Sebenarnya udah dua bulan yang lalu pergi ke Melbourne dan Sydney, Australia. Tapi rasa sedih pengin balik lagi, sering banget mimpi ke M...

Susah Move On dari Patricia Coffee Brewers Melbourne, Australia

Sebenarnya udah dua bulan yang lalu pergi ke Melbourne dan Sydney, Australia. Tapi rasa sedih pengin balik lagi, sering banget mimpi ke Melbourne, dan mencoba cari cara untuk bisa ke sana masih belum hilang. Enggak cuma cari cara untuk balik sih, cari cara buat move on juga saya lakukan. Mulai dari Agustus kemarin ke Solo dan Yogyakarta meskipun menjadi perjalanan yang sangat singkat, dan Oktober sudah beli tiket Ubud Writers & Readers Festival yang diselenggarakan di Bali. Mungkin, Bali bisa bikin saya jatuh cinta lalu bersikap biasa aja tentang Melbourne.


Melbourne bisa jadi salah satu representasi dari sebuah kota yang pengin saya tinggali. Kota itu enggak ramai, tapi begitu banyak coffee shop yang susah banget buat nemuin kopi yang enggak enak. Dan satu lagi, perpustakaan besar, banyak sekali toko buku yang secara spesifik menjual buku sesuai tema (Books For Cooks salah satunya), dan banyak tempat untuk bisa mendapatkan buku dengan harga murah.

Sebab belum move on yah karena waktu ke sana enggak bisa puas dengan jalan-jalan, saya pergi bareng Ayah dan seorang dosen lainnya. Kali ini agendanya memang bukan buat jalan-jalan. Sampai saat hari saya pengin balik ke Patricia Coffee Brewers karena saking jatuh cintanya dengan coffee shop yang ini, enggak bisa.


Setelah Tamasya Kedai Kopi ke Brother Baba Budan, saya melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki ke Patricia Coffee Brewers. Di sepanjang jalan menuju ke lokasi, banyak banget orang yang bawa kemasan take away kopi atau keep cup-nya sendiri. Hingga di sebuah tembok yang semuanya serba hitam, saya masih bingung, mana ya Patricia Coffee Brewers?


Ternyata ya bangunan berwarna hitam dan enggak ada tanda kalau dia Patricia Coffee Brewers kecuali di pintunya yang tentu saja dipenuhi orang antri membeli kopi itu lah tempatnya. Banyak banget yang antri sampai saya agak ragu, terusin pesan kopinya gak yah? Ikut antri gak yah? Banyak banget!


Berpikir kalau belum tentu bisa balik lagi, akhirnya saya mencoba untuk antri sambil memotret suasana antrinya yang bener sih kalau Melbourne terkenal dengan coffee culturenya. Sampai akhirnya saya kedapetan waktu untuk pesan kopi, yay! Saya pesan cappuccino dengan memilih salah satu dari dua coffee beans yang digunakan, sayangnya saya udah lupa nama coffee beans-nya apa.


Berbeda dari cappuccino Brunetti dan Brother Baba Budan yang cenderung caramel sweet, di Patricia Coffee Brewers ini lebih ke fruity, ringan banget, huhu pokoknya enak! Masih ingat kalau sempat merasa ada hint of orange-nya, alias ada rasa jeruknya. Selepas pesan kopi, ya saya seperti orang lainnya, langsung pergi meneruskan jalan-jalan lihat Melbourne sambil sumringah akhirnya dapet cappuccino yang bener-bener saya cari di sini.


Sebenernya bisa kok nongkrong lucu di lokasi, tempatnya kecil sih sebenernya, tapi penuh dengan menusia itu lho yang bikin saya mending menikmati cappuccino-nya dengan jalan-jalan. Melbourne yang tadinya 9 derajat enggak kerasa deh kalau di tangan kita udah pegang cappuccino kesukaan kita.



Sejauh ini, Patricia Coffee Brewers emang coffee shop yang paling favorit! Kalau ke sini, mending sekalian pesan coffee beans-nya deh, biar enggak nyesel kayak saya huhuhuhuhu. Melbourne, Patricia Coffee Brewers, kita bakal ketemu lagi kok suatu hari nanti. Amin.

Lokasi:

0 comments: