nyobain naik Transjakarta, dong! Mas Taufiq
bilang, “Padahal transjakarta enak lho, full AC dan nggak macet. Tapi kenapa ya
masih banyak yang pake kendaraan pribadi.” Lalu kami sepakat sebabnya adalah:
orang Indonesia emang males jalan, karena stasiunnya cukup jauh (yang
sebenernya nggak jauh-jauh juga kalau emang terbiasa jalan).
![]() |
Masa katanya mirip sama foto perempuan di belakang... Foto: Taufiq Anam. |
Sampai di area monas, kami
mampir dulu ke Museum Nasional. Museum yang ini kurang seru sih. Isinya tentang
manusia purba dan prasasti-prasasti. Suasananya juga cukup canggih tapi nggak
autentik, padahal kan experience dari
museum yang bikin seru tuh suasana ‘kuno’nya. Halah alasan! Kamu aja Meg yang nggak pernah ke museum canggih! :p
![]() |
The Lovely Guide |
Mas Taufiq ngajakin foto di
depan ikon Museum Nasional Jakarta. Awalnya saya nggak mau, tapi ternyata kalau
di tangan yang jago motret bisa beda gitu yaaah. Yaaay punya foto (lagi)!
Perjalanan dilanjut ke monas
yang nggak terlalu jauh dari Museum Nasional. Sayang sekali di sana kami gagal
foto yang ala-ala memegang monas. Suasananya mendung, jadi kami hanya
jalan-jalan dan ngobrol. Lalu buru-buru pulang karena saya udah janjian dengan
temen Booktuber Indonesia, Kak Litsa di Margo City, Depok.
Masih dengan Transjakarta kami
menuju ke area Kota Tua Jakarta. Aslinya kita udah cepet-cepet mau balik kan,
kasihan Kak Litsa nungguin. Tapi betapa mudahnya kami ter-distract oleh streetfood yang
ada di kawasan Kota Tua Jakarta. Mas Taufiq nih emang bener-bener memancing,
dia bilang, “Aku penasaran deh sama kerang pedas itu.”
Ya saya juga penasaran lah
jadinya dan jadi pengin banget! Bukannya
cepat-cepat pulang, akhirnya kami masih duduk-duduk lucu dan menikmati kerang
pedas. Sebuah menu yang tentu tidak ada di jalanan kota Malang. Mas Taufiq yang
tadinya penasaran dengan si Kerang Pedas malah sibuk motret saya makan.
Katanya, “Kasihan, kayaknya di Malang nggak pernah makan enak.”
Satu porsi kerang dan satu
porsi kepiting siap dibungkus dengan hanya Rp10.000 per-porsinya untuk makanan
di rumah daaan akhirnya… waktunya ke Depok! Untung saja sudah tidak ada lagi
makanan yang mengganggu perjalanan kami.
Baru saja bahagia akan berjumpa
dengan Kak Litsa dalam waktu satu jam setengah, tapi alam semesta tidak mau
kalau perjalanan bersama lovely guide hanya
berakhir menyenangkan. Alam semesta memang suka gitu, iseng-iseng berhadiah.
Di tengah jalan, hujan deras
sudah mulai mengguyur sedangkan kami hanya punya satu jas hujan (yang akhirnya
robek karena tentu saja size tubuh
kami berbeda hahahaha). Udah cari jas hujan pun nggak nemu, untung Mas Taufiq
jaketnya anti air.
Nggak hanya itu dong, kami
tersesat kesana kemari, tapi Alhamdulillah yaah, lovely guide tidak panik. Dia sempat bertanya, “Gak papa? Gak
capek?” Ya enggak lah, toh saya cuma diem aja di belakang. Mungkin dia paham,
saya adalah.. bad navigator. Jadi map
dipegang olehnya dan nggak mengeluh sama sekali. Sepertinya, sebelum jadi guide, dia mendapatkan nilai 100 di poin
kesabaran, karena menjadi tenang di kondisi: hujan, gelap, tersesat dan
perjalanan masih jauh nggak mudah untuk tetap sabar.
Perjumpaan dengan Kak Litsa
nggak lama karena dia harus pulang naik KRL juga. Tapi setidaknya ada banyak
obrolan tentang Booktube dan akhirnya Mega berjumpa secara langsung dengan
teman yang sama-sama me-review buku
di Youtube.
“IH KOK LUCU BANGET SIH,” ucap saya
ketika melihat eskrim mini yang lucu.
Lagi-lagi celetukan saya
dianggap serius sama Mas Taufiq dengan, “Beli tah?” NOOOOO, JUST SAYING MASSS!
Paan sih mzmz ini, orang cuma ngomong doang. Sophia Mega ini nggak suka ngode
yaaah!!! Kalau dia mau, pasti dia langsung bilang, “Aku mau beli itu deh.” Tapi
akhirnya nggak nolak waktu dibelikan, hahahaha dasar.
Kami nggak lama di Margo City
meski awalnya berniat nonton film Kartini. Terlalu malam rasanya kalau nonton
film Kartini, mengingat saya harus kembali ke rumah alumni, kan ya nggak sopan
kalau pulang jam 12 malam hanya karena nonton bioskop. Selain itu, lovely guide yang asik diajak ngobrol
A-Z ini ternyata alergi mall, untuk istri masa depannya, jangan ajakin belanja
sampai berjam-jam yah, kasihan hahaha.
Wajah Mas Taufiq semakin
terlihat nelangsa, ternyata dia kelaparan (karena seharian lebih banyak motretin
saya makan daripada dia makan dan cuma makan bubur). Lagi-lagi nggak tau mau
makan di mana, kami terhenti untuk makan Sop Kaki Kambing dan Sate Kambing. Ya
Allah, Mega kok nggak ada kenyangnya ya Allah? Nggak tau deh, yang jelas ini
enaaak banget!!!!
Kami menghabiskan malam dengan
makanan yang wenak sekali dan obrolan-obrolan bercanda yang kadang serius juga.
Waktu mau membayar, perasaan saya nggak enak, saya lupa… kalau ini Depok..
bukan Malang. Batin saya udah yakin banget ini bakal kena mahal padahal makan
di pinggiran.
Bener dong, waktu ditanya
berapa, terucap nominal: Rp73.000. Yah nggak papa, untuk makanan penutup malam
ini boleh lah, mengingat Mas Taufiq harus kembali menempuh perjalanan yang
lumayan jauh. Dia tinggal di Tangerang, jadi kalau dihitung dari awal nih ya
Tangerang-Depok-Jakarta Barat-Depok-Tangerang. Yaaaa, semoga besok-besok nggak
perlu jauh-jauhan lagi ya, sampai ketemu di perjalanan selanjutnya lovely guide, terima kasih banyak!
Wih, ke Jakarta dan Depok! Ini dari kapan deh?
ReplyDeleteGue juga termasuk yang masih pakai kendaraan pribadi. Iya, naik motor. Wahaha. Alesannya bukan soal males, sih. Soalnya, kalau naik angkot gitu mabokan. :( Tapi kereta nggak, sih. Kalo TJ, rada-rada kuat. Gak bikin pusing kayak kopaja atau sebagainya.
Yang soal bayi dibelah dua itu kayaknya dari zaman Rasulullah udah ada kisahnya deh tuh.
Bulan April ini banget koook ;D
DeleteAku juga gamau naik angkot udahan, lelah :")
Yasss. Cuma aku lupa deh itu kisah siapa.
Seruuu banget ya liburan di Jakarta nya. hihi.
Deleteaku kurang lebih juga sama kayak Yoga. Kalau naik angkot sering mabok :(
Asyik bener deh yang jalan-jalan di Jakartaa :))
ReplyDeleteSumpah demi apapun, gua baca pas bagian kerang nya jadi kepengen juga, ini efek Mas Taufik sih kayaknya, menggoda banget gitu keliatan nya haha
ReplyDeletemampir juga ya! diansaurs.blogspot.com
Belum pernah blas naik angkutan di Jakarta, beberapa kali kesana cuma dimobil tok. Tapi kayaknya seru juga nih kalau jalan-jalannya kayak gini.
ReplyDelete