Dulu, membeli alat seduh dan membuat kopi di rumah menjadi obsesi tersendiri. Dari satu kedai ke kedai lainnya, bertamasya kedai kopi m...

Untuk Apa Sih Coffee Cupping? | Public Cupping #2 Motiv Coffee


Dulu, membeli alat seduh dan membuat kopi di rumah menjadi obsesi tersendiri. Dari satu kedai ke kedai lainnya, bertamasya kedai kopi menjadi target yang mutlak harus dilakukan. Nyobain beans yang ada di kedai kopi jadi hal yang menyenangkan. Sampai satu waktu, ngopi nggak lagi jadi asik, dan gitu-gitu aja.

Nggak sekali dua kali ketemu orang lain atau bahkan teman sendiri dengan, "Sorry to say aja, kalau kopi kayak gini enak, banyak kopi Indonesia enak lainnya." Atau, "Aku sekarang dikit-dikit bisa bikin kopi enak (pake V60)." Ada yang lebih ekstrim lagi, "Actually, setelah kamu sering ikut cupping, sebelumnya kamu udah tahu varietas kopi kan?"

Minum kopi mendadak gak jadi fun lagi.

Sebuah statement yang bikin nggak jadi pengin pesan kopi, mendingan: "Yaudah, Mas. Saya pesan coklat panas satu, sama tambahin kayu manis aja ya." Atau, "Banana milkshake satu ya, kalau bisa ditambah strawberry." Dua minuman ini juga saya paling suka, cuma bedanya saya nggak terlalu tertarik untuk mencari tahu perbedaan satu coklat atau satu pisang dengan yang lain.

Setiap ngereview, saya takut terlalu serius. Terus berpikir gimana ya bisa ngereview kedai kopi dengan jujur, tapi tetap fun. Tapi lagi-lagi saya lho juga nggak tahu ngereview kedai kopi yang 'jujur' itu seperti apa. Mereview kedai kopi rasanya lebih beban dibandingkan ngereview buku.

Udah lah, pesan coklat panas atau banana milkshake aja.

Patokan enak dan gak enak jadi lebih ke preferensi masing-masing. Rasa kopi jadi cuma: asam atau pahit, clean atau body. Setiap pesan manual brew, bingung harus pesan beans dari kota mana. Tapi setiap ditanya enaknya pesan apa, ada beberapa yang merekomendasikan: "Coba ini, enak, Meg." Enak dan gak enak itu gimana sih? Lidah saya masih ngerasa ini cuma asam aja, udah.

Benar-benar kehilangan apa yang mau dicari di kopi itu sendiri. Gini-gini aja.


Sampai pada satu statement Mas Dhito, salah satu pemilik Motiv Coffee, yang bikin saya kembali menemukan dan mau belajar lagi. "Kalau mau belajar kopi, pakai alat yang paling sering digunakan saat mengopi: lidah." Iya ya. Selama ini yang saya lihat orang belajar kopi lebih fokus pada: gimana cara bikinnya, bukan: gimana rasanya. Yang bikin saya berasa makan teknik, bukan lagi menikmati rasa.


Salah satu melatih kepekaan lidah adalah dengan cupping atau uji cita rasa. Bagaiamana first impression kita terhadap rasa kopi tersebut tanpa diseduh dengan alat seduh yang beraneka ragam bentuk dan tujuan. Untuk cupping sendiri punya ketentuan dan standarnya, seberapa kasar dan banyaknya beans hingga ketentuan airnya. Sebenernya nggak harus cupping untuk latih kepekaan, sering menikmati kopi juga bisa.

Hanya saja di cupping punya fungsi tersendiri sebagai dasar bagi coffee enthusiast. Apalagi coffee enthusiast sering kali menaikkan level 'entusias'nya dengan: menyeduh kopi sendiri. Ya kalau nggak kenal rasa kopi itu sendiri, buat saya, jadinya tersesat. Nggak tahu patokannya apa, nggak paham harus bikin yang gimana. Mending kopi sachet saja kalau nggak mau peduli soal rasa, pikir saya.


Sedangkan dengan cupping kita tahu terlebih dahulu karakter kopinya, penyeduh memilih highlight rasa yang apa, baru memilih alat seduh. Rasanya itu lebih masuk akal dibandingkan kita menyeduh sesuatu yang kita nggak tahu rasanya bagaimana, sekadar tahu kopinya berasal dari daerah mana. Jadi kita menyeduh apakah menggunakan teknik tanpa tahu karakter sebelumnya kah?

Selama ini setiap pesan kopi seduh manual, saya selalu pusing milih beans. Gimana caranya saya menentukan kopi yang mau saya nikmati ketika cuma diberitahu informasi asalnya dari mana? Saya sedang mencoba-coba apa sih ini? Yang ada saya cuma hafal nama daerah yang menghasilkan kopi, bukan hafal karakter rasa yang saya nikmati.
Setelah ikut internal cupping di Motiv Coffee yang bikin saya deg-degan karena gak pernah ikut cupping dengan orang-orang yang sibuk menerka-nerka flavor-nya. Tapi Mahendra, orang yang paling pengertian dengan gestur kikuk saya selama cupping. Dia bilang, "Nggak papa." Pas saya ragu mau nyeruput kopi dari sendok cupping. 

Pulang dari internal cupping, saya masih menerka-nerka lagi. Sampai beberapa hari selanjutnya Motiv Coffee mengadakan public cupping kedua dengan 4 beans dari luar negeri dan 1 beans dari Indonesia. Form cupping kali ini lebih sederhana, Motiv Coffee berusaha bikin form yang lebih simpel untuk mudah dipahami orang yang baru belajar. Ya seperti saya ini.


Itu catatan yang ada di hape, dengan sedikit ragu karena baru belajar menilai rasa. Makanya setiap nyoba, saya selalu nanya, "Ini ada rasa apa?" Salah satu yang menarik adalah Gayo Lukup Sabun.

Pertama kali ngerasain, apa ini ada spicesnya ya? Soalnya saya emang paling doyan kayu manis, yang dia emang punya karakter 'spices'-nya. Tapi ya gitu, nggak terlalu yakin, saya tanya dong. Mas Yoga bilang, "Aku ngerasa ini kayak abis makan pop corn gitu."

Hah, pop corn gimana sih. Hadeh. Saya coba lagi, Mas Dani mendeskripsikan: kayak jagung dibakar gitu lho. Masih aja nggak paham sama rasa yang mereka deskripsikan, akhirnya saya nemu apa yang mereka maksud. "Oh iya! Ini sih kayak ice cream Aice yang corn!"

Aice corn emang jagung tapi manis, persis kayak gitu deh rasanya. Beda kayak jagung dibakar, kalau jagung dibakar jatuhnya gurih dan pahit. Tapi kalau pop corn, saya sepakat kalau pop corn-nya  karamel, yang bikin kantong abis kalau lagi nonton di bioskop tapi nurutin makanannya.

Kebetulan untuk Gayo Lukup Sabun udah ada kemasannya, salah satu flavor yang ditulis: caramel candy. Nyobain Gayo Lukup Sabun bikin seneng, ternyata kopi ada yang seunik ini rasanya, keluar rasa pop corn caramel!


Selanjutnya yang paling bisa saya deskripsikan cuma Congo Kivu, saya cuma mencatat: grape. Tapi kalau kata yang lain, dia lebih ke blueberry. Banyak lagi yang beneran blank, gak tahu keluar rasa apa, tapi tetep menyenangkan karena sedikit-sedikit jadi ngerti.



"Kita punya indra dan punya otak, selama nyoba, juga sambil dipikir," Mas Dhito banyak menjelaskan hal-hal yang membuat kita lebih mudah selama belajar cita rasa kopi.

Mas Dani menambahkan pas kita ngomong sendiri, "Ya yang susah emang pembendaharaan rasa." Misal Gayo Lukup Sabun, ngerasain sesuatu yang unik, tapi nggak ngerti itu rasa apa. Makanya saya selalu mulai bertanya dulu: "Ini rasa apa sih?" Lalu dengan clue tersebut saya jadi bisa mikir, oh ini rasa A, oh ini rasa B, lalu semakin spesifik pada rasa-rasa yang pernah saya coba sebelumnya. Misalnya, Aice Corn itu tadi.
Semua rasa pada kopi sebenarnya ada di Coffee Flavor Wheel, cuma pasti bingung mau mulai menilai atau mengenal karakternya dari yang mana dulu. Belajarnya yang selalu bingung dari mana. Tapi sepulang dari public cupping, saya mulai berpikir mau nyobain buah atau rasa apa ya biar menambah kepekaan dan pembendaharaan rasa.

Public cupping kali ini selain menemukan kopi dengan rasa yang unik, menimbulkan keinginan membeli beans-nya, juga mulai menemukan cara belajar sedikit demi sedikit. Dan yang paling penting: saya nggak lagi enek mau belajar kopi dan pengin belajar terus.



Terima kasih Motiv Coffee dan teman-teman yang bertemu di lokasi! Semoga bisa dalam satu forum lagi untuk saling berbagi tentang kopi atau apapun di luar sana dengan cara yang fun. "Kita semua ini coffee enthusiast, nggak ada yang bisa bilang mutlak mana yang benar dan salah. Semua berangkat dari rasa penasaran, tapi tinggal rasa penasaran itu kita ikuti dengan mencarit ahu aau enggak. Dan semoga dari sini kita jadi nggak berasumsi dan memberikan judge (pada kopi yang berlebihan tanpa mau mencari tahu)," tutup Mas Dhito.

Sepakat! Semoga menikmati kopi tetap serius dan fun! Dua unsur yang gak boleh terpisah.

Informasi cupping selanjutnya bisa di Instagram @motivcoffee atau @sophiamega.
KOPI101 juga ada di Instagram saya, cek profil dan klik highlight #KOPI101.

7 comments:

  1. Aku malah nyobain Gayo Lukup Sabun ith kerasa ada semacam tape gitu malah, entah lidahku yg aneh apa emang dulunya sukaa banget makan tape jadi keinget tape haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak masalah, soalnya belum banyak nyoba. Catatannya sih di awal nggak ngeyel sama asumsi kita. Wani melok maneeeh.

      Delete
    2. semoga gak kapok ya mas mbak, ditunggu main2 nya lagi, dilanjutin ke cara bikin kopi manual brew untuk pemula :)

      Delete
    3. Iyaa nanti semoga bisa share yaaah. Semoga bisa terus ikuti perjalanannya :)

      Delete
  2. Oalah, cupping itu begitu toh~
    Biasanya aku kalau ngopi ngajak teman, sih. Terus nanya, "menurutmu ini rasanya kayak gimana?" karena lidahku sebenernya nggak peka-peka amat untuk ngenalin setiap rasa di dalam kopi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaah.
      Aku juga kok mbak, karena sering gak pede dan kurang peka. Jadi daripada salah ngomong, mending memastikan dulu sama yang lebih paham :'D

      Delete