Mengetahui Mbak Okky Madasari masih di Malang dan akan ada diskusi untuk buku terbarunya lagi: "Mata di Tanah Melus", rasanya senang sekali. Sebab, di minggu sebelumnya juga ada diskusi yang sama, tapi saya enggak bisa datang karena sedang di Bali. Saat akan menuju Gazebo Literasi, lokasi diskusi, rasanya masih enggak percaya akan berjumpa dengan penulis kesukaan.
Buku dari Mbak Okky Madasari yang sudah saya baca hanya dua, Entrok dan Maryam. Untuk ulasan Entrok kalian bisa menontonnya di sini, sedangkan Maryam bisa ditonton di sini. Mengetahui Mbak Okky sedang menulis serial novel anak, selain selalu menunggu proses menulisnya melalui Instagram Stories, juga penasaran dengan sentuhan yang berbeda di novel anak-anak yang ia tulis dibandingkan 'buku cerita anak' kebanyakan.
Selepas mengulas novel Wonder dari R. J. Palacio di Youtube, saya jadi suka sama novel anak-anak. Sejak awal saya juga paling suka membaca cerita yang di dalamnya ada isu keluarga apalagi anak-anak, jadi tidak perlu banyak waktu untuk bisa mencintai buku-buku yang sebenarnya diperuntukkan untuk anak-anak. Mengetahui itu, Litsa (smoglitreviews) yang nampaknya tak ada bedanya dengan Santa Claus (suka sekali memberi teman-temannya buku), memberikan saya novel Mata di Tanah Melus ini. Makasih yah, Litsa!
Telah memiliki 6 novel lalu menulis novel untuk anak-anak, tentu akan ada pertanyaan, mengapa? Dalam setiap diskusi 'percaya dengan kekuatan sebuah tulisan' dan 'menulis sebagai bagian dari perjuangan' menjadi dua pernyataan yang selalu diungkapkan Mbak Okky. Pun dengan novel anak-anak, serial Mata menjadi perjuangannya karena masih sedikit novel anak-anak yang ada di Indonesia, sejauh ini lebih banyak buku cerita bergambar.
Selain itu, novel serial ini tak hanya jadi buku yang menceritakan apa-apa yang susah dijelaskan saat di sekolah. Tapi ada penanaman karakter di dalamnya dan 'karakter' di sini tak selalu budi pekerti. Namun juga cara berpikir. Ada sentuhan-sentuhan 'Okky Madasari' seperti di buku-buku lainnya dalam serial Mata, yakni menghadirkan kritik sosial tapi yang pas dalam perspektif anak-anak, di antaranya adalah terkait keberagaman dan lebih mengenal Indonesia.
Selain itu, novel serial ini tak hanya jadi buku yang menceritakan apa-apa yang susah dijelaskan saat di sekolah. Tapi ada penanaman karakter di dalamnya dan 'karakter' di sini tak selalu budi pekerti. Namun juga cara berpikir. Ada sentuhan-sentuhan 'Okky Madasari' seperti di buku-buku lainnya dalam serial Mata, yakni menghadirkan kritik sosial tapi yang pas dalam perspektif anak-anak, di antaranya adalah terkait keberagaman dan lebih mengenal Indonesia.
Mata mengisahkan seorang anak berusia 12 tahun yang berpetualang ke berbagai daerah di Indonesia. Untuk 'Tanah Melus' sendiri merujuk pada daerah bernama Belu, NTT, yang letaknya berbatasan langsung dengan Timor Leste. Sedangkan 'Melus' merupakan nama suku pertama yang mendiami Pulau Timor. Sedangkan untuk serial keduanya: "Mata dan Rahasia Pulau Gapi", Gapi merupakan nama lain dari Ternate.
Mbak Okky sering sekali menunjukkan bagaimana ia mendongengi anak perempuannya, Mata Diraya, dengan novel Mata di Tanah Melus melalui Instagram Stories. Tapi bukan berarti diceritakan setiap kalimat seperti membaca, hanya diambil intisarinya dan dengan bahasa tutur. Bahkan Mata hingga hafal dengan ceritanya dan begitu menyukai ilustrasi mata yang ada di novelnya.
Novel ini memang bisa didongengkan kepada anak-anak yang belum bisa membaca seperti yang Mbak Okky lakukan. Tanpa perlu dijelaskan setiap maksudnya saat proses mendongengi, sebab anak-anak lebih punya imajinasi yang lebih luas dibandingkan orang dewasa. Tapi selepas mendongeng, sesi diskusi antara orang tua dan anak dianjurkan untuk ada, untuk saling berbagi apa yang anak dapatkan dari kisah Mata. Tapi bagi yang sudah bisa membaca, novel ini memang diperuntukkan untuk mereka, membaca tanpa perlu didongengkan.
Menyimak diskusi "Mata di Tanah Melus" membuat saya bertanya, apa treatment yang berbeda dalam menulis novel anak-anak dibandingkan menulis biasanya? Bagi Mbak Okky yang paling berbeda adalah menjaga ceritanya tetap berada dalam perspektif anak-anak, bukan perspektif orang dewasa. Saat menulis "Mata di Tanah Melus" memang cukup susah di awal, menulis sambil menjaga perspektif anak-anak tidak terlepas. Tapi menulis untuk serial yang selanjutnya jadi lebih mudah.
Pertanyaan yang mendasar dalam diskusi tersebut dan mungkin bagi banyak penulis hal ini menjadi 'pertanyaan langganan' adalah: bagaimana cara menghadapi writer's block. Mbak Okky menganggap writer's block adalah mitos, ketika kita sedang bingung dan tidak bisa menulis, berarti kita sedang tidak cukup tahu terkait apa yang kita tulis. Di antara sebabnya ada kurang riset lebih dalam, tidak ada writer's block, yang ada hanya ide belum matang. Bagi Mbak Okky yang sudah menjadikan menulis adalah jalan hidup, maka tak ada lagi alasan untuk writer's block. Namanya orang bekerja, bagaimana pun keadaan yang dihadapi, ya harus tetap bekerja.
Selengkapnya soal kepenulisan Okky Madasari bisa kalian tonton di channel Youtube saya yang ada di bawah ini ya, sangat bersyukur bisa berdialog dengan penulis favorit!
Menyimak diskusi dari isi karya Mbak Okky dan proses menulisnya, bagi saya memberikan energi baru untuk tidak menyerah dalam dunia keaksaraan atau literasi. Membawa energi baru untuk lebih memberikan makna terhadap apa yang kita tulis. Terima kasih Mbak Okky atas karya-karya dan cerita yang dibagi, semoga sehat selalu untuk mampu menghadirkan karya-karya selanjutnya. Aamiin.
Novel ini memang bisa didongengkan kepada anak-anak yang belum bisa membaca seperti yang Mbak Okky lakukan. Tanpa perlu dijelaskan setiap maksudnya saat proses mendongengi, sebab anak-anak lebih punya imajinasi yang lebih luas dibandingkan orang dewasa. Tapi selepas mendongeng, sesi diskusi antara orang tua dan anak dianjurkan untuk ada, untuk saling berbagi apa yang anak dapatkan dari kisah Mata. Tapi bagi yang sudah bisa membaca, novel ini memang diperuntukkan untuk mereka, membaca tanpa perlu didongengkan.
Menyimak diskusi "Mata di Tanah Melus" membuat saya bertanya, apa treatment yang berbeda dalam menulis novel anak-anak dibandingkan menulis biasanya? Bagi Mbak Okky yang paling berbeda adalah menjaga ceritanya tetap berada dalam perspektif anak-anak, bukan perspektif orang dewasa. Saat menulis "Mata di Tanah Melus" memang cukup susah di awal, menulis sambil menjaga perspektif anak-anak tidak terlepas. Tapi menulis untuk serial yang selanjutnya jadi lebih mudah.
Pertanyaan yang mendasar dalam diskusi tersebut dan mungkin bagi banyak penulis hal ini menjadi 'pertanyaan langganan' adalah: bagaimana cara menghadapi writer's block. Mbak Okky menganggap writer's block adalah mitos, ketika kita sedang bingung dan tidak bisa menulis, berarti kita sedang tidak cukup tahu terkait apa yang kita tulis. Di antara sebabnya ada kurang riset lebih dalam, tidak ada writer's block, yang ada hanya ide belum matang. Bagi Mbak Okky yang sudah menjadikan menulis adalah jalan hidup, maka tak ada lagi alasan untuk writer's block. Namanya orang bekerja, bagaimana pun keadaan yang dihadapi, ya harus tetap bekerja.
Selengkapnya soal kepenulisan Okky Madasari bisa kalian tonton di channel Youtube saya yang ada di bawah ini ya, sangat bersyukur bisa berdialog dengan penulis favorit!
Menyimak diskusi dari isi karya Mbak Okky dan proses menulisnya, bagi saya memberikan energi baru untuk tidak menyerah dalam dunia keaksaraan atau literasi. Membawa energi baru untuk lebih memberikan makna terhadap apa yang kita tulis. Terima kasih Mbak Okky atas karya-karya dan cerita yang dibagi, semoga sehat selalu untuk mampu menghadirkan karya-karya selanjutnya. Aamiin.
0 comments: