Re nca na s ekadar menikmati kopi dari beberapa booth yang ada di Pesta Kopi Ma ndiri 2017 Surabaya (30/7/2017) la ngsu ng kembali ke ...

Emang Cappuccino yang Dicari 'Mas-mas Kopi' ini yang Kayak Gimana Sih?


Rencana sekadar menikmati kopi dari beberapa booth yang ada di Pesta Kopi Mandiri 2017 Surabaya (30/7/2017) langsung kembali ke Malang ternyata hanya wacana. Di sana banyak teman dari Malang, baik Mas @wildanilmi, Mas @ongenrahantan, dan @ersafs yang sebelumnya udah kenal. Pun senengnya lagi banyak berkenalan dengan teman-teman baru, ada Mas @mahendra.krisna, Mas @ramadityo08, Mas @yudhiargasasmita, Mas @oomdhito, dan Mas @ucis14.


Rela menggagalkan rencana awal demi mengiyakan ajakan untuk mengopi ke beberapa tempat di Surabaya, meskipun harus bersama 'mas-mas kopi' yang baru kenal serta Mas Wildan dan Pak Sivaraja, pemilik kedai kopi Amstirdam. Gilak sih, #TemanMengopi kali ini gokil abizzz.

Wuhu, tamasya kedai kopi lagi akhirnya!


Tujuan awal: Volks Coffee (@volkscoffeeid) yang berada di MH. Thamrin 34, Surabaya. Udah lama banget penasaran sama Volks Coffee, pertama kali tau kedai kopi ini dari Mas @alvinlndx, seorang home brewer di Surabaya yang selalu membagikan experiencenya di @manualbrew.id. Setiap bulannya, Volks Coffee selalu punya workshop yang berkolaborasi dengan @hicreativeline, salah satunya yang dikenalkan Mas Alvin saat itu cupping classnya.

Meskipun gak jadi dateng ke cupping classnya, tetep rajin mengikuti media sosialnya, tempatnya kayak asik banget buat kerja, super minimalis, dan kesukaan anak masa kini. Ekspektasi tempat sesuai banget, waktu kesana ada yang lagi foto-foto untuk kebutuhan visualnya di Instagram. Di dalem berAC, jadi nyaman banget untuk segi tempat. Surabaya emang juara lah untuk tempat-tempat senyaman ini. 


Di sini akhirnya saya tau picollo itu apa, karena Pak Raja pesan. Singkatnya ya cappuccino dalam versi lebih kecil, yang katanya gak semua beans cocok dan enak untuk dibuat picollo. Mas Wildan pesan nitro coffee, sebelumnya pernah pesan nitro coffee di Golden Heritage Koffie Malang, masih sama, saya gak terlalu suka, kayak aneh aja gitu sensasi soda dalam kopinya. Sedangkan saya mencoba tehnya, teman-teman yang lain pesan cappuccino.



Kalau dilihat di Google dengan 'Volks Coffee', kata 'Specialty Coffee' selalu berada di samping nama Volks Coffee. Baru hari ini (21/8/17) saya tau arti 'specialty coffee', di mana berarti Volks ini hanya menyediakan kopi dengan kualitas 'specialty coffee'. Wah harusnya sih nyoba manual brewingnya, inget waktu pemilik kedai kopinya menyambut kami pertama kali juga diajak nyoba beansnya yang katanya mantap-mantap. Dasar coffee blogger macam apa kamu, Mega. Ke kedai kopi malah nyoba teh, huhu namanya juga penasaran, setidaknya untuk kebutuhan visual cukup oke lah hahaha.

Yang jelas Volks Coffee cukup worth it untuk yang ingin kerja dengan ambience menyenangkan di saat awal bulan, atau akhir bulan bagi tim yang lebih suka memanfaatkan uangnya di akhir bulan. Untuk rekomendasi makanan atau menu belum ada sejauh ini, mungkin kalau sudah dua, tiga atau empat kali bisa bener-bener share apa yang worth to buy. Sejujurnya pengin banget nyobain smoothies bowlnya yang look delicious di Instagram, mungkin lain waktu bisa dicoba.

Tamasya berlanjut ke Thirtythree Brew (@thirty3brew). Kalau dari Instagram yang bikin menarik adalah mereka berani dengan hashtag #fucksugar-nya. Di depan kedainya juga ada semacam lampu neon yang bertuliskan 'fuck sugar'. Sayangnya sore itu kami agak kesusahan mau duduk di mana, sedangkan kedainya kecil dan kami delapan orang. Agak berhimpit-himpitan, seperti naik angkutan umum atau kalau di Surabaya sebutannya 'bemo', kami tetap enjoy dengan suasana sore di Surabaya hari itu.

Kopi datang, 'mas-mas kopi' mulai merasakan. Saya suka kopi, tapi di mata, lidah dan batin saya semua kopi masih sama, paling cocok-cocokkan aja, apalagi yang espresso-based. Ada keresahan di mata 'mas-mas kopi' ini, yang membuat saya bertanya-tanya sebenernya cappuccino yang kayak gimana sih yang mereka cari? Meskipun gak terlalu kenal, bodo amat deh nanya aja, dari pada gak segera pinter. 


Udah berani nanya, semua 'mas-mas kopi' gak ada yang mau jawab pertanyaan tersebut. Mereka semua pada ngeles, gak mau jawab, agak ngeselin emang. FINNALY, Mas Tyo mulai mau menjelaskan bahwa cappuccino sebenernya bisa lebih 'kaya rasa' seperti kopi yang diseduh manual. Meskipun 70% yang dibicarakan Mas Tyo bikin gak paham, saya angguk-angguk aja, nanti juga paham pelan-pelan.



Kabinet Coffee (@kabinetcoffee) menjadi kedai kopi selanjutnya. Di kedai ini adalah fase di mana sudah merasa cukup dengan kopi, saya nggak pesen kopi, tapi pesan nasi. Mas-mas kopi tetap setia dengan kopinya. Yang menarik di sini selain baristanya pake batu cincin, kita bisa pesan cappuccino dengan foto kita sebagai latte artnya. Jangan tanya siapa yang bisa senarsis itu sampai ingin wajahnya ada pada kopi, tapi kami excited untuk mencoba dan mengorbankan wajah Mas Mahendra sebagai bahan hahahaha.


Sebuah pengalaman tidak terlupakan minum kopi berwajah seseorang, apalagi wajahnya Mas Mahendra. Takut ndak sopan... wajah orang kok disruput. Di sini saya banyak bertanya lagi soal cappuccino. Ternyata setiap orang punya preferencenya masing-masing pada cappuccino yang dia suka. Ada yang lebih suka dengan yang gaya lama, yaitu yang hanya ada pahit dan susu, atau yang gaya modern, yaitu yang lebih kaya rasa. 

Prinsipnya tetep sama, semua balik ke selera masing-masing, balik ke preferencenya masing-masing. Kalau yang kebanyakan nonton Filosofi Kopi pasti paham bahwa setiap kopi pasti menemukan penikmatnya masing-masing. Sebenernya di titik itu saya masih bingung bagaimana rasa cappuccino yang kaya rasa, tapi sekitar 3 minggu sesudahnya saya mampir Amstirdam Coffee dan mencoba cappuccino yang 'kaya rasa' tersebut. Gimana rasanya tunggu video di channel Youtube saya di youtube.com/c/sophiamegablog yah! Videonya juga spesial #MengopiBersamaAyah.

Berhenti di Kabinet yang punya coffee laboratory di lantai pertamanya, saya lalu kembali meskipun akhirnya ketinggalan kereta. Tidak apa, setiap hal selalu punya makna meski pada hal seburuk apapun itu, akhirnya setelah sekian lama gak naik bis Surabaya-Malang, saya kembali lagi ke Terminal Purabaya Bungurasih.


Yang penting tamasya kedai kopi hari itu punya banyak kesempatan belajar dan kenalan dengan mas-mas kopi yang mau ditanyain banyak hal oleh anak kicik satu ini. Yah meskipun waktu ketinggalan kereta mereka malah menikmati cappuccino di Commongrounds Surabaya huhuhu. 

#TemanMengopi saya yang bernama @taufikanam pernah tanya, "Mega ke kedai kopi buat belajar atau buat kebutuhan visual Instagram aja?" Pertanyaan bagus! Awalnya saya juga gak tau buat apa, ya suka aja terus ditulis, tapi sejak bersama mas-mas kopi ini saya jadi tau bahwa nyobain kopi dari satu tempat ke tempat lain itu penting untuk mengkayakan rasa. Dan senengnya mereka mau berbagi, jadi buat anak kicik kayak saya ini sangat terbantu dan menumbuhkan rasa mau terus belajar tentang kopi. Terima kasih mas-mas kopi, sampai jumpa di tamasya atau sebutan dari Amstirdam 'arisan kopi' selanjutnya!

2 comments:

  1. Sebenarnya saya tidak terlalu suka minum kopi, tapi entah kenapa sering terjebak dalam situasi yang berhubungan dengan kopi. Jadi, ketika membahas kopi di blog, saya cenderung membahas cerita di balik kopi misal cerita tentang barista atau kopi-kopi lokal. Dan itu menyenangkan !

    ReplyDelete