![]() |
Updates: coffee shop ini sudah tutup permanen. Telescope kedai kopi di Malang yang baru Agustus kemarin akhirnya resmi dibuka. Foto: Sophia Mega. |
Setiap kedai kopi selalu punya
cerita baru, baik karena bertemu dengan orang baru, momen dan suasana berbeda,
barista yang punya cerita atau kopi dan kuenya yang bisa menjadi teman setia
untuk membaca buku yang lama tak terjamah. Ada rasa ingin mencoba dan bertamu
ke berbagai kedai kopi meski tak terlalu paham soal kopi. Experience atau kenyamanan yang membuat mau untuk kembali menikmati
secangkir kopi dan menelaah keunikan apa dalam setiap cangkirnya, yaaa meskipun
sering berakhir tidak tahu sih.
Perlu dua hingga tiga kali
untuk bisa benar-benar lega dan mampu menuliskan cerita tersebut dalam sebuah
tulisan. Saya hanya tidak mau salah sangka saja, terkadang rasa suka itu baru
muncul setelah beberapa kali bertamu, beda dengan rasa tidak suka yang hadirnya
lebih cepat, bahkan bisa dengan sekadar melihat foto-fotonya di media sosial.
Seperti kedai kopi yang ingin saya tulis kali ini, Telescope. Lima kali sudah saya bertamu dan menyengaja untuk
menulis ulasan kali ini di tempatnya langsung.
![]() |
Kopi pertama yang saya coba di Telescope, V60 Ijen. Foto: Sophia Mega. |
Spontan adalah kata yang pas
kalau ditanya tentang ‘mengapa namanya Telescope’? Tiga owner Telescope memang
sepakat ingin punya brand kopi yang
namanya tidak ada hubungannya dengan kopi sama sekali. “Telescope” pun resmi menjadi
nama brand kopi sejak 15 Agustus 2015
di DW Coffee saat itu.
Baca juga: DW Coffee di Tahun Kelimanya
Baca juga: DW Coffee di Tahun Kelimanya
Kalau kata Mas Ambon, salah
satu owner Telescope, “Biar
besok-besok buka soto atau pecel Telescope juga gak masalah hehehe.”
Telescope memang bukan brand kopi yang tiba-tiba punya kedai
kopi, mereka memulainya dengan cerita yang unik. Memulai dengan menjual cold brew di DW Coffee, brewing di Car Free Day Ijen setiap hari
Minggu dan delivery order. Pernah
sekali mencoba cold brew-nya saat
bertamu ke DW Coffee, kali pertama mencoba kopi yang disajikan dingin.
Rasa asam yang kuat yang
membuat saya kaget, “Kok gini rasanya?” Mohon maklum ya hahaha, namanya juga
pertama kali mencoba kopi dingin dan kopi Arabika. Penasaran dengan rasanya
yang membawa saya lalu menghubungi contact
person Telescope, bertanya banyak
hal soal kopi yang sudah saya minum tadi. Mereka begitu ramah dalam
merespon setiap pertanyaan dari cewek yang ingin belajar banyak tentang kopi.
Mendengar kabar Telescope
membuka kedai kopinya di bulan Agustus kemarin merupakan suatu kabar
membahagiakan. Meskipun saat melihat foto-foto di Instagram cukup kecewa dengan suasananya yang kurang warm, karena dominasi warnanya adalah
putih, abu-abu dan tosca. “Pokoknya karena Mbak Raisa suka warna tosca lah
hehehe,” kata Mas Ambon saat saya ditanya kenapa memilih warna tosca untuk sebuah
kedai kopi. Iso ae, Mas.
Suasana warm atau kedai kopi yang dominan warna coklat memang suasana yang
paling saya suka dari kedai kopi. Tapi saya selalu percaya bahwa setiap kedai
kopi selalu punya keunikan masing-masing, jadi tidak ada asalan untuk
mengabaikan Telescope.
![]() |
Mas Ari, salah satu owner Telescope. Foto: Sophia Mega. |
Mungkin orang yang sudah
mengenal saya dengan baik pasti tahu betapa saya cukup cerewet dan extrovert. Tapi rasa sungkan yang
membuat saya sering malu untuk berkenalan dengan barista di kedai kopi,
bertanya dan mendengarkan ceritanya. Kali kedua mampir baru berani ngobrol
dengan Mas Ari, salah satu owner dari
Telescope. Selain bisa mendengarkan banyak cerita dari Telescope, saya jadi
kenal dengan Mbak Jeni.
![]() |
Green tea cupcake yang super enak, manisnya pas, duh kabarin kalau ada cupcake ini dooong. Foto: Sophia Mega |
Kalau melihat ada cake di bar barista, itu pasti buatan
Mbak Jeni, dan saya jamin rasanya enak banget! Rupanya Mbak Jeni adalah owner @bitescake, pantas saja rasanya enak
dan buat saya kue manis itu perpaduan yang pas untuk kopi yang pahit atau tanpa
gula. Mbaaak, aku fans dari kue-kuemu
hahaha. Senangnya lagi, Mbak Jeni selalu ramah dan menyapa kalau saya
mampir ke sana.
![]() |
Perjalanan pertama akan dimulai! Foto: Sophia Mega |
Sebuah ‘perjalanan’ yang ingin
Mas Ari, Mas Ambon dan Mas Alin sampaikan lewat kedai kopinya. Aroma kopi akan
terasa saat pertama kali masuk, ada sebuah ruangan khusus untuk roasting. Sekitar 2-3 hari sekali
Telescope akan roasting kopinya, kalau
beruntung bisa sekaligus melihat bagaimana proses biji kopinya di-roasting, sekaligus menikmati
aroma wangi dari biji kopi tersebut.
“Sebenarnya roastrey (pemanggangan kopi) dan coffeeshop itu selalu berbeda. Kalau mereka fokus roastrey ya gak ada coffeeshopnya, fokus
jualannya beda, kalau roastrey kan
biji kopi, kalau coffeeshop kan jual
minuman,” cerita Mas Ari.
“Terus, Telescope gimana dong?
(kan mereka ada roastrey dan
coffeeshopnya juga),” tanya saya.
“Makanya Telescope nggak ada
tulisan ‘Telescope Coffeeshop’-nya, jadi sewaktu-waktu kita bikin Soto
Telescope ya bisa. Tapi memang yang menjadi harapan, orang akan kenal Telescope
dengan ‘kopi’nya,” tambah Mas Ari.
![]() |
Jangan tanya enak yang mana, cobain satu-satu, semuanya unik. Foto: Sophia Mega |
Ah! Akhirnya rasa penasaran
yang saya abaikan soal ‘kenapa kok namanya hanya ada Telescope’ terjawab! Setelah
menikmati dan belajar roasting, perjalanan
dilanjutkan dengan jejeran biji kopi yang bisa kita buka satu persatu mulai
dari kopi Arjuna, Sipirok, Brazil Cerrado, Ethiopia Sidano, Pujon, Bajawa, Gayo
dan masih banyak lagi. Kita bisa langsung menikmati aroma dari biji-biji kopi
tersebut.
![]() |
Setidaknya suasana kedai kopi yang 'light' bikin kopi yang difoto jadi asik. Terima kasih Mas Azam karena sudah pakai kaos hitam, jadi makin oke fotonya tanpa editing sekalipun. Foto: Sophia Mega. |
Beberapa kopi pernah saya coba,
selalu pesan metode V60 dan baru sekali kemarin pesan Tubruk. Kopi yang saya
pilih dengan metode V60 pertama kali adalah ‘Sendirian’. “Ini apa Mas kopi
Sendirian hahaha?” Ternyata kopi ‘Sendirian’ yang ada di bar barista tersebut adalah
kopi Ijen, baru saya tahu istilah ‘Ijen’ atau ‘Ijenan’ itu artinya sendirian.
Seperti yang saya ceritakan di
awal kalau saya sebenarnya kurang paham dengan bagaimana menikmati kopi. Kalau enak, ya berarti enak dan cocok, emang harus nyobain dan belajar lebih banya. Saya sering tanya ke Ersa, salah seorang teman saya yang begitu menyukai kopi, suka meng-explore aroma dan after-taste-nya. Bahkan
kata Ersa dalam kopi Ethiopia ada after-taste
gurihnya. Semoga kopi yang diminum Ersa hari itu tidak ada micin atau
vetsinnya, bagaimana bisa dia merasakan rasa gurih dalam sebuah kopi, mboh Sa, mboh.
Dari kopi Sendirian, Ethiopia
Sidamo, Brazil Cerrado dan Pujon yang di-brew
dengan V60, saya paling ingat dengan Si Brazil. Aroma coklat dalam biji kopi kuat banget! Bahkan setelah di-brew aromanya
masih cukup kuat, after-taste-nya
kurang terasa sih, tapi rasa asam yang sedang dan seingat saya pahit yang
hampir tidak terasa wajib dicoba. Saya tidak terlalu suka kopi yang sudah
keadaan dingin, tapi Si Brazil ini meskipun udah dingin masih enak.
![]() |
Sebuah kenikmatan yang haqiqi, nikmat apa lagi yang bisa didustakan? Apalagi kalau bisa nambah tahu sumedang di sebrang Telescope ehehehehe. Foto: Sophia Mega. |
Di Telescope juga kali pertama
saya mencoba kopi dengan metode Tubruk, biji yang sudah dihaluskan dengan grinder, lalu langsung dituang air
panas dan diaduk tanpa alat-alat yang aneh-aneh seperti Aeropress, Frenchpress,
Syphon dan lain sebagainya. Awalnya saya kira kopi tubruk adalah adalah kopi
yang identik dengan ‘bapak-bapak’. But surprisingly,
nikmaaaat! Kopi Tubruk Gayo yang saya coba beberapa hari lalu, di balkon
Telescope merupakan kebahagiaan yang ‘haqiqi’ banget. Cukup dengan Rp10.000
saja bisa menikmati nikmatnya membaca buku dengan suasana kota.
Kalau orang banyak menganggap kafe yang banyak suara kendaraannya itu mengganggu, buat saya tidak sama sekali. Syahdu banget sih ngopi dengan suasana jalan raya, tapi kalau view-nya alam jelas juga tidak akan menolak lah.
Oh ya, coldbrew-nya sekarang menggunakan kopi Pujon, dibandingkan yang pertama kali saya coba, suka banget dengan coldbrew yang ada di kedai sekarang.
Kalau orang banyak menganggap kafe yang banyak suara kendaraannya itu mengganggu, buat saya tidak sama sekali. Syahdu banget sih ngopi dengan suasana jalan raya, tapi kalau view-nya alam jelas juga tidak akan menolak lah.
Oh ya, coldbrew-nya sekarang menggunakan kopi Pujon, dibandingkan yang pertama kali saya coba, suka banget dengan coldbrew yang ada di kedai sekarang.
![]() |
Kalau di kafe lain espresso blendnya jarang dikasih tau, tapi kalau Telescope berubah-ubah. Bener-bener terasa 'perjalanan'nya, jadi setiap hari selalu ada cerita baru di sini. Foto: Sophia Mega. |
Awalnya saya agak trauma dengan
Kopi Gayo karena asamnya kuat banget, waktu itu saya pesan metode V60 di Coffee
Toffee. Memberanikan pesan Gayo dengan metode Tubruk yang katanya bikin
karakter kopi tersebut lebih jujur.. eh ternyata enak! Asamnya kuat tapi
tetap cocok di lidah, kabar baik sekali! Sebenarnya banyak keunikan lainnya di sini,
seperti kopi blend hari itu apa,
tulisan-tulisan lucu dari kopi Gayo yang menjadi ‘Gayo Jahat’ (Robusta) dan ‘Gayo
Sayang’ (Arabika) dan lain-lain, mending langsung ke sini aja deh, explore perjalanan kalian sendiri.
Awalnya saya mengira tidak akan
cocok dengan suasana abu-abu, putih dan tosca dari Telescope. Tapi ternyata
balkon atau bar barista merupakan tempat yang asik untuk menulis dan membaca.
Perjalanan setelah berkenalan dengan roasting,
biji kopi, melihat dan mendengarkan cerita barista lalu menikmati kopi dan
sepotong kue menurut saya experience ‘perjalanan’
itu benar-benar terasa. Apalagi ditemani pilihan musik Telescope yang asik,
sepertinya Dialog Dini Hari, Banda Neira, The Trees And The Wild dan Payung Teduh tidak pernah absen
dari playlist. Para pecinta musik non-indie, tenang, juga tetap diputar kok!
![]() |
Suasana lantai satu Telescope, menulis di bar barista juga syahdu. Di lantai dua juga ada kok. Foto: Sophia Mega. |
Namun saya rasa perjalanan Telescope tidak akan berhenti dengan satu kedai kopi saja, semoga segera
menjadi franchise seperti harapannya
selama ini. Pun dengan saya yang pasti tak cukup dengan lima kali bertamu di
sini, perjalanan untuk menikmati berbagai kopi lainnya selama saya masih
ada waktu untuk mencoba pasti akan mampir.
Selama kue-kue Mbak Jeni masih
mampir dengan cantiknya di bar baristanya pasti saya akan mampir untuk sekadar
ngobrol dengan teman-teman yang sering mampir ke sini, Arif, Ersa, Yusril, Adly,
Dhea, Aldin, Bobi dan lainnya. Ya meskipun saya lebih sering diam atau mojok ke
sudut lainnya untuk mengerjakan sesuatu. Sok sibuk emang, songong banget emang,
duh Meg Meeeg. Ya tapi suasana kedai
kopi emang terlalu sayang dilewatkan untuk membaca meski hanya satu atau dua lembar
saja.
Bila ke Malang, mampir saja ke
kedai kopi perjalanan satu ini, kalau bisa siapkan satu minggu untuk
benar-benar meng-explore dari satu
kedai kopi ke kedai kopi lainnya hehehe. Sampai jumpa di cerita kedai kopi
selanjutnya, bila kalian merasa ada yang berbeda dengan gaya tulisan kali ini… emang
sengaja. Di hari Blogger Nasional kali ini, saya mau menulis dengan gaya yang saya tahan selama ini (takut tidak cocok di blog hahaha), karena sudah ada wadah menulis santai di media lain, yaaaa di blog sendiri adalah tempat paling tepat mengekspresikan apa yang saya suka. Semoga kalian nyaman yaw! :)
![]() |
Sukses terus ya! Foto: Sophia Mega. |
Telescope
Jalan Kalpataru 112 C
Brewing:
- Jum’at - Rabu 07.30-00.00 (ya ampun saat saya menulis ini baru tahu kalau Telescope berani buka sepagi itu! Merupakan kabar baik bagi saya yang tidak terlalu suka ngopi malam)
- Kamis: 14.00-22.00 (Coffee Day, cuma bisa pesan kopi dan kue)
Harga:
- Manual brewing: 10K-15K
- Kue Mbak Jeni yang enak sekali: 15K
- Lain-lain: 10K-30K
Instagram: @telescope_id
Wi Fi: Yes
Stekker: Yes
Wah tempatnya keren ya, harga kopinya pun relatif murah.. Sudah nyaman, ada wifinya juga.. Makin betah ngeblog ditempat itu :D
ReplyDeleteBaru tahu kalau ada yg buka pagi hari, biasanya kalau kopi itu rata2 bukanya malam hari.. Kalau tidak sore..
Yuup, bener banget, asik buat nulis kok di sini.
DeleteNah iya, jarang banget, padahal memulai hari dengan mengopi kan pasti asik, apalagi kayak aku yang selalu ngantuk di pagi hari hehe.
Ajarin gue ngopi dong mega! Selalu suka sama tulisanmu yang mengulas beginian euy.
ReplyDeleteYuk langsung ngopi :D Yeeeee berarti nggak masalah yaaaaw bahasaku seperti ini. Tunggu tulisan selanjutnya hihi.
Deleteapa kopi yang paling spesial dan khas di sana Mbak?
ReplyDeletetrims
Kalau di Telescope belum ada signaturenya sih setahu aku. Nanti coba aku tanya ya, kalau misalnya ada akan ku buat artikel baru :)
DeleteCupcakenya bikin ngiler euy! :(
ReplyDeleteSuasananya enak jugak yak. Feel ngopinya dapet. Asal gak terlalu rame aja sik :3
Kalau di lantai satu nggak rame kok, nyaman, ngga ada asap, dan AC. Yuk yuk ngopi di siniii.
DeleteFotonya mega bagus ih :*
ReplyDeleteMakasih banyaaaaak. Masih kudu belajar dan praktik lagi ini. :')
Deletemeg.. awal baca yang menarik perhatianku hasil jepretanmu itu lho, kece... pake kamera apa sih qaqa?
ReplyDeleteaku bukan penikmat kopi, jadi pas baca postinganmu ini manggut2 aja, sekalian nambah info tentang perkopian. yang menarik, ada after-taste nya. itu semacam gimana ya meg? aku ini g paham banget, soalnya tiap kali minum kopi, buatku mah sama aja (tuh kan bukan pecinta kopi) :p
Buahahaha si masnya updet bener Raisa doyannya warna tosca:)))
ReplyDeleteBtw aku juga kurang suka kopi dgn rasa asam.
You've completed in excellent work. t suggest to my frtends ind personilly wtll certitnly dtgtt. t'm conftdent they'll be gitned from thts webstte. Telescope
ReplyDelete