"Sementara ini baru saya," jawab Pak Raja.
Percakapan singkat pada pengalaman pertama ke Amstirdam Coffee & Roastery pada Januari 2017 lalu. Ambience yang pas untuk mengopi pagi: Mas Franky sedang sibuk roasting kopi, aroma kopi memenuhi ruangan, kedai lenggang, dan baru saya yang mengisi di bar untuk menikmati kopi yang diseduh Pak Raja.
Kali kedua, enam bulan selanjutnya, tepatnya Agustus 2017 ada pengalaman berbeda lagi. Posisi bar diubah, mata saya melihat keseluruhan kedai. Pak Raja menangkap kebingungan tersebut. "Iya, mejanya diubah, nggak kayak dulu lagi," terangnya. Ada wajah-wajah baru di bar, Mas Ucis salah satunya, suasana bar jauh berbeda dari sebelumnya.
Bulan selanjutnya menjadi awal hampir setiap hari ke Amstirdam Coffee. Lebih ramai, Kopi Sejuk mulai hadir, Matcha Sejuk juga jadi salah satu andalan dan banyak perubahan lain. Pengalaman, cerita, hingga orang-orang baru yang dikenal semakin bertambah. Wajah-wajah di balik bar mulai berubah, kini ada Mas Benny, Mbak Stella lalu Mas Wildan yang awalnya sering satu meja dengan saya saat mengopi, kali ini sibuk di balik bar.
Lalu ada Mas Krishna yang aktif memotret suasana kedai dan ada yang tetap sih: Mas Agit, roaster robusta andalan Amstirdam yang selalu misterius dan belum pernah saya ajak ngobrol selain: minta tolong pindahin meja. Perubahannya mungkin terasa cepat. Tapi tentu saja, semua tidak ada yang tiba-tiba.
Lalu ada Mas Krishna yang aktif memotret suasana kedai dan ada yang tetap sih: Mas Agit, roaster robusta andalan Amstirdam yang selalu misterius dan belum pernah saya ajak ngobrol selain: minta tolong pindahin meja. Perubahannya mungkin terasa cepat. Tapi tentu saja, semua tidak ada yang tiba-tiba.
"Sebenarnya di awal masih meraba-raba, bahkan kopi jadi pilihan terakhir dari tiga ide bisnis yang mau dijalankan. Sempat juga usaha parfum," cerita Mas Franky, partner Pak Raja sejak awal.
2011 tepatnya Pak Raja dan Mas Franky mulai berbisnis kopi dengan fokus pada roastery, tanpa kedai kopi. Kopi Luwak yang mulai diolah, dengan alat roasting pertama berbentuk oven.
![]() |
Foto dari MIKIRIN.ID |
Memperbanyak eksperimen roasting menjadi penting di setiap perjalanan bisnis Amstirdam Coffee. Tips roasting lainnya dari Pak Raja: jangan takut gosong.
Pak Raja merupakan man behind the Amstirdam Coffee dengan latar belakang passion dan hobi di kopi sejak kuliah di Australia. Selain Pak Raja, ada Mas Franky yang memiliki spesialisasi lain. Mempelajari kopi memang hal yang baru sejak kenal Pak Raja. Tapi yang membuat bertahan dengan roastery, Mas Franky suka 'otak-atik', passion-nya lebih ke mesin. Setiap eksperimen yang penuh trial and error malah menjadi sesuatu yang menantang dan terus membuat penasaran.
"Sempet alat roasting kedua kita meledak. Tapi karena suka otak-atik, jadi makin penasaran," terang Mas Franky.
Kopi hari ini bisa dibilang menjadi tren, lagi hype banget. Semua orang kelihatannya gampang untuk memutuskan berbisnis kopi baik mendirikan kedai kopi atau brand kopinya sendiri. Penikmat kopi mulai teredukasi kopi yang enak adalah kopi dari beans yang lalu di-grind, dan diseduh manual atau menjadi olahan espresso. Penikmat kopi yang lebih dahulu mencari mana kopi yang paling cocok bagi dirinya, tidak lagi perlu diedukasi.
Berbeda dengan apa yang terjadi di tahun 2011, selain roasting jadi hal yang baru.. berbisnis kopi tahun tersebut tak terlalu mudah. Orang tidak peduli dengan kopi 'fresh' dan menganggap 'kopi sobek' yang paling enak. Ditambah Kopi Luwak sedang ramai di pasaran dan demi kepentingan korporat besar, Kopi Luwak di-branding menjadi white coffee. Bagi Amstirdam Coffee yang juga memulai usaha Kopi Luwak yang sesungguhnya.. mengubah stigma tersebut menjadi awal yang tidak mudah.
"Biasa kita coba ke customer, tapi mereka bilang kurang mantap. Nah yang mantap itu gimana, kita nggak tahu," kata Pak Raja. Fokus ke rasa yang diinginkan customer dan pelan-pelan membawa ke cita rasa kopi yang lebih kaya jadi trik di awal Amstirdam Coffee.
Tahun ketiga bisa jadi tahun yang paling susah. Pak Raja bilang, "Kalau dilihat dari nilai bisnisnya aja, tahun ketiga mungkin udah tutup." Perkembangan bisnisnya lambat, tapi di waktu yang lenggang sekali tersebut, digunakan Pak Raja dan Mas Franky untuk banyak bereksperimen mulai dari beans, kemasan, blogging dan media sosial.
Termasuk bereksperimen pasar, dahulu, Amstirdam Coffee menjual kopi dengan target market primer hotel. Gagal di satu tempat bukan berarti gagal seterusnya, pivot jadi solusi. Amstirdam Coffee mulai memutuskan untuk retail, dan dari sini lah respon positif mulai berdatangan, ditambah lagi mulai mempromosikan melalui media sosial.
Ruko di Soekarno Hatta yang semakin luas sebenarnya tempat ketiga setelah dua kali pindah, yang sebelumnya sama-sama berada di Singosari. Sekitar akhir 2016 tepatnya, ruko ini jadi awal di mana bar mulai memiliki menu, setelah dahulu hanya untuk pelanggan yang ingin mencoba cita rasa kopi atau belajar menyeduh. Semua karena mendengar customer yang semakin penasaran dengan cita rasa kopi hingga bisa seluas sekarang.
Pantang menyerah, selalu mau bereksperimen, siap dengan trial and error, customer service, soft selling, sabar dan konsisten menjadi formula yang sebenarnya membuat Amstirdam Coffee bisa semakin berkembang dari tahun-ke-tahun.
#DiBalikBar Ep. 1: Amstirdam Coffee
Di balik secangkir kopi yang kamu nikmati
Foto & cerita dari sophiamega.com
Berkolaborasi dan didukung penuh oleh MIKIRIN.ID
Media partner: Mahasiswa MLG, Event Malang & Malang Post
#DiBalikBar Ep. 1: Amstirdam Coffee
Di balik secangkir kopi yang kamu nikmati
Foto & cerita dari sophiamega.com
Berkolaborasi dan didukung penuh oleh MIKIRIN.ID
Media partner: Mahasiswa MLG, Event Malang & Malang Post
0 comments: