Updates: coffee shop ini sudah tutup permanen.  Telescope kedai kopi di Malang yang baru Agustus kemarin akhirnya resmi dibuka. Foto: Soph...


telescope kedai kopi di malang

Updates: coffee shop ini sudah tutup permanen. 

Telescope kedai kopi di Malang yang baru Agustus kemarin akhirnya resmi dibuka. Foto: Sophia Mega.
Setiap kedai kopi selalu punya cerita baru, baik karena bertemu dengan orang baru, momen dan suasana berbeda, barista yang punya cerita atau kopi dan kuenya yang bisa menjadi teman setia untuk membaca buku yang lama tak terjamah. Ada rasa ingin mencoba dan bertamu ke berbagai kedai kopi meski tak terlalu paham soal kopi. Experience atau kenyamanan yang membuat mau untuk kembali menikmati secangkir kopi dan menelaah keunikan apa dalam setiap cangkirnya, yaaa meskipun sering berakhir tidak tahu sih.

Perlu dua hingga tiga kali untuk bisa benar-benar lega dan mampu menuliskan cerita tersebut dalam sebuah tulisan. Saya hanya tidak mau salah sangka saja, terkadang rasa suka itu baru muncul setelah beberapa kali bertamu, beda dengan rasa tidak suka yang hadirnya lebih cepat, bahkan bisa dengan sekadar melihat foto-fotonya di media sosial. Seperti kedai kopi yang ingin saya tulis kali ini, Telescope. Lima kali sudah saya bertamu dan menyengaja untuk menulis ulasan kali ini di tempatnya langsung.

kopi ijen telescope
Kopi pertama yang saya coba di Telescope, V60 Ijen. Foto: Sophia Mega.
Spontan adalah kata yang pas kalau ditanya tentang ‘mengapa namanya Telescope’? Tiga owner Telescope memang sepakat ingin punya brand kopi yang namanya tidak ada hubungannya dengan kopi sama sekali. “Telescope” pun resmi menjadi nama brand kopi sejak 15 Agustus 2015 di DW Coffee saat itu.

Baca juga: DW Coffee di Tahun Kelimanya

Kalau kata Mas Ambon, salah satu owner Telescope, “Biar besok-besok buka soto atau pecel Telescope juga gak masalah hehehe.”

Telescope memang bukan brand kopi yang tiba-tiba punya kedai kopi, mereka memulainya dengan cerita yang unik. Memulai dengan menjual cold brew di DW Coffee, brewing di Car Free Day Ijen setiap hari Minggu dan delivery order. Pernah sekali mencoba cold brew-nya saat bertamu ke DW Coffee, kali pertama mencoba kopi yang disajikan dingin.

Rasa asam yang kuat yang membuat saya kaget, “Kok gini rasanya?” Mohon maklum ya hahaha, namanya juga pertama kali mencoba kopi dingin dan kopi Arabika. Penasaran dengan rasanya yang membawa saya lalu menghubungi contact person Telescope, bertanya banyak hal soal kopi yang sudah saya minum tadi. Mereka begitu ramah dalam merespon setiap pertanyaan dari cewek yang ingin belajar banyak tentang kopi.

Mendengar kabar Telescope membuka kedai kopinya di bulan Agustus kemarin merupakan suatu kabar membahagiakan. Meskipun saat melihat foto-foto di Instagram cukup kecewa dengan suasananya yang kurang warm, karena dominasi warnanya adalah putih, abu-abu dan tosca. “Pokoknya karena Mbak Raisa suka warna tosca lah hehehe,” kata Mas Ambon saat saya ditanya kenapa memilih warna tosca untuk sebuah kedai kopi. Iso ae, Mas.

Suasana warm atau kedai kopi yang dominan warna coklat memang suasana yang paling saya suka dari kedai kopi. Tapi saya selalu percaya bahwa setiap kedai kopi selalu punya keunikan masing-masing, jadi tidak ada asalan untuk mengabaikan Telescope.

ari owner telescope
Mas Ari, salah satu owner Telescope. Foto: Sophia Mega.
Mungkin orang yang sudah mengenal saya dengan baik pasti tahu betapa saya cukup cerewet dan extrovert. Tapi rasa sungkan yang membuat saya sering malu untuk berkenalan dengan barista di kedai kopi, bertanya dan mendengarkan ceritanya. Kali kedua mampir baru berani ngobrol dengan Mas Ari, salah satu owner dari Telescope. Selain bisa mendengarkan banyak cerita dari Telescope, saya jadi kenal dengan Mbak Jeni.

bitescake malang
Green tea cupcake yang super enak, manisnya pas, duh kabarin kalau ada cupcake ini dooong. Foto: Sophia Mega
Kalau melihat ada cake di bar barista, itu pasti buatan Mbak Jeni, dan saya jamin rasanya enak banget! Rupanya Mbak Jeni adalah owner @bitescake, pantas saja rasanya enak dan buat saya kue manis itu perpaduan yang pas untuk kopi yang pahit atau tanpa gula. Mbaaak, aku fans dari kue-kuemu hahaha. Senangnya lagi, Mbak Jeni selalu ramah dan menyapa kalau saya mampir ke sana.

alat roasting kopi
Perjalanan pertama akan dimulai! Foto: Sophia Mega
Sebuah ‘perjalanan’ yang ingin Mas Ari, Mas Ambon dan Mas Alin sampaikan lewat kedai kopinya. Aroma kopi akan terasa saat pertama kali masuk, ada sebuah ruangan khusus untuk roasting. Sekitar 2-3 hari sekali Telescope akan roasting kopinya, kalau beruntung bisa sekaligus melihat bagaimana proses biji kopinya di-roasting, sekaligus menikmati aroma wangi dari biji kopi tersebut.

“Sebenarnya roastrey (pemanggangan kopi) dan coffeeshop itu selalu berbeda. Kalau mereka fokus roastrey ya gak ada coffeeshopnya, fokus jualannya beda, kalau roastrey kan biji kopi, kalau coffeeshop kan jual minuman,” cerita Mas Ari.

“Terus, Telescope gimana dong? (kan mereka ada roastrey dan coffeeshopnya juga),” tanya saya.

“Makanya Telescope nggak ada tulisan ‘Telescope Coffeeshop’-nya, jadi sewaktu-waktu kita bikin Soto Telescope ya bisa. Tapi memang yang menjadi harapan, orang akan kenal Telescope dengan ‘kopi’nya,” tambah Mas Ari.


single origin indonesia
Jangan tanya enak yang mana, cobain satu-satu, semuanya unik. Foto: Sophia Mega
Ah! Akhirnya rasa penasaran yang saya abaikan soal ‘kenapa kok namanya hanya ada Telescope’ terjawab! Setelah menikmati dan belajar roasting, perjalanan dilanjutkan dengan jejeran biji kopi yang bisa kita buka satu persatu mulai dari kopi Arjuna, Sipirok, Brazil Cerrado, Ethiopia Sidano, Pujon, Bajawa, Gayo dan masih banyak lagi. Kita bisa langsung menikmati aroma dari biji-biji kopi tersebut.

kopi ijen malang
Setidaknya suasana kedai kopi yang 'light' bikin kopi yang difoto jadi asik. Terima kasih Mas Azam karena sudah pakai kaos hitam, jadi makin oke fotonya tanpa editing sekalipun. Foto: Sophia Mega.
Beberapa kopi pernah saya coba, selalu pesan metode V60 dan baru sekali kemarin pesan Tubruk. Kopi yang saya pilih dengan metode V60 pertama kali adalah ‘Sendirian’. “Ini apa Mas kopi Sendirian hahaha?” Ternyata kopi ‘Sendirian’ yang ada di bar barista tersebut adalah kopi Ijen, baru saya tahu istilah ‘Ijen’ atau ‘Ijenan’ itu artinya sendirian.

Seperti yang saya ceritakan di awal kalau saya sebenarnya kurang paham dengan bagaimana menikmati kopi. Kalau enak, ya berarti enak dan cocok, emang harus nyobain dan belajar lebih banya. Saya sering tanya ke Ersa, salah seorang teman saya yang begitu menyukai kopi, suka meng-explore aroma dan after-taste-nya. Bahkan kata Ersa dalam kopi Ethiopia ada after-taste gurihnya. Semoga kopi yang diminum Ersa hari itu tidak ada micin atau vetsinnya, bagaimana bisa dia merasakan rasa gurih dalam sebuah kopi, mboh Sa, mboh.

Dari kopi Sendirian, Ethiopia Sidamo, Brazil Cerrado dan Pujon yang di-brew dengan V60, saya paling ingat dengan Si Brazil. Aroma coklat dalam biji kopi kuat banget! Bahkan setelah di-brew aromanya masih cukup kuat, after-taste-nya kurang terasa sih, tapi rasa asam yang sedang dan seingat saya pahit yang hampir tidak terasa wajib dicoba. Saya tidak terlalu suka kopi yang sudah keadaan dingin, tapi Si Brazil ini meskipun udah dingin masih enak. 

kopi tubruk gayo
Sebuah kenikmatan yang haqiqi, nikmat apa lagi yang bisa didustakan? Apalagi kalau bisa nambah tahu sumedang di sebrang Telescope ehehehehe. Foto: Sophia Mega.
Di Telescope juga kali pertama saya mencoba kopi dengan metode Tubruk, biji yang sudah dihaluskan dengan grinder, lalu langsung dituang air panas dan diaduk tanpa alat-alat yang aneh-aneh seperti Aeropress, Frenchpress, Syphon dan lain sebagainya. Awalnya saya kira kopi tubruk adalah adalah kopi yang identik dengan ‘bapak-bapak’. But surprisingly, nikmaaaat! Kopi Tubruk Gayo yang saya coba beberapa hari lalu, di balkon Telescope merupakan kebahagiaan yang ‘haqiqi’ banget. Cukup dengan Rp10.000 saja bisa menikmati nikmatnya membaca buku dengan suasana kota.

Kalau orang banyak menganggap kafe yang banyak suara kendaraannya itu mengganggu, buat saya tidak sama sekali. Syahdu banget sih ngopi dengan suasana jalan raya, tapi kalau view-nya alam jelas juga tidak akan menolak lah.

Oh ya, coldbrew-nya sekarang menggunakan kopi Pujon, dibandingkan yang pertama kali saya coba, suka banget dengan coldbrew yang ada di kedai sekarang.

kopi blend kafe
Kalau di kafe lain espresso blendnya jarang dikasih tau, tapi kalau Telescope berubah-ubah. Bener-bener terasa 'perjalanan'nya, jadi setiap hari selalu ada cerita baru di sini. Foto: Sophia Mega.
Awalnya saya agak trauma dengan Kopi Gayo karena asamnya kuat banget, waktu itu saya pesan metode V60 di Coffee Toffee. Memberanikan pesan Gayo dengan metode Tubruk yang katanya bikin karakter kopi tersebut lebih jujur.. eh ternyata enak! Asamnya kuat tapi tetap cocok di lidah, kabar baik sekali! Sebenarnya banyak keunikan lainnya di sini, seperti kopi blend hari itu apa, tulisan-tulisan lucu dari kopi Gayo yang menjadi ‘Gayo Jahat’ (Robusta) dan ‘Gayo Sayang’ (Arabika) dan lain-lain, mending langsung ke sini aja deh, explore perjalanan kalian sendiri.

Awalnya saya mengira tidak akan cocok dengan suasana abu-abu, putih dan tosca dari Telescope. Tapi ternyata balkon atau bar barista merupakan tempat yang asik untuk menulis dan membaca. Perjalanan setelah berkenalan dengan roasting, biji kopi, melihat dan mendengarkan cerita barista lalu menikmati kopi dan sepotong kue menurut saya experience ‘perjalanan’ itu benar-benar terasa. Apalagi ditemani pilihan musik Telescope yang asik, sepertinya Dialog Dini Hari, Banda Neira, The Trees And The Wild dan Payung Teduh tidak pernah absen dari playlist. Para pecinta musik non-indie, tenang, juga tetap diputar kok!

telescope kopi malang
Suasana lantai satu Telescope, menulis di bar barista juga syahdu. Di lantai dua juga ada kok. Foto: Sophia Mega.
Namun saya rasa perjalanan Telescope tidak akan berhenti dengan satu kedai kopi saja, semoga segera menjadi franchise seperti harapannya selama ini. Pun dengan saya yang pasti tak cukup dengan lima kali bertamu di sini, perjalanan untuk menikmati berbagai kopi lainnya selama saya masih ada waktu untuk mencoba pasti akan mampir.

Selama kue-kue Mbak Jeni masih mampir dengan cantiknya di bar baristanya pasti saya akan mampir untuk sekadar ngobrol dengan teman-teman yang sering mampir ke sini, Arif, Ersa, Yusril, Adly, Dhea, Aldin, Bobi dan lainnya. Ya meskipun saya lebih sering diam atau mojok ke sudut lainnya untuk mengerjakan sesuatu. Sok sibuk emang, songong banget emang, duh Meg Meeeg. Ya tapi suasana kedai kopi emang terlalu sayang dilewatkan untuk membaca meski hanya satu atau dua lembar saja.

Bila ke Malang, mampir saja ke kedai kopi perjalanan satu ini, kalau bisa siapkan satu minggu untuk benar-benar meng-explore dari satu kedai kopi ke kedai kopi lainnya hehehe. Sampai jumpa di cerita kedai kopi selanjutnya, bila kalian merasa ada yang berbeda dengan gaya tulisan kali ini… emang sengaja. Di hari Blogger Nasional kali ini, saya mau menulis dengan gaya yang saya tahan selama ini (takut tidak cocok di blog hahaha), karena sudah ada wadah menulis santai di media lain, yaaaa di blog sendiri adalah tempat paling tepat mengekspresikan apa yang saya suka. Semoga kalian nyaman yaw! :)

owner telescope
Sukses terus ya! Foto: Sophia Mega.
Telescope

Jalan Kalpataru 112 C
Brewing:
  • Jum’at - Rabu 07.30-00.00 (ya ampun saat saya menulis ini baru tahu kalau Telescope berani buka sepagi itu! Merupakan kabar baik bagi saya yang tidak terlalu suka ngopi malam)
  • Kamis: 14.00-22.00 (Coffee Day, cuma bisa pesan kopi dan kue)
Harga:
  • Manual brewing: 10K-15K
  • Kue Mbak Jeni yang enak sekali: 15K
  •  Lain-lain: 10K-30K


Instagram: @telescope_id
Wi Fi: Yes
Stekker: Yes

Cukup banyak temen yang merekomendasikan buku Self Driving karya Rhenald Kasali. Sebelumnya saya nggak tahu-menahu siapa sosok Rhenald ...


Cukup banyak temen yang merekomendasikan buku Self Driving karya Rhenald Kasali. Sebelumnya saya nggak tahu-menahu siapa sosok Rhenald Kasali apalagi bukunya. Tapi karena Mas Haqqi, Mas Zain dan Alvin pada bilang, “Coba deh beli buku Self Driving-nya Rhenald Kasali.” Tiga orang keren merekomendasikan buku nggak boleh nunggu lama lagi, segera saya cari.

Idulfitri tahun lalu, menggunakan uang saku dari saudara-saudara, akhirnya saya membeli buku ini. Buku seharga Rp69.000 emang kerasa agak mahal sih, tapi ketika saya udah baca buku ini, luar biasa nggak nyesel. Mulai dari asiknya bahasa yang digunakan, meski Pak Rhenald Kasali seorang guru besar, tapi bahasanya tuh bisa dipahami oleh segala usia. Anak SMA juga bisa banget baca kok, nggak ada istilah-istilah aneh.

Kalau kalian adalah anak SMA, Mahasiswa Baru, sedang kuliah semester berapa pun dan tingkatan apa pun atau fresh graduate, beli deh buku ini, wajib dibaca banget. Pikiran saya terbuka sejak baca buku ini. Sadar bahwa sebenernya ilmu tuh banyaknya bukan di kuliah, tapi di luar kuliah. Gimana caranya belajar dari hal-hal sekitar kita.


Judulnya emang SELF DRIVING, sederhananya soal memimpin diri kita, tapi memimpin melalui pemikiran-pemikiran, kita diajak berpikir terbuka dengan cara yang asik. Iya iya, ini emang 270 halaman, nggak semuanya suka baca buku, tapi kalau ketemu saya atau teman kalian punya buku ini, saya tunjukin deh satu bab yang isinya keren banget dan wajib dibaca untuk seluruh yang mau kuliah dan yang lagi kuliah.

Beliau punya buku keren lainnya, tapi yang Let's Change ini punya teman saya. 

Sejak baca buku ini saya kagum dengan Pak Rhenald sih, kemarin waktu ke Depok lagi ada lomba di Universitas Indonesia sebenernya pingin nyari tuh Pak Rhenald ngajar di mana. Tapi ya keterbatasan waktu dan malah ngacir beli tahu bulat kawasan Margonda, jadi nggak sempat hahaha.

Untuk review lebih lanjut, lihat review video di channel Youtube-ku yuk! Nih di bawah:




SELF DRIVING
Penulis : Rhenald Kasali
Penerbit: Mizan

Harga    : IDR 69.000

Ciwi-ciwi dibalik Kelas KKN yang berlokaborasi dengan Coffee Kayoe. Yaaah harusnya foto sama tim Coffee Kayoe yah! Kemarin baru aja kap...

Ciwi-ciwi dibalik Kelas KKN yang berlokaborasi dengan Coffee Kayoe. Yaaah harusnya foto sama tim Coffee Kayoe yah!
Kemarin baru aja kapankamunikah.com menyelenggarakan kelas perdananya dengan berkolaborasi dengan Coffee Inspirations #7 Coffee Kayoe. Nggak ada alasan untuk menyerah ketika semuanya udah mendukung dan dengan terbuka mau support dengan berbagai cara. Terselenggaranya kelas kali ini nggak lepas dari dukungan teman-teman semua.

Sampai akhirnya yakin untuk bikin kelas setiap bulannya, memahami apa sih yang dibutuhkan, apa sih yang bisa menyelesaikan segala kegundahan teman-teman yang ingin belajar pernikahan sejak sekarang.. akhirnya sejak terselenggaranya #KelasKKN kemarin insya Allah konsisten setiap bulan sekali.

Untuk materinya kayak gimana, udah saya tulis di kapankamunikah.com. Langsung aja lah dibaca di sini.

Setelah grand launching pada 21 Mei kemarin cukup rumit, ruwet dan nggak rapih acaranya, Alhamdulillah banget sih yang ini udah lebih mending daripada yang kemarin meski hanya enam tim saja. Tiga tim utama bener-bener mauuuu deh direpotin, mau ingetin apa aja yang kurang, dan berbagai hal yang bikin kelas kemarin ya meski ada bumbu-bumbu terburu-burunya dikit temen-temen yang dateng bisa dapet poinnya.

Dua tim lainnya adalah teman saya dari luar kota yang secara spontan saya minta untuk mengisi dalam acara ini. Mulai dari Cunik yang jadi MC dan Ira yang menjadi operator dadakan, saya minta Ira jadi operator nggak lebih dari 12 jam sebelum acara. Yah ceritanya Ira yang kuliah di Semarang itu tiba-tiba pulang, kebetulan dia kosong, yeeee bisa ikut event deh. Hehe gak papa ya Ir, lumayan kan bisa nyobain Citruspresso~
Mbak Rossy lagi sharing-sharing nih!
Ada beberapa hal yang bikin saya semakin semangat untuk mengadakan kelas ini lagi, ada seorang Mas-mas yang datang sendirian. Sebenernya sih ini kelas untuk couple, tapi Mas tersebut datang sendiri dan percaya diri. Dari awal tuh udah seriuuuuus banget, ketika cerita sedikit banyak dengan Mbak Nechon, ternyata nih… Mas tersebut selama ini selalu takut dengan komitmen menikah dan bumbu-bumbu yang bikin menikah terdengar seram.

Sampai pada akhirnya ada cewek yang bikin dia yakin dan nggak takut lagi. Oleh karena itu lah Mas tersebut datang untuk belajar. Keren banget siiiih Mas tersebut, semoga Mas Andy atau Mbak Ita melalui cerita pernikahannya dan Mbak Rossy melalui sharing-nya bisa sedikit banyak memberi sudut pandang lain ya Mas!
Fahri & Tiara
Kebanyakan yang datang sebenarnya wajah-wajah baru, terima kasih untuk semuaaa yang sudah datang! Tapi ada beberapa juga yang saya kenal, seperti Fahri dan Tiara ini. Ceritanya mereka berdua merupakan founder dari TFT—Trash For Treasure Project yang sempat ngobrol gitu, kenal nggak ada satu bulan lah, makasih banyak udah menyempatkan hadir meskipun Fahri sempat merasa tersesat ya hahaha.

Mas Sandie, Mbak Rossy dan Adek Unyu yang selalu support kapankamunikah.com. Si Azra lagi gak mood foto, jadi nggak ada di foto ini deeeh hwhwhw.
Mbak Intan, Mas Rio, Tim Coffee Kayoe, Mas Bogie, Radio Kencana, Mas Sandie, Mbak Rossy, Mas Andy, Mbak Ita, Tim kapankamunikah.com, Cunik, Ira, Mas Doyoke yang kasih pandangan dan saran, Mas Fais, Mas Yoga, seluruh media partner dan banyak banget lah saya ucapkan terima kasih banyak ya!


Semoga akan selalu konsisten untuk kelas dan kontennya, lebih jago soal marketing dan bisa lebih oke kedepannya. Tunggu kelas dan event selanjutnya dari kapankamunikah.com yaaaa! Mwah! 

Udah pernah ke sini belum? Kalau belum, ke sini laaah. Photo: Sophia Mega “Aku kirain kamu kerja di DW, Meg.” “Kamu ini ngopi di DW t...

dw coffee
Udah pernah ke sini belum? Kalau belum, ke sini laaah. Photo: Sophia Mega
“Aku kirain kamu kerja di DW, Meg.”
“Kamu ini ngopi di DW terus, Meg.”
“Eh Meg kalau di DW enaknya minum apa?”
“Enak ya Meg ternyata Moveonchino-nya.”

Makasih banyak yang udah nanya-nanya soal tempat kopi syahdu, I’m definitely happy. Nggak papa kok kalau dikira kerja di kedai kopi, sebenernya pingin banget malah, tapi ya sudahlah menjadi penikmat dengan bertamu dari kedai kopi ke kedai kopi lainnya juga nggak kalah asik.

Saya selalu menganggap pergi ke kedai kopi seakan ‘bertamu’, bukan lagi sekadar ‘membeli, menikmati lalu pulang’. Hubungan antara barista, penikmat dan ‘rumah’nya selalu kuat, apalagi kalau diajak ngobrol bahkan gratisan dikasih rekomendasi. Oooo, banyak teori kamu, Meg. Tapi ya gimana, bener kok begitu perasaan daku ini.

Jadi ya nggak semua momen main ke kedai kopi berasa ‘bertamu’, karena suasananya yang mungkin terlalu ‘dingin’ atau nggak dapet suasana ‘ngopi’-nya atau berbagai alasan lain. Udah nyaman di Coffee Kayoe, Mmm Coffee atau Apresio Kopi tapi tetep mampir dan bertamu ke kedai kopi kesayangan DW Coffee.

ulang tahun dw coffee
Udah lima tahun aja sih! Photo: Sophia Mega
Lama sih nggak main ke DW, terakhir 1 Oktober lalu, tapi itu pun setelah lama banget nggak ke sana. Ketika dapet invitation Coffee Party untuk merayakan DW Coffee yang ke-5 waaaah senang sekali, terima kasih ya!

Saking noraknya di-share kemana-mana tuh invitation-nya hahaha. Maklumin aja lah ya kalau suka nge-share dan maklumin kalau di setiap sosmed Sophia Mega selalu menulis panjang, ya menulis panjang memang sudah menjadi bagian dari hidup saya *halah*.

Gila sih udah lima tahun aja, warbiyasak. Yang dulunya berawal dari warung sampai jadi kedai mungil yang nggak sekadar ‘jualan kopi’ tapi ‘berasa rumah’. Mulai dari DW Coffee nggak ada tulisannya sama sekali—selalu bikin bertanya-tanya itu kedai kopi apaan, sampe sekarang berkembang keren banget. Doa saya sih tetap jadi kedai kopi yang ramah, sederhana dan menyajikan kopi yang dibuat dengan hati yang senang ya!

owner dw coffee malang
Mas Adit, salah satu owner DW Coffee. Photo: Sophia Mega
Di tahun ke-5 ini, DW Coffee akan launching website dan member card-nya. Kepo banget dengan website-nya akan seperti apa, semoga banyak artikel kopi jadi bisa belajar di sana buat orang-orang semacam saya. Tentu saja saya mau banget dengan member card-nya dong!

owner dw coffee malang
Mas Fais, salah satu owner dari DW Coffee juga. Photo: Sophia Mega.
Coffee Party’ 10 Oktober kemarin meski berjalan dengan sederhana tetep asik banget, ya seperti karakter DW Coffee. Mas Adit sebagai salah satu owner-nya juga menyampaikan kalau perayaan tahun ke-5 ini sebenarnya lebih ke syukuran dengan keluarga DW Coffee.

Setelah memotong tumpeng dan kue, selebihnya kita ngobrol-ngoborol aja dan makan dooong, Voodies Malang bikin video, pun Mas Fais salah satu owner DW Coffee juga bikin video.

nasi tumpeng enak di malang
Nasi tumpeng yang lucu dan lezat. Photo: Sophia Mega
Satu hal yang nggak mungkin lupa.. nasi kuningnya enak banget! Hahaha. Bersyukur sekali berangkat dari rumah nggak makan, karena porsi nasi kuning yang banyak dan enak banget. Makasih ya DW Coffee, mwah. Lucu juga tumpengnya dengan gambar-gambar DW Coffee versi flat design, kalau nggak salah ini sih desainnya Mas Ninar (IG: @ninarbito).

Siapa Mas Ninar? Pokoknya yang sering ke DW juga, yah kalau ke DW emang sering tiba-tiba kenalan random, lagi nulis diajak kenalan, dan itu nggak sekali dua kali. Orang-orang yang nongkrong di sana kebanyakan emang nggak sungkan buat ngajak kenalan, ngobrol, sharing atau sekadar menyapa, ya itu tadi, ramah-ramah.

tim dw coffee
Yang pertama buat tim dong! Photo: Sophia Mega
Terakhir saya mengulas tentang DW Coffee pada Mei tahun lalu, ketika saya masih SMA. Di post: DW Coffee Shop, Nyaman Untuk Blogger. Lama banget sih itu, sekarang udah banyak banget perubahannya. Kalau dulu luasnya hanya berbentuk square, sekarang lebih luas lho! Kalau masuk dan menoleh ke sebelah kanan, ada tempat baru!

Yang baru nih tempatnya. Photo: Sophia Mega
Ini nih! Seasik apa sih tempatnya? Seasik foto di bawah!

background indonesia kafe
Cantik kaaaan tempat barunya? Photo: Sophia Mega
Background pulau Indonesia yang bikin makin cantik. Kalau kata Mas Fais sih tempat yang di sisi kanan ini khusus untuk no-smoking. Kadang ada kan penikmat kopi yang ‘mau ngopi doang, bukan sama rokok’, nah di DW udah ada tempatnya. Nggak usah khawatir lagi deh sekarang.

Moveonchino
Moveonchino juga bisa dingin lho!
Worth-to-try di sini jelas Moveonchino, satu cangkir kalian bisa merasakan sensasi kopi, coklat dan susu kental manis bergabung. Ada pahit yang bergabung dengan nikmatnya coklat dan tentu saja tetap manis karena kehadiran si susu kental manis. Main course, jelas Long Trip (sandwich yang gede, bisa chicken atau beef). Dessert, pudingnya harus, harus, harus banget dicoba, enak! Kalau kamu nggak suka yang ada kopinya sama sekali, saya sih paling suka Choco Frosbite-nya. Ada mint-nya, coklat, ice cream, woth-to dan have-to-try banget!

Harganya mulai dari.. kalau nggak salah Rp8.000 sampai Rp35.000. Kalau di pagi hari, kalian cukup mengeluarkan Rp10.000 untuk kopinya, jangan lupa share di media sosial kalian dengan hashtag yang dipunya DW Coffee sekarang: #morningidea. Untuk hari Jum'at, dulu sih nggak buka, sekarang udah ada Friday Coffee, buka mulai pukul 15.00-22.00 yang semua menunya kopi. 

kopi enak di malang
Kekompakan tim DW Coffee, kayaknya sih ini belum semua ya. Photo: Sophia Mega
Ada yang lebih manis dibandingkan Choco Frosbite atau puding dari DW Coffee, kekeluargaan tim DW Coffee yang bikin makin nyaman kalau ke sana. Coba lihat video di bawah karya Mas Megi ini.

A video posted by DW Coffee Shop Malang (@dw_coffee) on

Selain video di atas, ada dua video lagi yang saya nggak bisa kalau nggak nge-share karena keren. Satunya dari DW Coffee, satunya lagi dari Voodies Malang. Lihat yuk!






Semoga terus berkembang DW Coffee! Baik dari kuantitas maupun kualitas yah, tetap menjadi kedai kopi yang super nyaman dan tim yang begitu kompak dan ramah. Sukses selalu! Ditunggu website, member card dan inovasi lainnya!

DW Coffee Shop
Jalan Bogor Nomor 11, kota Malang
Brewing on 09.00-23.00
Friday Coffee: 15.00-22.00
IG: @dw_coffee
Web: dwcoffeeshop.com
Wi Fi: Yes
Steker/Colokan: Yes (kalau mau lebih deket, minta ke tim DW Coffee ya!)

Cari CD Original Musik Indie? Di Malang ada kok, mampir lah ke Reka Records! Foto: Sophia Mega Jatuh cinta dengan musik indie sejak lim...

Cari CD Original Musik Indie? Di Malang ada kok, mampir lah ke Reka Records! Foto: Sophia Mega
Jatuh cinta dengan musik indie sejak lima tahun yang lalu, masih unyu dengan seragam putih biru. Pertama denger Our Roots, Berlin dan Irish Girl-nya The Tress & The Wild langsung jatuh cinta dan koar-koar ke teman sekelas kalau ada musik keren, ya tapi.. masa itu sedang demam korea sih, jadi ya gak ada yang peduli dan bilang, “Musik paan neh?”

Pelan-pelan mulai kenal dengan Fleet Foxes, King of Convenience, Angsa dan Serigala, Payung Teduh, Banda Neira, Efek Rumah Kaca, Bara Suara, Tiga Pagi, Littlelute, Arireda, Danilla, Dialog Dini Hari, Wake up Iris!, Christabel Annora dan masih banyak lagi lainnya. Ya meski nggak semuanya juga saya suka, dari sekian band indie yang sebutkan tadi, saya nggak terlalu suka dengan Bara Suara dan Efek Rumah Kaca, emang lebih suka yang sendu atau lucu seperti Littlelute.

Semua gara-gara Mas Momon, yang akrab dengan akun media sosial @momongila-nya, makasih banyak mas sudah mengenalkan musik-musik luar biasa. Dari situ lah, saya mulai bertanya-tanya, di mana sih beli CD original musik indie di Malang. Pergaulan yang kurang luas dan kecupuan yang membuat saya baru tau ketika kuliah, alias empat tahun kemudian.

Arif, saat pertama kali kenal dulu, sempat cerita kalau lagi datang ke perpisahan Reka Records. Sebuah kafe yang dipenuhi CD original. Sedih, baru tau Reka Records, sebuah store alias toko CD original musik, ketika mereka sudah tutup. Sekalinya tau, pas udah tutup banget loh yaaaaaa. Manis ya?

Nggak lama setelah itu, ternyata Reka Records buka lagi di sebelah kafe bernama Kalampoki Quayhouse. Syukurlah. Kalau kalian pengin tau suasana Reka Records yang dulu, mungkin film pendek Arif yang lokasi kafenya di Reka Records lama bisa membantu, kilksini ya!

Homey banget nggak sih? Fpto: Sophia Mega


Bersama Arif mampir ke sebuah toko mungil di kawasan perumahan, akhirnya, setelah menahan rasa penasaran; 1) di mana tempat membeli CD original musik indie (karena lagi-lagi sebenernya saya malas beli online kalau gak bener-bener butuh) 2) kayaknya keren deh Reka Records.

Di suasana luarnya aja bisa dibilang homey dan warm, bisa bikin nyaman banget! Apalagi ada tulisan di atas pintu: “Home is where the record player is.” Dapet banget suasana rumah dan musik-musik yang bikin betah, mager dan nyaman di rumah. 

"Dialog Dini Hari- Tentang Rumahku please~" Foto: Sophia Mega
Sebelum masuk ke Reka Records, kalian bakal nemu dinding di atas nih. Seru! Belum-belum udah diajak coret-coret dengan dekorasi piringan hitam di sampingnya. 

Foto: Sophia Mega
Dekorasi khas ala-ala anak indie gitu lah. Tumbuhan yang menjalar bikin suasana makin cantik.

Saatnya bertamu ke dalam Reka Records…

Mas Hilman (kaos hitam) dan Arif (jaket merah). Foto: Sophia Mega
Kecil tapi nyaman buat menghabiskan waktu memilih satu-satu musik yang mau dibeli. Mulai dari kaset, CD sampai kaos juga ada. Ada beberapa spot yang bisa kalian lihat di sini.

CD original musik indie sesuai abjad.

Foto: Sophia Mega
Misal kalian mau cari Banda Neira, cari aja di huruf B. Sebenernya nggak hanya band indie, sebagian besar aja. Kadang-kadang juga jual album Coldplay, datangnya impor, datangnya jarang, tapi lakunya sering nggak ada satu hari langsung ludes.

Jadi kalau kalian emang membutuhkan CD original tertentu, memastikan ada atau enggak ada, follow aja akun Instagramnya di @rekarecords. 

New stuff.

Foto: Sophia Mega
Apa aja yang baru di Reka Records? Langsung ke dinding sebelah kiri.

Saya selalu beli versi CD-nya sih, meski versi kasetnya emang lebih murah. Karena nggak punya media untuk memutarnya, yah cuma ada laptop mau nggak mau beli versi CD-nya aja.

Ada beberapa alasan kenapa saya lebih suka beli CD original, meskipun beberapa musik band indie bisa diakses di internet. Pertama, bikin musik pasti susah, mereka bakal susah lagi kalau nggak dapet penghasilan atas karya-karyanya, mengapresiasi karya orang lain dulu, semoga nanti karya sendiri (meskipun bukan dalam bentuk musik) bisa dihargai juga.

Kedua, musik Indonesia kalau albumnya nggak dibeli, konsernya nggak didatengin, terus dengan enak kita mencaci maki musik Indonesia yang ‘gitu-gitu aja’ ya jangan harap Indonesia bakal maju. Setiap individu bisa ikut serta memajukan Indonesia, sebagai konsumen karya-karya Indonesia menurut saya termasuk berkontribusi kok hehehe. Tapi jangan lupa berkarya dari diri sendiri juga yah!

Musik Indonesia ‘nggak gitu-gitu aja kok’, cuma mungkin belum nemu yang paling disuka ajah.

Best Seller.

Foto Sophia Mega
Kalau cari yang rame dibeli atau best seller bisa ke dinding dekat kasir. 

Now, you're listening to...

Christabel Annora! Foto: Sophia Mega
Waktu saya bertamu ke Reka Records, lagi diputar musik dari Christabel Annora yang syahdu. Makin betah laaah berlama-lama di sini. Kalau mau lebih lama lagi, persis di sebelah Reka Records ada Kalampoki Quayhouse yang bisa kalian coba pizza dan kopinya.

Berbagai musik Indie bakal ada deh di Reka Records. Foto: Sophia Mega
Yaah emang baru segini sih koleksinya. Foto: Sophia Mega.
Baru dua kali mampir ke sini. Pertama, beli Kita Sama-sama Suka Hujan, album dari konser antara Banda Neira, Gardika Gigih, Layur dan lain-lain. Kedua, Dialog Dini Hari dan Littlelute. Dari ketiga album di atas, kalau Kita Sama-sama Suka Hujan dan Littlelute emang suka dengan siapa orang di balik musik tersebut. Berbeda dengan Dialog Dini Hari.

Saya beli album kuning lucu tersebut bukan karena udah tau musiknya kayak gimana, tapi packaging alias kemasannya lucu banget, warna kuning sederhana. Dari situ lah saya membelinya dan pada akhirnya untunglah suka banget sama musiknya! Waktu saya beli, Arif juga bilang kalau si Dialog Dini Hari bagus, jadi ya saya merasa tidak akan menyesal lah membeli album satu ini.

Untuk detail albumnya, bakal ditulis terpisah ya. Hehehe kayak jualan Barbie aja :(. Gak papa, karena saya pengin nulis panjang aja, jadi mending dipisah. Yang di Malang, udah nggak bingung lagi kan kalau mau beli CD atau kaset musik original kemana? Yuk yuk, mulai menghargai musik Indonesia, apalagi yang kita suka dengan mengapresiasi karyanya dengan mengkoleksi albumnya atau datang di konsernya!

Ah iya! The Trees & The Wild baru aja mengeluarkan album terbarunya, doain segera ada di Reka Records yaaa. Ada nggak ada uang, kudu diadain, kudu beliiiiiii! Hehehe. Bagi referensi musik indie yang kalian suka di bawah ya! Kali aja saya jadi ikut sukaaa.

Reka Records
Jalan Bukit Barisan No. 12, Malang Jawa Timur
Pukul 15.00-21.00 WIB
Buka setiap hari kecuali hari Selasa.
Info: 0899-311-5092
Order: 0817-642-4050