APRIL 2018 - Recharge semangat, memberi jeda sendiri di tempat asing untuk menemukan diri sendiri dan mencoba membiasakan untuk selalu ma...

8 Drama dan Cerita Di Balik Tamasya Kedai Kopi Jakarta


APRIL 2018 - Recharge semangat, memberi jeda sendiri di tempat asing untuk menemukan diri sendiri dan mencoba membiasakan untuk selalu mau melakukan hal baru dengan enggak jalan di tempat yang itu-itu aja, membuat keinginan #TamasyaKedaiKopi pada April 2018 (04/18) kali ini merasa seperti kebutuhan. 

Bagi sebagian orang, liburan mungkin identik dengan pantai atau wisata yang menawarkan foto-foto aesthetic. Tapi setiap orang berbeda dan memiliki ruang serta definisinya sendiri terhadap liburan. Dalam hal ini, kopi dan buku adalah dua hal yang membuat saya pengin terus jalan-jalan. Akhirnya punya alasan untuk keluar rumah!

Sehingga tiap tamasya bisa jalan untuk dua tujuan sekaligus: kebutuhan yang enggak bisa kita lihat secara langsung seperti menemukan diri sendiri di tempat asing, dan kebutuhan yang kelihatan wujudnya berupa cerita, pengalaman menikmati rasa kopi dan yang enggak jauh-jauh dari kopi dan buku.

Destinasi #TamasyaKedaiKopi kali ini adalah Jakarta Selatan.

Agak aneh memang, enak menikmati ademnya Malang kok malah liburan di Jakarta yang udah terkenal jadi kota metropolitan yang sibuk sekali. Tapi, jika dilihat dari siapa yang sering dapet juara di kompetisi kopi, Jakarta adalah salah satu kota yang sering mendapatkan penghargaan tersebut. Dari sini saya bisa sedikit menyimpulkan: setidaknya Jakarta menjadi kota yang cukup maju dalam perkembangan kopi.

Mendapat rekomendasi teman adalah cara yang paling oke dan lebih mudah dibandingkan kita harus browsing di internet. Jadi saya tanya beberapa teman terdekat, bahkan iseng nanya ke CEO Female Daily, Hanifah Ambadar, hanya karena Mbak Hani suka banget ngopi. Nanti saya buatkan tulisan khusus untuk kedai kopi yang disukai Mbak Hani, ya! 

Nah, dalam perjalanan #TamasyaKedaiKopi 04/18 kali ini, saya berhasil ke 7 tempat dalam 3 hari. Udah pas lah dengan macetnya Jakarta dapet cukup banyak tempat. Karena di malam hari, saya lebih ingin menikmati momen dibandingkan cari konten kopi. Di malam hari saya lebih ingin menemukan diri sendiri, dan menyatukan presepsi dengan pasangan (ya gini ini LDR).

Tapi tidak ada tamasya yang seru meskipun cappuccinonya enak tanpa drama dan cerita


Bertemu dengan Smoglit Reviews dan Posessive Readers 
Di Jakarta tidak pernah 'se-asing' itu karena selalu ada teman untuk sekadar bertemu dan mengopi. Di antaranya ada Litsa (Smoglit Reviews) yang dari awal udah nawarin diri sebagai #TemanMengopi. Dan Kak Aya (Possessive Readers) yang menyusul kami berdua ngopi. Obrolan enggak jauh dari komunitas Booktube Indonesia, Kereadta (event yang baru aja mereka selenggarakan, keren banget!) dan obrolan rutinitas kehidupan.

Obrolan rutinitas kehidupan juga enggak lepas dari drama, yang membuat saya tidak menyangka pada setiap cerita dari Litsa. Atau rasa heran dan kagum bagaimana bisa Kak Aya bisa membedakan ruang privasi dengan ruang bookstagram-nya.

Sempat kolaborasi dengan Kebun Kancil.
Saat di kereta menuju Jakarta, tiba-tiba akun Instagram @kebunkancil mengirimkan saya DM dan menawarkan kolaborasi kecil-kecilan karena mereka sama-sama berada di Jakarta untuk bekerja, begitu ceritanya. Padahal, saya sendiri belum pernah berjumpa dengan mereka, bahkan mengopi di Kebun Kancil (Malang) pun belum. Luar biasa baik sih.

Akhirnya kami mengopi di Wisang Kopi, dan ngobrol beberapa hal. Hasil kolaborasinya adalah video #TamasyaKedaiKopi edisi kali ini. Udah bisa ditonton di akun @kebunkancil atau @sophiamega, ya!

Salah pesan hotel.
Perjalanan menuju Jakarta hingga bisa ketemu dua teman booktuber Indonesia, bahkan kolaborasi dengan Kebun Kancil di hari pertama, berjalan dengan aman. Sesampainya di Stasiun Tangerang, karena qeqasihhati yang sebut saja 'Mas' berada di Tangerang, juga berjalan aman. Hari pun semakin larut, saya harus segera check-in hotel untuk istirahat dan melanjutkan tamasya esok hari. 

Ke hotel, saya ditemani Mas untuk memastikan saya aman, yang ternyata tidak berujung aman. Ketika mau check-in, resepsionisnya bilang bahwa saya pesan dua hari untuk 8 jam saja setiap harinya, bukan yang satu malam di setiap harinya. 

Bodoh, pikir saya.

Mendadak saya sedih, dan langsung bingung, "Huhu gimana dong?" Mas hanya bilang, "Bentar, gak papa, tenang dulu." Ya itu lah ulah Sophia Mega yang memesan hotel jam satu pagi, karena sebelumnya galau berangkat atau enggak. Tergesa-gesa memang tidak baik.

Demi belajar untuk tidak tergesa-gesa lagi, saya harus bayar 200.000 IDR demi membuat yang tadinya saya pesan 2 hari untuk 8 jam, menjadi 2 hari untuk 2 malam. 

Menemukan betapa enaknya Timun Suri dan selalu merindukan nasi goreng Tangerang.
Di hari kedua, saya pulang lebih sore dibandingkan hari sebelumnya ke Tangerang. Udah janjian cari makan bareng, dan Pasar Lama masih jadi favorit, karena begitu banyak pilihan. Setelah makan mie ayam, cemilan dan yang lain, kami pesan es buah.

Saat makan, saya sebelumnya agak bingung, ini buah apa kok warnanya putih? Dari tekstur juga bukan apel. Ya saya makan aja dong. Ternyata buah tersebut seenak itu dong, lembut banget. "Mas, mas, tanyain dong ini buah apa. Enak bangeeeet." Mas akhirnya bertanya karena dia juga enggak ingat namanya apa.

Ternyata namanya adalah.. timun suri. Hai timun suri, sejak hari ini saya akan menobatkanmu sebagai buah yang sangat lezat. Selain itu, Tangerang juga punya nasi goreng yang lezat sekali. Semua nasgor  di sini selalu lezat huhuhu, apalagi yang nasgor pete.



Ditanya, "Dari daerah mana?" 
Saat di Suasanakopi, gelagat kebingunan saya sepertinya sudah terdeteksi. Hingga salah seorang barista menyapa saya yang cuma sendirian aja di hari kedua tamasya, "Kakak, dari daerah mana?" Wajah daerah emang nggak bisa dipungkiri heuheuheu.

Ketika Barista bilang 'insyaAllah' pada rasa cappuccino yang dia buat.
Gordi HQ adalah coffee shop yang sering jadi kurator beans. Jago lah anggapannya. Saya datang ke sana dengan rasa optimis: pasti cappuccinonya enak. Lagian Gordi HQ adalah rekomendasi Pak Raja, Amstirdam Coffee.

Barista: B
Mega: M

M: Cappuccino ya?
B: Mau pake guest blend gak? Kita ada Uganda Bugisu. Bakal dapet creamy chocolate-nya. Dan a little bit peach.
M: Peach ya? (bertanya karena belum pernah merasakan)
B: Iya, a little bit, tapi insyaAllah ya, Kak.

Saya langsung ketawa lah, lucu aja gitu barista di Jakarta Selatan, coffee shopnya fancy, terus dengan rendah hati bilang: insyaAllah kalau kopinya bakal dapet rasa peach. Iya dah, Mas, iya. Saya juga belum pernah kenal rasa peach, kok hwhw.

Enggak salah beli tiket pulang kan?
Sebelum ke Stasiun Pasar Senen, saya agak bingung kok gak dapet nomor booking untuk pulang ya? Mas cuma bales santai, "No. bookingnya sama kayak berangkat. Aku pesan pesawat kemarin juga kayak gitu kok." Oh aman, pikir saya.

Eh, pas di lokasi, enggak bisa dong. Keadaan HP mati, paket data Mas Taufiq abis dan satu jam lagi kereta bakal berangkat. Huhuhu mendadak saya jadi badmood dan takut salah beli tiket kayak kejadian di hotel. Ya masa harus beli tiket lagi? Abis dong duitnya, makan apa akhir April ini dong~

Dalam kondisi tersebut, saya sedikit gupuh, tapi gupuhnya disimpan dalam diam. Tiba-tiba mecucu dan gak bisa diajak ngomong. Pokoknya jalan cari colokan. Mas seperti biasa dengan ketenangan luar biasa dan nggak ngomel sama sekali, huhu kan jadi makin sayang. Akhirnya kami menemukan colokan untuk nge-charge HP.

Feeling kayaknya no. bookingnya nggak sengaja dihapus deh, karena inget banget kok milih tiket untuk pulang dan saya emang orang yang rajin bersihin e-mail. Saat HP nyala, saya langsung ke bagian trash e-mail, dan tada~ saya bisa pulang ke Malang dengan HE-HE-HE yang khusyuk pada Mas.


Stasiun adalah tempat paling romantis bagi pejuang LDR
Selama berjumpa, saya dan Mas lebih banyak ngobrolin hal receh dan cuma melepas rindu. Sampai lupa ada hal-hal yang wajib segera diobrolkan untuk mendapatkan titik temu dalam satu pemahaman yang sama pada apa-apa yang perlu diselesaikan. Dan stasiun, selalu jadi tempat yang pas sekaligus melankolis untuk menutup perjalanan.

Tidak apa, setidaknya ini jadi bekal saat kita sudah tidak lagi perlu berjauhan menjadi memori yang manis. Tidak apa, setidaknya nanti jika bertemu pada titik bosan, kita sama-sama tahu: semuanya perlu jarak. Setidaknya kita sama-sama tahu, bahwa setiap orang meski memiliki kebutuhan untuk saling menyayangi, juga butuh satu jeda untuk dirinya sendiri.

Waduh, kalau jatuh cinta bisa jadi melankolis gitu ya, Meg? HE-HE-HE.

Cerita #TamasyaKedaiKopi yang saya bagikan di Instagram mungkin nampak wenak nemen alias: cuma ngopi-ngopi doang. Padahal ya tetep banyak drama dan cerita di balik tamasya kali ini. Setiap per  jalanan di kota yang asing selalu punya ruang yang spesial bagi hari-hari selanjutnya.

Setelah ini, saya akan fokus review pada setiap kedai kopi dan rasanya, ya? Serta akan membandingkan satu sama lain. Selalu tunggu di sophiamega.com, ya! Atau untuk kabar terbaru bisa cek Instagram saya di @sophiamega.

Setelah Jakarta, Bali atau Bandung bisa kali ya?

2 comments:

  1. Perjalanan yang cuma 3 hari di Jakarta bisa 'seru' banget ya Meg. Aku belum pernah jalan-jalan 'seseru' itu. Selama ini kalau keluar kota, pasti urusan kerjaan, jadi pusingnya cuma karena kerjaan dan bukan teknis di luar itu. Ditunggu tulisan 'keseruan' luar kota berikutnya ya :)

    ReplyDelete